Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Iran Mengatakan: Gedung Putih "TELMI" dan Mengajak Sekutu AS Mengeroyok Iran

9 Juli 2019   21:17 Diperbarui: 9 Juli 2019   22:02 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.theguardian.com

"Telmi" merupakan istilah anak muda dari kependekan kata "Telat Mikir" atau "Terlambat Berpikir". Iran mengatai Gedung Putih AS sebagai "mental barrier" Masalahnya karena setelah tertembak jatuhnya drone mata-mata "Global Hawk" AS batal membalas menyerang Iran, meskipun perintah menyerbu sempat telah dikumandangkan. Tapi akhir-akhir ini AS berusaha menarik sekutu-sekutunya untuk mengeroyok menekan Iran.

Menurut laporan "New York Times" pada 24 Juni lalu, Trump mengumumkan bahwa mereka akan menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran, sanksi ditujukan pada pemimpin tertinggi negara itu---Khamenei. Trump akan meningkatkan tekanan terhadapnya dan semakin menekan ekonomi Iran. Sebagai balasan atas "provokasi" baru-baru ini dari Teheran dan mengatakan sanksi akan mencegah pemimpin tertinggi Iran Khamenei dan pejabat lainnya di kantornya memasuki sistem keuangan internasional, Departemen Keuangan AS mengatakan akan menjatuhkan sanksi pada delapan komandan militer Iran. Di antara mereka adalah kepala unit satuan yang menembak jatuh drone pengintai AS "Global Hawk" baru-baru ini.

Hari berikutnya, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan bahwa sanksi baru yang dijatuhkan kepada pemimpin tertinggi Khamenei, menunjukkan Gedung Putih sebagai "Telmi" (demikian diberitakan oleh The Guardian 25 Jun 2019).

Sikap Trump ini justru akan lebih "menutup" saluran diplomatik antara AS-Iran selamanya. Juru bicara Kemenlu Iran Abbas Mousavi mengatakan pemerintahan Trump di AS secara sistimatis telah melanggar mekanisme perdamaian dan keamanan dunia untuk pemeliharaan ketertiban sosial.

Menlu Iran Mohammad Javad Zarif pada 25 Juni lalu mengatakan, Iran tidak akan pernah mengejar untuk mengembangkan senjata nuklir. Dia menunjuk pada penggunaan senjata nuklir oleh AS di masa lalu dan komentar baru-baru ini oleh Presiden AS Donald Trump bahwa dia telah membatalkan serangan militer terhadap Iran karena akan menewaskan 150 orang.

Trump mengatakan, dia menghentikan serangan udara ke Iran dalam ekslasi ketegangan terkahir ini (dalam laporan video). Trump mengatakan AU-AS "telah siap terbang dan menembak" tiga sasaran (21 Juni 2019) pagi, tetapi dibatalkan 10 menit sebelum terlaksana setelah menadpat laporan bahwa serang udara itu mungkin akanmenewaskan 150 orang.

Zarif mengatakan: "Kamu (Trump) mengkhawatirkan 150 orang? Berapa banyak orang yang telah Anda bunuh dengan senjata nuklir? Berapa generasi yang Anda hancurkan dengan senjata-senjata ini? Kitalah yang, karena pandangan agama kita, tidak akan pernah mengejar senjata nuklir"

Gedung Putih sedang mengejar strategi jalur ganda untuk mencari perundingan sembari mencoba untuk menekan ekonomi Iran melalui sanksi yang menghalangi perdagangan dengan Eropa dan penjualan minyak, dan membekukan aset para pemimpin politik dan diplomatik.

Iran telah mengatakan akan melanggar batas pengayaan uranium yang ditetapkan dalam kesepakatan nuklir 2015, tetapi itu tidak berarti bahwa negara itu berada di jalur untuk membangun senjata nuklir.

Trump memberlakukan sanksi baru pada hari Senin (24 Juni) terhadap pemimpin tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei, dan kepala militer, dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dirancang untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran setelah Teheran menjatuhkan pesawat tak berawak AS. Khamenei adalah otoritas tertinggi Iran, yang memiliki suara terakhir tentang semua masalah negara Iran.

Presiden Iran, Hassan Rouhani, menggambarkan Gedung Putih sebagai "menderita cacat mental" dan mengatakan sanksi terhadap Khamenei "keterlaluan dan bodoh", terutama karena ulama berusia 80 tahun ini tidak memiliki aset di luar negeri dan tidak ada rencana untuk berpergian ke AS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun