Mohon tunggu...
Majawati
Majawati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Keberagaman itu indah. Mengajari untuk menghargai perbedaan, harmonisasi dan saling melengkapi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fasilitator Lapangan Sang Ujung Tombak Perubahan

31 Januari 2016   06:50 Diperbarui: 31 Januari 2016   09:06 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fasilitator Lapangan Sang Ujung Tombak Perubahan

"Apa prestasi yang sudah Mbak Patty raih dari pekerjaan sebagai fasilitator lapangan, menurut pandangan Anda sendiri?" tanya saya di akhir perbincangan kami. "Ketika kelompok yang saya bentuk dari awal berhasil mandiri serta tetap terus eksis!" jawabnya lugas. Suatu prestasi ternyata tidak diukur dari seberapa banyak penghargaan yang sudah diperoleh atau keuntungan materi semata, tetapi bukti perubahan dari orang-orang yang memperoleh manfaat atas jasa pendampingannya diakui sebagai prestasi.

Bopha Noor Akbar, yang akrab dipanggil Mbak Patty adalah seorang wanita kelahiran Malang 39 tahun yang lalu. Lulusan Sarjana Ekonomi, yang mempunyai cita-cita bisa bekerja di salah satu badan PBB untuk bisa berkeliling dunia memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Akan tetapi setelah lulus kuliah ia justru mendapat pekerjaan di bidang keuangan yang membuatnya banyak duduk di belakang meja. Ketika suatu saat datang tawaran kerja di LSM yang memberdayakan wanita di daerah lahan kering terbatas, ia mulai merasakan bahwa ada titik temu atas cita-citanya. Sejak itulah Mbak Patty mulai menekuni profesi fasilitator lapangan sampai sekarang.

[caption caption="Bopha Noor Akbar yang berprofesi sebagai fasilitator lapangan (dok pri)"][/caption]
Perkenalan saya dengan Mbak Patty, dimulai dari proyek kepenulisan buku. Saya sebagai penulis dan Mbak Patty adalah fasilitator lapangan dari sebuah bank swasta nasional yang kisah nasabahnya menjadi bahan tulisan saya. Beberapa kali kami saling kontak untuk menentukan waktu kunjungan ke nasabahnya guna melakukan wawancara. Ketika hari yang ditentukan tiba, kami bersama-sama menghabiskan waktu seharian berkunjung ke dua nasabahnya melakukan wawancara dan pengambilan foto-foto. Dari sanalah saya mengetahui bidang pekerjaan Mbak Patty. Hati saya tersentuh dan bangga atas kerja keras seorang fasilitator lapangan. Sungguh pekerjaan yang mulia dan penuh dedikasi.

Sebagai fasilitator lapangan, tugas Mbak Patty adalah mendampingi para ibu-ibu nasabah pembiayaan agar dapat mengelola dana pinjamannya secara efektif. Para ibu-ibu tersebut digali potensinya, diberi pelatihan-pelatihan, baik yang bersifat ketrampilan teknis untuk menunjang produksi mereka maupun non teknis seperti pembinaan cara mengelola keuangan, kesehatan lingkungan, tananam obat dan pendampingan dalam memproduksi hasil karyanya. Pinjaman modal usaha diberikan dalam jumlah terbatas, tetapi diharapkan dengan pinjaman tersebut mereka mengalami kemajuan taraf hidup yang dapat menaikkan kesejahteraan keluarga. Inilah salah satu program peduli perbankan kepada masyarakat kecil untuk bisa mengembangkan usahanya. Namun demikian, apabila pemberian pinjaman tanpa disertai pembinaan hasilnya menjadi berbeda.

[caption caption="Kunjungan saya bersama Mbak Patty ke nasabah pembiayaan (dok. pri)"]

[/caption]
Apa bedanya bila pembiayaan diberikan tanpa didampingi pembinaan? Kunjungan saya menemui ibu-ibu yang dibina Mbak Patty, membuka pikiran saya tentang peran seorang fasilitator lapangan. Meskipun zaman sudah berkembang sedemikian modern, namun tak serta merta pola kehidupan masyarakat bisa sejalan dengan lajunya perkembangan zaman. Ada budaya yang masih melekat dalam keseharian masyarakat dan berdampak negatif bagi kehidupan mereka. Sebagian besar masyarakat masih memiliki perilaku finansial yang buruk.

Ketika uang di tangan, mereka merasa berkuasa. Menghamburkan-hamburkan uangnya untuk membeli barang-barang yang sifatnya konsumtif, lebih menuruti keinginan daripada kebutuhan. Masih banyak yang belum bisa berpikir panjang untuk kebutuhan-kebutuhannya di kemudian hari. Di saat kehabisan uang mencari pinjaman sana-sini. Kondisi ini banyak dimanfaatkan oleh para rentenir atau jasa keuangan yang menarik bunga tinggi (di desa sering dikenal dengan istilah bank titil ) di tengah kesulitan yang menghimpit.

Saat ini keberadaan bank atau lembaga keuangan sejenis sudah familiar di masyarakat. Masyarakat cukup paham kegiatan menabung dan meminjam di bank. Tawaran pinjaman lebih menggiurkan bagi sebagian orang daripada ketekunan menabung. Kasus terbanyak, dana itu digunakan untuk kredit sepeda motor, terlebih dengan adanya kemudahan dalam pengajuan kreditnya. Apakah hal itu juga sebanding dengan manfaat yang diperoleh dan kemampuan membayar cicilannya? Seringkali hal ini menjadi perhitungan yang kurang matang. Ada banyak yang putus di tengah jalan atau terjebak hutang gali lubang tutup lubang.

“Tugas utama saya adalah mengubah mindset mereka untuk mau berusaha secara komunitas, selama ini mereka berusaha secara individu. Sementara dalam komunitas mereka mempunyai ikatan afinitas, yaitu harus saling memiliki, saling mencintai. Ketika salah seorang terjatuh, harus saling mengangkat. Mungkin sama-sama tidak punya uang namun dalam kebersamaan itulah yang membuat mereka mampu,” jelas Mbak Patty kepada saya. Mengapa harus komunitas? Karena dalam kebersamaan terjadi saling membantu, saling mempengaruhi, saling mengingatkan, saling menopang satu sama lain. Salah satu budaya bangsa kita adalah semangat gotong royong, itulah yang menjadi kekuatan nasabah berbasis komunitas.

Mbak Patty mengubah mind set ibu-ibu melalui pelatihan, pembinaan dan pedampingan dalam mengelola usahanya dan mengubah pola pikirnya agar pinjaman yang mereka peroleh berdaya guna. Nasabah yang kami kunjungi bergerak di bidang menjahit, maka mereka diarahkan untuk membeli mesin jahit, membeli bahan-bahan untuk mengembangkan usahanya. Mereka juga dirujuk mengikuti pelatihan-pelatihan di BLK (Balai Latihan Kerja) untuk menambah pengetahuan dan ketrampilannya. Terhubung pula dengan kantor Dinas dan lembaga lain yang terkait dengan produknya, yang bertujuan untuk membuka wawasan para ibu pada dunia luar. Ibu-ibu juga didorong untuk menciptakan suatu produk baru yang bisa bersaing di pasaran. Dibimbing untuk memasarkan produknya sendiri. Pelatihan dan pendampingan kepada para ibu-ibu berlangsung berkesinambungan. Mulai dari pencarian bahan baku, pengelolaan manajemen kerja, pengelolaan keuangan sampai pemasaran produk. Diharapkan kedepannya mereka bisa menjadi "juragan" bagi usahanya.

[caption caption="Mbak Patty sedang mendata produk komunitas (dok Mbak Patty)"]

[/caption]
"Perjalanan suatu komunitas tak selalu mulus-mulus saja, selalu ada masa naik turunnya karena berbagai hal. Tugas saya untuk membangkitkan semangat mereka ketika mulai turun dan menjaga komunitas itu tetap eksis ketika mereka mencapai keberhasilan, sampai pada saatnya mereka sudah mampu mandiri, akan saya tinggalkan untuk membina kelompok baru lagi," jelas Mbak Patty. Setiap komunitas juga mempunyai permasalahan yang berbeda, sehingga pendekatan dan penanganannya juga berbeda. Itulah yang menjadi tantangan Mbak Patty dalam pekerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun