Mohon tunggu...
maikel jefriando
maikel jefriando Mohon Tunggu... Freelancer - Anak Lepas

Kemana-mana hatiku senang

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kisah Pahit Si Otong

25 Juni 2019   11:12 Diperbarui: 25 Juni 2019   13:48 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tulisan ini tentang kebijakan makroprudential, apa itu?. Kalau dipaksa menggunakan definisi baku, maka jawabannya adalah kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan biaya dari krisis sistemik.

Kata European Systemic Risk Board (ESRB) kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, termasuk dengan memperkuat ketahanan sistem keuangan dan mengurangi penumpukan risiko sistemik, sehingga memastikan keberkelanjutan kontribusi sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi (ESRB, 2013).

Rumit ya. Kalau anda bukan mahasiswa ekonomi rasanya akan jauh dari kata paham. Tapi biar lebih sederhana, yuk kita simak cerita pahit Otong berikut.

Otong berusia 30 tahun, baru saja menikah (istri tidak bekerja) dan dalam waktu dekat akan memiliki seorang bayi. Pekerjaan Otong terbilang lumayan, lima tahun sebagai staf di perusahaan nasional dengan penghasilan Rp 10 juta per bulan. Rekam jejak keuangannya juga sangat bersih tanpa cacat.

Di waktu yang sama, Otong ingin memiliki rumah. Berhubung sudah hidup lama di Jakarta, saya memang tidak harapkan lokasinya terlalu jauh. Sampai kemudian Otong tertarik dengan satu rumah baru di bilangan selatan seharga Rp 1 miliar.

Otong temui pihak pengembang. sampaikan keinginan untuk membeli. Hanya saja, karena tidak memiliki tabungan yang cukup maka Otong memilih untuk menggunakan kredit perbankan atau yang biasa disebut kredit perumahan rakyat (KPR).

Berangkatlah Otong ke bank esok hari untuk mengajukan  KPR. Pihak bank melihat profil saya selama beberapa menit dan kemudian mengatakan "maaf pengajuan KPR bapak ditolak."

Otong sedih bukan kepalang. Dia merasa dunia pun tak adil kepadanya. Bukankah bank harus membantu masyarakat? Di mana Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan teman-teman regulator lainnya? Beragam pertanyaan bernada protes ala Otong dilontarkan. Kasian Otong!

Akan tetapi, tentang bagaimana Otong memiliki dana, mengajukan kredit hingga akhirnya ditolak adalah gambaran dari adanya kebijakan makroprudential. Jadi bank dalam hal ini sebagai lembaga keuangan menerapkan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan agar ada keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi.

Bayangkan, bila kredit Otong diterima. Untuk harga rumah Rp 1 miliar dengan bunga 10% dan tenor 15 tahun, total yang dibayar ke bank bisa mencapai sekitar Rp 1,8 miliar. Setiap bulannya Otong harus menghabiskan seluruh uangnya untuk membayar cicilan.

Anggap saja bank berbaik hati memberikan persetujuan. Namun ternyata di beberapa bulan setelahnya, Otong tidak mampu membayar cicilan yang artinya kredit macet. Perlu diketahui, dana yang digunakan Otong untuk membeli rumah berasal dari kumpulan dana individu yang disimpankan ke bank.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun