Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Misteri Ijuk Jadi Penangkal Petir

13 Januari 2011   04:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:39 4572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1294896004838994803

[caption id="attachment_84564" align="aligncenter" width="300" caption="Armada Nelayan/Ft/Sumber:http://buton.wordpress.com"][/caption]

Banyaknya peristiwa, kejadian atau sesuatu yang dianggap misteri dalam kehidupan, mengisyaratkan betapa keterbatasan kemampuan untuk memahami keseluruhan apa yang terbentang di alam jagad raya ini. Para nelayan tradisional tempo dulu misalnya, kebanyakan memasang bulu-bulu ijuk di ujung tiang-tiang perahu. Mereka umumnya beranggapan dengan memasang ijuk seperti itu, segala jenis yang disebut-sebut sebagai hantu laut tidak akan mengganggu perjalanan perahu di lautan bebas. Dengan memasang bulu-bulu ijuk di ujung tiang perahu juga diyakini akan menangkal sambaran petir apabila terjadi badai di laut lepas. Dari cerita pengakuan banyak nelayan di sejumlah pesisir Sulawesi Selatan, sampai sekarang mereka masih meneruskan kebiasaan leluhurnya menancapkan bulu-bulu ijuk pada tiang tertinggi di armada perahu atau kapal yang mereka gunakan untuk mengarungi lautan. Ijuk yang bersumber dari Pohon Enau (Aren), katanya, bagaimanapun tingginya tidak pernah ada yang tersambar petir seperti yang sering menimpa Pohon Kelapa atau pohon-pohon lainnya yang tumbuh menjulang di hutan-hutan. Dengan alasan sama untuk menangkal bahaya sambaran petir, sejumlah petani di pedalaman Sulsel sampai sekarang jika melintas atau bekerja di suatu tanah hamparan luas dalam musim penghujan, masih banyak yang menyelipkan lidi iduk di antara jepitan celana atau saku baju dalam posisi tegak seperti antena. Masih berkait dengan Pohon Enau yang sarinya dijadikan bahan baku pembuatan Gula Aren (Gula Merah), lidinya sampai sekarang masih banyak digunakan untuk mencambuk orang-orang yang disebut-sebut 'kemasukan barang halus'. Orang-orang yang 'kemasukan' tersebut gejalanya dalam keadaan tiba-tiba saja tak sadarkan diri, menagis, atau berteriak-teriak histeris. Seringkali juga berbicara aneh-aneh atau berbicara dalam bahasa asing yang fasih. Pada hal yang bersangkutan dalam keadaan sadarnya, tidak mengetahui bahasa asing tersebut. Dengan mencambukkan lidi ijuk (lidi dari pelepah Pohon Aren) ke tubuh orang 'kemasukan', seringkali lantas siuman atau sadar diri. Dari pengalaman sejumlah rimbawan, juga ada diceritakan jika mereka menjelajah hutan selalu membawa perlengkapan berupa tali hitam yang dipintal dari bulu-bulu ijuk. Tali ijuk tersebut dibentangkan mengelilingi lokasi dimana mereka akan membuat kemah. Maksudnya untuk menghalau masuknya binatang melata berbisa sejenis ular ke lokasi tempat perkemahan mereka. Dari banyak pengalaman, mereka telah membuktikan berbagai jenis ular hutan tak mau melintas ke lokasi yang dibatasi bentangan tali ijuk. Sejumlah guru ngaji di pedalaman Provinsi Sulsel masih menganjurkan kepada murid-muridnya untuk menggunakan potongan lidi ijuk (enau) yang disebut 'kallang' sebagai alat bantu penunjuk huruf-huruf ketika membaca kitab suci Al-Qur'an. Kajian ilmiah, tentu saja, masih perlu dilakukan untuk mengungkap misteri ijuk yang sejak dulu dianggap memiliki multimanfaat. Jika saja ada kebenaran, seperti yang diyakini dan dibuktikan dalam pengalaman lapangan selama ini ijuk ataupun lidik ijuk mampu menangkal petir, ouuwww..........

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun