Mohon tunggu...
Maftuhi Firdaus
Maftuhi Firdaus Mohon Tunggu... -

Ganggadata

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

LCGC, Strategi Pasar dan Kemacetan

13 September 2017   15:35 Diperbarui: 13 September 2017   16:16 4753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Maftuhi Firdaus

Email :Firdausmaftuhi@gmail.com

13 September 2017

 Kini santer terdengar kabar bahwa pemerintah kota Jakarta akan menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan bermotor beroda dua di Ibu Kota. Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa kendaraan bermotor beroda dua yang menjadi faktor penyebab kemacetan yang setiap harinya terjadi. Oleh karena itu kebijakan ini tengah dalam proses tahap akhir sebelum pada akhir bulan September tahun ini kebijakan tersebut akan sah diberlakukan di Kota Jakarta terkhusus untuk daerah Rasuna Said dan kemungkinan akan diperluas daerah terapan kebijakan tersebut. Dan untuk perihal kemacetan bukanlah hal yang hanya terjadi di Ibu Kota saja tetapi sudah merata pada seluruh kota besar di Indonesia.

Namun apakah hanya kendaraan bermotor beroda dua saja yang menjadi penyebab terjadinya kemacetan yang kian hari kian parah statusnya. Tentunya hal ini tidaklah benar, karena banyak faktor lain yang membuat hal tersebut terjadi, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor beroda empat. Salah satu kebijakan pemerintah terkait kendaraan beroda empat yang kontra produktif adalah mengijinkannya kendaraan yang berlabel Low Cost Green Car atau LCGC. Dan pertumbuhan LCGC di Indonesia cukup cepat dari semester ke semester, sehingga cukup relevan untuk mengevaluasi kebijakan LCGC sebagai salah satu faktor disamping banyaknya faktor lain yang menyebabkan kemacetan terjadi.

Tiga tahun kebalakang merupakan tahun dimana pembicaraan mengenai produksi mobil murah santer terdengar. Mobil murah atau Low Cost Green Car (LCGC) ini merupakan suatu terobosan akan isu ketahanan energy serta solusi atas kebutuhan kendaraa bermobil di Indonesia. Itu asumsi yang pakai oleh pemangku kebijakan dalam hal transportasi, energi, serta industri otomotif. Mengapa hal demikian digunakan sebagai landasan berfikir dalam menentukan sebuah kebijakan atas mobil murah atau LCGC ini.

Sederhana saja, karena isu ketahanan energi bukan hanya isu yang keluar pada tahun 2014 atau 2015 saja, melainkan isu yang sudah sejak lama dibicarakan dan menjadi pembahasan yang serius ditingkatan elit sampai masyarakat biasa. Tingkat konsumsi minyak bumi dalam bentuk Premium, Pertamax serta Solar sudah sangat memprihatinkan. Tingkat konsumsinya yang dari hari kehari terus meningkat seiring dengan tingkat mobilitas masyarakat serta tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor setiap tahunnya. Tentunya ini yang menjadi acuan dalam menciptakan mobil berkapasitas mesin rendah hemat konsumsi bahan bakar dengan jumlah muatan yang cukup banyak dan cocok dengan kondisi lingkungan yang ada di Indonesia.

Itu merupakan asumsi atas Green Car, sedangkan dari sisi biaya penjualan, asumsi yang digunakan adalah harga penjualan yang cukup murah. Dikarenakan beberapa hal yang menjadi penunjang kendaraan bermobil dipangkas. Seperti kapasitas mesin, kualitas body, kapasitas tempat duduk, namun dari sisi keamanan dalam mengantisipasi kecelakaan diperhatikan akan tetapi pengurangan fitur tetap menjadi pilihan utama. Itu lah asumsi yang cukup menggambarkan mengapa mobil jenis ini disebut mobil murah atau Low Cost.

Namun bukan itu yang akan dibahas, bukan dari kegunaan, fitur, serta kualitas mesin dan body dari mobil murah ini. Melainkan evaluasi atas kebijakan yang diambil pemerintah atas mobil murah atau LCGC ini. Sudah berjalan kurang lebih 3 tahun kurang mobil murah menghiasi pasar mobil dalam negri. Berbagai polemik mulai bermunculan setelah kebijakan akan mobil murah ini mendapat persetujuan Pemerintah dan DPR RI.

Pertama asumsi atas mobil murah adalah beberapa komponen yang dipakai dalam membangun mobil murah ini merupakan hasil produksi dalam negri. Lalu yang kedua adalah penghematan banhan bakar minyak dalam hal transportasi masyarakat. Yang ketiga adalah menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Serta yang keempat adalah mempercepat pertumbuhan perekonomian.

Mengutip data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), data terakhir pada tahun 2014 tercatat volume jumlah kendaraan pribadi berjenis mobil mencapai angka 11,5 juta unit. Data ini adalah data terakhir yang dipublikasikan oleh BPS, angka terbaru untuk 2015 serta 2016 semseter pertama dan kedua belum dipublikasikan. Peningkatan terjadi dri tahun tahun sebelumnya data BPS pada tahun 2011 menunjukan angka 9,5 juta unit, 2012 menunjukan angka 11,5 juta unit, dan angka pada 2013 mencapai 12,6 juta unit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun