Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menerawang Gerakan Literasi Sekolah

18 Juni 2017   23:16 Diperbarui: 20 Juni 2017   20:19 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebelumnya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam tulisan ini nantinya sedikit banyak akan menimbulkan kontravensi di kalangan rekan-rekan seprofesi. Penulis hanya sedang berusaha menyampaikan hasil pengamatan sederhana berdasarkan pengalaman berinteraksi di medsos, sama sekali bukan untuk mendiskreditkan siapapun. 

Apa itu gerakan Literasi sekolah?

Berdasarkan buku panduan Gerakan Literasi sekolah di Sekolah Menengah Pertama yang diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang dimaksud dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, peserta didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan. 

Sedangkan Literasi Sekolah dalam kerangka GLS dimaknai sebagai kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara.

Di dalamnya dijelaskan latar belakang dilaksanakannya GLS adalah kenyataan bahwa selama ini dalam proses pembelajarannya di sekolah belum memperhatikan aspek ketrampilan membaca sebagai bekal menjadi generasi pembelajar sepanjang hayat. Sehingga kemampuan membaca rata-rata peserta didik di Indonesia berada pada level yang sangat rendah dibanding dengan negara-negara lain. 

Kesimpulan tersebut diperoleh dari pengujian yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2009 sebagaimana kutipan pada buku panduan tersebut.

"PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013)".

Selain berpatokan pada fakta di atas, penulis mengacu pada kebiasaan rekan-rekan guru yang tergabung dalam berbagai grup medsos populer di Indonesia (FB, WA, Line, Telegram). Kecenderungan perilaku mereka hampir sama dengan hasil penelitian PISA tersebut, yakni kebiasaan membaca belum menjadi salah satu aspek ketrampilan yang dikembangkan secara serius, sehingga banyak sekali informasi tertulis yang disampaikan oleh para penentu kebijakan (stake holder) tidak segera dipahami secara menyeluruh dan membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dari yang semestinya. 

Contoh kecil dan terkini dari fenomena tersebut adalah polemik dan kontroversi di medsos tentang keluarnya Peraturan Pemerintah Tentang Hari belajar di sekolah (Full Day School) dan tentang wacana penghapusan Mata Pelajaran Agama di sekolah.

Terlepas dari benar tidaknya dan bagaimana pemberlakuan PP tersebut nantinya, di medsos sudah berkembang opini-opini yang esensinya agak berbeda dari apa yang sudah dijelaskan oleh pemerintah saat beraudiensi dengan DPR dan juga sudah didukung dengan berbagai artikel yang dipublikasikan secara luas.

Opini-opini yang berkembang banyak dipengaruhi oleh pengalaman dan perasaan selama ini, bukan berdasar pada hasil kajian terhadap materi PP dan artikel-artikel pendukungnya yang kemudian dihubungkan dengan sikon di masing-masing daerah tempat tinggalnya. Komentar-komentar dan opini yang muncul merupakan hasil reaksi spontan setelah membaca headline artikel yang dicopas oleh teman medsos tanpa dibaca terlebih dahulu isinya. 

Jadi, Bagaimana kemungkinan GLS ini kedepannya ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun