Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Shalat Tarawih Satu Masjid Dua Imam

29 Mei 2017   03:19 Diperbarui: 29 Mei 2017   10:38 3174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi/Islamic praying/Sumber: https://www.shutterstock.com

Bulan Ramadhan sering digambarkan sebagai “tamu” spesial. Bulan penuh berkah, rahmah dan ampunan itu hanya sekali datang dalam setahun. Bulan suci, di mana al-Quran diturunkan pada 17 Ramadhan. Tiap amal baik dilipatgandakan pahalanya. Hanya di bulan Ramadhan, terdapat motivasi istimewa yang dinamakan “Lailatul Qadr”, yang disebut-sebut dalam al-Qur’an lebih baik dari seribu bulan.  

Selain ibadah puasa Ramadhan, kaum muslimin diberi kesempatan emas untuk mengikuti rangkaian ibadah lainnya di bulan Ramadhan, seperti shalat malam (tarawih dan witir), mengkaji al-Quran (tadarrus), bersedekah dan mengeluarkan zakat fitrah.

Puncaknya adalah shalat Idul Fitri. Hari raya ini sebagai penanda perayaan hari kemenangan setelah berjuang melawan diri sendiri, yaitu hawa nafsu. Hawa nafsu itulah musuh terbesarnya. Orang yang berhasil melewati perjuangan itu, pantas mendapat gelar sebagai manusia yang bertaqwa.

******

Ada satu pengalaman unik saat saya mengikuti shalat tarawih di masjid terdekat rumah kami, yaitu di masjid As Syifa, Malang, tepat di malam hari pertama puasa Ramadhan.

Rintik-rintik hujan kala itu, tak menyurutkan para jamaah untuk berdatangan, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk anak-anak menuju ke masjid untuk menunaikan shalat tarawih secara berjamaah. Apa yang unik?

Tak seperti biasanya, shalat tarawih di masjid itu menghadirkan dua imam. Pasalnya, ada dua kelompok jamaah yang menghendaki shalat tarawih dengan bilangan rakaat yang berbeda. Kelompok pertama menghendaki shalat tarawih dengan bilangan 8 rakaat plus witirnya 3 rakaat, sementara kelompok kedua menghendaki 20 rakaat plus witirnya 3 rakaat.

Bagaimana mekanismenya? Sementara Imam kelompok pertama memimpin shalat tarawih, imam kelompok kedua menjadi makmum (pengikut) kepada imam pertama bersama-sama seluruh jamaah. Usai imam pertama menuntaskan tugasnya, ia mundur beserta jamaah kelompok pertama. Selanjutnya, imam shalat kelompok  kedua maju, diikuti oleh para jamaahnya hingga tuntas.

Saya sering mendapati kedua kelompok semacam itu shalat tarawih berjamaah di masjid. Tapi, umumnya hanya satu imam. Sementara di masjid As-Syifa, ada dua imam shalat tarawih yang berbeda, namun mereka bisa berjamaah dalam satu masjid yang sama.

Hemat saya, itulah bagian dari wujud toleransi dalam intern beragama. Meski berbeda cara beribadahnya, mereka tetapi tetap saling menghargai. Sepanjang pengetahuan saya, di masjid itu sudah berlangsung selama dua tahun ini. Uniknya, usai sama-sama menuntaskan shalat tarawih beserta shalat witir, kedua kelompok jamaah itu berbaur kembali menjadi satu, untuk melanjutkan acara tadarrus al-Qur'an.

Itulah indahnya kebersamaan. Perbedaan adalah rahmah, perceraian adalah adzab. Semoga dapat kita ambil hikmahnya. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun