Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kondisi Pra-Shalat

26 September 2017   10:52 Diperbarui: 26 September 2017   11:03 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

Orang yang ingin bertamu, tentu membutuhkan persiapan-persiapan. Persiapan secara fisik misalnya, terkait dengan pakaian yang dikenakan, dandanan, minyak wangi, dan hal-hal lain yang terkait dengan penampilan. Juga berbagai macam peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan. Apa tujuan bertamu, apa saja yang hendak dibicarakan, dan termasuk kesiapan mental agar nanti dalam menghadap orang tersebut bisa tenang dan lancar, tidak grogi atau terburu-buru.

Demikian halnya jika kita ingin bertamu kepada Tuhan kita, menghadap kepada Allah swt, satu-satunya Zat yang patut disembah. Kita membutuhkan persiapan lahir dan batin secara sempurna. Kita mesti dalam keadaan bersih badan, biasanya didahului dengan mandi dan wudhu, dan bersih pakaian serta tempat untuk menghadap kepadaNya. Juga bersih batin kita dari sifat riya dan penyakit hati lainnya.

Persiapan itu kita lakukan sebelum adzan berkumandang, sehingga ketika terdengar adzan, persiapan kita sudah selesai dan tinggal berangkat ke masjid. Apalagi zaman sekarang teknologi sudah canggih: ada jam tangan atau jam dinding, ada jam di handphone, ada alarm dll; sehingga kita tidaklah kesulitan dalam mengatur waktu dan membuat persiapan.

Jangan sampai ketika adzan berkumandang, kita baru mulai mempersiapkan diri. Baru mau mandi dan lain-lain. Hal ini membuat kita terburu-buru dan seringnya tertinggal shalat berjamaah. Kita berangkat ke masjid dengan berlari-lari hingga terengah-engah. Alhasil, kita melaksanakan shalat dalam keadaan panik dan tidak tenang. Hal inilah yang membuat shalat kita tidak tenang dan akhirnya tidak khusyu'.

Lebih parah lagi, ketika adzan bergema, kita masih santai-santai. Masih duduk-duduk, tiduran, ngobrol, atau menonton televisi. Ketika iqamah terdengar, kita baru beranjak pergi ke masjid. Sehingga kita tertinggal satu rakaat bahkan dua-tiga rakaat. Lama-lama hal ini menjadi kebiasaan kita, setiap shalat selalu tertinggal. Padahal tertinggal shalat itu diperbolehkan jika ada alasan yang dapat diterima oleh syariat, seperti sedang ada tamu, sakit, baru pulang dari perjalanan, atau hal-hal lain yang dapat dibenarkan.

Kebiasaan Terbaik

Yang paling utama adalah ketika adzan berkumandang, kita sudah standby di masjid. Sehingga ada waktu yang cukup untuk melaksanakan shalat tahiyyatul masjid atau shalat qabliyah. Termasuk melakukan dzikir atau membaca Al Qur'an.

Itulah pra-kondisi shalat yang kita butuhkan sebelum menghadap Allah swt. Kondisi dimana kita telah mencoba melakukan komunikasi awal dengan Tuhan, mendekat kepadaNya, dan menyambungkan hati kita agar terhubung denganNya. Jika kondisi awal ini dapat kita jalani dengan baik, Insya Allah saat shalat nanti, saat kita menghadap kepada Allah, kita dapat berkomunikasi dengan lebih baik dan sempurna. Hal ini akan menjadikan shalat kita tenang dan khusyu'.

Itulah kualitas ibadah yang baik dan sempurna. Dimulai dengan persiapan yang baik. Ini pertanda bahwa kita menganggap ibadah shalat itu penting bagi kita sehingga kita bersedia menyiapkan segala sesuatunya secara cermat. Kita berusaha agar rangkaian ibadah dari awal hingga akhir dapat berjalan dengan lancar dan tertib.

Berbeda dengan shalat yang tanpa persiapan tadi, mereka cenderung hanya sekedar gugur kewajiban saja. Yang penting kan ikut shalat katanya, walau sering tertinggal atau terburu-buru. Yang penting secara lahiriyah sudah melaksanakan shalat, walau hatinya belum tentu nyambung ke Allah. Lha parahnya lagi, sudah shalatnya sering tertinggal, mereka pun pulang dengan cepat. Usai salam juga buru-buru pergi, tanpa melakukan dzikir dan doa terlebih dahulu. Seperti ada hal penting yang segera ditunaikan, padahal sesampainya di rumah, mereka tak melakukan apa-apa selain duduk, ngobrol, atau menonton televisi lagi. Naudzubillah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun