Mohon tunggu...
Mohammad Lutfi
Mohammad Lutfi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tenaga pengajar dan penjual kopi

Saya sebenarnya tukang penjual kopi yang lebih senang mengaduk ketimbang merangkai kata. Menulis adalah keisengan mengisi waktu luang di sela-sela antara kopi dan pelanggan. Entah kopi atau tulisan yang disenangi pelanggan itu tergantung selera, tapi jangan lupa tinggalkan komentar agar kopi dan tulisan tersaji lebih nikmat. Catatannya, jika nikmat tidak usah beri tahu saya tapi sebarkan. Jika kurang beri tahu saya kurangnya dan jangan disebarkan. Salam kopi joss

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya Menulis Karena Saya Ingin...

31 Maret 2020   19:29 Diperbarui: 31 Maret 2020   19:49 2641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Saya menulis karena saya ingin .... Ingin apa malah bingung sendiri. Sepertinya saya sudah kehabisan alasan untuk ingin dari kata menulis. Sebab, telah banyak yang merinci alasan menulis, dari yang praktis sampai yang teoritis. 

Kalau saya memaksakan menulis apa tidak menambah sesak saja alasan-alasan yang lain? Duh.. bingung. Meskipun begitu, di akhir saya akan menjawab.

Di Google, buku dan sumber lain pun ribuan alasan dan manfaat menulis juga diulas. Gak percaya? Cek saja sendiri. Ulasanya beragam sekali, ada yang mengulasnya dari sisi ilmiah melalui kegiatan penelitian kemudian menelurkan teori manfaat menulis, seperti menambah pemahaman kosakata, struktur kalimat dan lain-lain. 

Ada juga yang mengulasnya dari segi kesehatan, katanya dengan menulis dapat menghilangkan stres, meningkatkan daya ingat, dan membuat orang cepat mengantuk dan tertidur. 

Alasan yang terakhir ini barangkali yang cocok bagi saya. Maklum, kaum rebahan apalagi di tengah pandemi virus corona ini yang mengharuskan kerja di rumah.

Mengimpikan menjadi penulis seperti Andrea Hirata --dengan karya-karyanya seperti Laskar Pelangi yang menjadikannya buku Best Seller internasional pertama dari Indonesia-- ibarat pungguk merindukan rembulan atau jauh panggang dari api. 

Kalau kata Wali "Dari musim duren hingga musim rambutan" berkali-kali tidak akan terjadi, meskipun tidak menutup kemungkinan suatu saat akan melampauinya. 

Novel legendaris bertemakan pendidikan itu memang telah  menyulut orang-orang yang membacanya menjadi semangat untuk belajar dan berkarya. Saya terbayang manfaat menulis untuk memacu adrenalin seseorang untu menjadi lebih giat.

Membaca puisi penyair Indonesia, seperti puisi karya D. Zawawi Imron, saya berpikir betapa indahnya kata-kata yang disusun dan betapa romantisnya puisi tesebut ketika dibacakan pada pasangan kita. Begini bunyi puisinya

Jika mendung hitam sudah di atas kepala
Jangan larang hujan turun ke bumi
Jika angin bertiup dengan kencangnya
Jangan larang daun-daun kering berguguran
Kalau senyummu selalu mekar dalam hatiku
Jangan larang aku tetap setia dan rindu padamu

Selanjutnya, yang agak serius ketika saya membolak-balik buku karangan Lukman Sholihin dan kawan-kawan yang berjudul "Indeks Literasi Membaca 34 Provinsi di Indonesia" saya kaget ternyata minat membaca masih tergolong rendah. 

Saya pun bertanya apa begini manfaat tulisan untuk menyampaikan informasi dan menyadarkan kekurangan penduduk bangsa ini. Miris hati saya, karena termasuk yang rendah minat bacanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun