Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Malu Punya Mahasiswa Gay?

26 Juli 2017   16:08 Diperbarui: 28 Juli 2017   09:06 3502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Prasetya Online - Universitas Brawijaya (Ilustrasi)

Universitas Brawijaya (UB) Malang mencak-mencak begitu mengetahui ada grup facebook bernama Persatuan Komunitas Gay Universitas Brawijaya. Bisa dibayangkan betapa panasnya telinga Rektor UB, Prof Dr Mohammad Bisri MS ketika dapat laporan kalau kabar itu sudah beredar luas di dunia maya dengan screenshot grup facebook itu yang viral. Apalagi banyak netizen yang sekiranya beriman suka-suka membagikan kabar itu sembari berkomentar bahwa gay itu nista dan suatu perbuatan yang dilaknat Tuhan.

Belum lagi netizen yang berkomentar tidak menyangka UB rupanya seliberal itu dengan adanya komunitas gay di kampusnya. Tante-tante yang anaknya akan lulus SMA juga berkomentar akan berpikir ulang mengkuliahkan anaknya di UB, takut nanti anaknya jadi gay. UB yang banyak disebut sebagai kampus terbesar dan terbaik di Kota Malang selama ini menjadi representasi pendidikan Kota Malang yang juga dikenal sebagai kota pendidikan kedua setelah Yogyakarta. Mereka juga cukup apik menjaga nama baiknya dengan hampir setiap tahun menempati urutan 10 besar kampus terbaik versi Kemenristekdikti. Sudah berapa juta anak muda yang pernah belajar di kampus ini sejak 1963 silam.

Kini sekira 55 ribu mahasiswa sedang belajar di kampus ini. Keberadaan puluhan ribu mahasiswa ini berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi Kota Malang. Bayangkan berapa miliar rupiah uang berputar setiap harinya dari mahasiswa-mahasiswi yang ganteng dan cantik ini untuk membeli bakso, pecel lele, membayar kos-kosan, jasa laundry sampai shoping di Matos yang hanya berjarak beberapa meter dari bangunan kampus ini. Apalagi sekarang UB akan kedatangan hampir lima ribu mahasiswa baru.

Karena itu UB menjadi lembaga pendidikan yang vital di Malang. Posisinya yang selalu menjadi terbaik juga diharapkan bica sebagai contoh 70 perguruan tinggi lain di Malang. Pertimbangan-pertimbangan ini tentu saja membuat puyeng rektor UB. Dari sini kita bisa belajar, selalu ditempatkan sebagai yang terbaik tidak selalu membuat nyaman, ketika terkena masalah akan menjadi beban yang sangat berat. 

Dapat dipahami seberapa depresinya jajaran rektorat UB dengan kasus gay ini. Belum lagi soal sejarah, Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang namanya dipilih sebagai nama kampus ini seorang muallaf setelah menikah dengan Ratu Dwarawati, seorang muslimah dari Campa. Karena itu diharapkan kampus ini dapat melaksanakan nilai-nilai Islam dalam berkehidupan, dan jelas agama ini melarang gay.

Apalagi warga Malang Raya juga masih tabu dengan perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Terutama gay, mereka merasa jijik saja dengan perilaku pria yang tertarik secara seksual kepada sesama pria, tidak kepada wanita. Itu sama saja dengan perbuatan menyimpang. UB sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) juga diharapkan dapat bersinergi dengan pemerintah daerah dan lembaga-lembaga negara lain di Malang. Termasuk dengan Pemkot Malang.

Walikota Malang H Moch Anton tampaknya juga cukup kecewa karena upayanya untuk menjadikan Malang sebagai Kota Beriman akan tercoreng. Begitupula upaya Abah Anton yang menggagas Gerakan Solat Berjamaah Awal Waktu dengan menerbitkan Surat Edaran bernomor 222/SE/1397/35.73.133/2016 akan sia-sia. Si Bisri Rektor UB menyadari ini. Dia pun berharap lembaga-lembaga negara lain terutama kepolisian ikut membantu mengatasi persoalan ini.

"Ketika universitas mengalami masalah, sebaiknya meminta bantuan atau melibatkan aparat negara terkait. Karena PTN kan juga bagian dari negara, sehingga jika ada masalah yang tidak bisa diatasi sendiri, bisa merangkul aparat negara lain. Misalnya adanya kejadian dan masalah seperti ini, bisa berkoordinasi dengan kepolisian atau aparat terkait lainnya," ujar Bisri dikutip dari Surya Malang, Senin (24/7/2017).

Bisri dan kolega-koleganya (dkk) lalu sepakat membentuk Tim Advokasi Hukum UB yang diketuai Dr Prija Djatmika SH MHum untuk menghadapi gerombolan gay ini. Bagi Prija UB dengan tegas menolak LGBT, entah apa dasarnya. Situasi semakin gawat ketika UB sepakat melaporkan gay ini ke polisi. Dasarnya karena grup facebook mencantumkan nama Universitas Brawijaya yang dianggap sebagai pencemaran nama baik. Dia ancam pula mahasiswa yang gay akan di-dropout (DO) atau dipecat dari UB.

"Tidak ada persatuan gay di UB dan jika memang benar ada mahasiswa UB yang mendirikan organisasi tersebut, maka akan dikeluarkan secara akademis karena mencemarkan nama baik universitas. Kami juga menegaskan bahwa UB menolak LGBT," ujar Prija dikutip dari Surya Malang, Senin (24/7/2017).

Saya tidak habis pikir mereka segawat itu ribut-ribut soal komunitas gay. Apa yang salah dari mahasiswa gay? Serius saya bertanya. Secara hukum di Indonesia, gay atau homoseksual atau pria suka pria atau pedang-pedangan itu tidak jelas diatur. Hukum Indonesia tidak melegalkan hubungan sesama jenis tetapi juga tidak melarangnya selagi mereka berpacaran. Kalau mereka mau menikah, baru itu tidak diakui, bisa saja dilarang, karena Pasal 1 UU Perkawinan 1974 menyebut kalau perkawinan itu dilakukan oleh pria dengan wanita, tidak untuk pria dengan pria atau wanita dengan wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun