Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tak Perlu Menjadi Hindu untuk Membantu Pengungsi Gunung Agung

22 September 2017   21:24 Diperbarui: 24 September 2017   22:16 10195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana warga Sebudi ketika berada di Pos pengungsian Lapangan Swecapura, Gelgel, Klungkung, Bali, Kamis (21/9/2017) (Tribun Bali / I Nyoman Mahayasa)

"Tak perlu menjadi Muslim untuk membela Palestina. Cukup kau menjadi manusia," Recep Tayyip Erdogan.

Kalimat Presiden Turki itu belakangan menjadi trending, banyak dikutip dan dijadikan meme. Yap, kalimat itu terdengar sangat bijak. Dalam membantu siapapun kita tidak perlu lagi melihat siapa orang itu, apa latar belakangnya, suku atau agamanya. Yang jelas ketika kita mengetahui ada orang-orang yang membutuhkan bantuan sudah semestinya kita sebagai sesama manusia membantunya, atas dasar kemanusiaan bukan yang lain.

Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina sejak 1967 lalu ini telah menewaskan jutaan manusia dari kedua negara. Jumlah lebih banyak warga Palestina. Jutaan warga Palestina kehilangan tempat tinggal dan harus mengungsi. Tidak sedikit yang terluka atau menderita cacat seumur hidup akibat perang. Sebagian dari korban-korban itu warga sipil yang tidak menahu apapun. Namun mereka harus menanggung derita karena perang berkepanjangan.

Karena itu tidak salah apabila Erdogan prihatin dan sampai mengeluarkan kalimat bijak tersebut. Sosok yang menjadi idola banyak anak muda kekinian itu tahu bahwa ada permasalahan kemanusiaan besar di balik konflik tersebut. Atas dasar kemanusiaan dia mengajak siapapun untuk membantu warga Palestina yang menjadi korban konflik. Memang secara kebetulan masyarakat Palestina mayoritas beragama Islam.

Akhir Agustus kemarin di Rakhine, Myanmar terjadi konflik yang melibatkan militer dengan warga etnis Rohingya. Lembaga European Rohingya Council (ERC) merilis selama tiga hari sejak agresi militer itu sedikitnya 3.000 orang etnis Rohingya tewas. Militer membunuh laki-laki, perempuan, anak-anak, lansia sampai bayi. Sementara pemerintah Myanmar menyebut korban tewas dari agresi itu tidak lebih dari 400 orang yang sebagian besar pemberontak ARSA.

Militer Myanmar juga membumi-hanguskan pemukiman penduduk etnis Rohingya di wilayah tersebut. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merilis akibat itu 38.000 orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar ini turut menjadi perhatian di Indonesia. Kita kemudian meminjam kalimat Erdogan dan menggubahnya menjadi "Tak perlu menjadi Muslim untuk membela Rohingya. Cukup kau menjadi manusia." Alasannya tidak berbeda dengan Palestina, warga etnis Rohingya yang menjadi korban adalah manusia. Kebetulan saja mereka beragama Islam.

Kini giliran masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Agung di Karangasem, Bali mengalami musibah setelah gunung terbesar di Bali itu menunjukkan tanda-tanda akan segera meletus. Dilansir dari kompas.com, Pusat vulkanologi dan mitigasi bencana Geologis (PVMBG) telah menaikkan status Gunung Agung dari level III (siaga) menjadi level IV (awas). Naiknya status ditetapkan pada Jumat (22/9/2017) malam pukul 20.30 Wita.

Baca: Gunung Agung Awas, Bagi Masyarakat Bali Gotong-royong Adalah Kunci

Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Agung telah mulai mengungsi sejak Rabu (20/9/2017). Dilansir dari Tribun Bali, ada 49.485 orang penduduk yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana 3 (KRB 3) dari enam desa di Karangasem. Kini sebagian dari mereka telah tinggal di tenda-tenda pengungsian yang tersebar di sejumlah titik seperti di Kabupaten Klungkung, Bangli dan Buleleng.

Mereka terpaksa meninggalkan sebagian barang-barangnya, menjual murah ternak yang dimilikinya dan tidak lagi bisa bekerja sehingga tidak memiliki penghasilan. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kalau pos-pos pengungsian memerlukan makanan, air bersih, sanitasi, selimut dan obat-obatan. Pengungsi juga butuh bantuan layanan kesehatan, penerangan, pendidikan darurat dan trauma healing. Tim tanggap darurat juga membutuhkan bantuan sukarelawan di pos-pos pengungsian.

Sejumlah pengungsi kini juga sudah ada yang terkena infeksi saluran pernapasan (ISPA) karena buruknya sanitasi dan air bersih. Mereka memang tidak pernah berteriak untuk memohon kita memberikan bantuan. Namun dengan kondisi seperti itu kita sudah tahu kalau mereka sangat membutuhkan bantuan. Kebetulan memang sebagian besar pengungsi beragama Hindu. Karena itu saya ingin meminjam kalimat Erdogan dan menggubahnya menjadi "Tak perlu menjadi Hindu untuk membantu pengungsi Gunung Agung. Cukup kau menjadi manusia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun