Mohon tunggu...
lora siringoringo
lora siringoringo Mohon Tunggu... Guru - Traveller sejati

Hobby travelling yang baru diwujudkan saat tangan ini sudah tidak terbuka dan memfasilitasi sendiri. Tidak ada kata terlamvat tuk mewujudkannya. Niat dan usaha menjadikannya nyata.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Lama-lama Jadi Ketagihan

23 Maret 2017   15:09 Diperbarui: 23 Maret 2017   15:15 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Looks like rock climbing (dokumentasi pribadi)

Berawal dari perjalanan saya dengan rekan-rekan kerja ke Pulau Karimun-Dieng-Ketep Pass selama 10 hari. Hari pertama tiba di Karimun kami menikmati kembalinya matahari ke peraduannya dengan 10 menit pendakian dan selanjutnya selama 3 hari kami habiskan dengan snorkeling dan bermain air di pantai. Dari Karimun kami berlanjut ke Dieng, awalnya ada sedikit kekhawatiran mengingat perjalanan dari pantai ke daerah dingin yang bisa mencapai angka 0° dan ternyata kekhawatiran itu tidak terjadi. 

Hari pertama di Dieng kami kembali mendaki dengan jalur dimana sebelah kiri kami jurang namun aman karena sudah diberi pagar tali/bambu, dari ketinggian kami melihat danau tiga warna yang menyuguhkan pemandangan begitu indah. Keesokan harinya tengah malam kami kembali mendaki ke Sikunir, dari atas Sikunir kami dapat menyaksikan perlahan keluarnya sinar kehangatan, awan gemawan yang membuat kami ingin berjalan diatasnya serta gunung-gunung megah yang mengelilingi kami.

Ditahun berikutnya kami mengunjungi Ijen, pendakian yang kami lakukan tengah malam ditemani cahaya lampu senter dengan jalur pendakian yang tidak terlalu sulit namun saat mencapai puncak kami dibawa sampai ke bibir kawah dengan jalur yang datar namun juranglah yang ada di sisi kiri kanan kami karenanya kami harus benar-benar mendengar arahan pemimpin tur kami. Sayang saat ke Ijen kami tidak dapat melihat 'blue fire' dari bibir kawah karena tertutup kabut dan asap kawah. Kami memang tidak memilih untuk turun mendekat sampai ke blue fire mengingat kemiringannya sampai 45°.

Kali ini 25-26 Februari 2017 saya, Delima dan Elly ikut open trip yang diadakan "Shine Project" ke gunung Papandayan di Garut. Kami tidak terlalu heboh dan khawatir mempersiapkan perlengkapan mendaki ini karena yang kami dengar pendakian gunung ini adalah untuk pemula, kami hanya perlu diwajibkan membawa sleeping bag, jas hujan, obat-obatan, dan keperluan pribadi lainnya. Awal pendakian dimulai pukul 12.10 menit dengan jalur berbatu berupa anak tangga, tidak terlalu sulit namun cukup kewalahan mengatur napas. Ketika tiba di puncak bebatuan panitia menyampaikan perjalanan ke Pondok Selada tidak jadi melewati "hutan mati" karena berkabut dan cuaca yang mendung namun akan dilanjutkan melewati 'Ghober hut' dimana jalur ini sedikit lebih sulit dari hutan mati. Di pos perhentian menuju Ghober hut hujan pun turun dan kami melanjutkan perjalanan dengan memakai jas hujan dan terus hujan sampai tiba di Pondok Selada.

Tenda kami ada diatas dekat hutan dan dikelilingi dengan pohon edelweis. Karena hujan tenda kami banjir dan bocor syukurnya ketika kami minta pindah panitia mendukung karena mereka melihat kami menimba air dari dalam tenda hehhe. Setelah pindahan kami turun untuk menghangatkan tubuh dari perapian yang disediakan warung setempat. Saat itu baru jam 7.30 malam kami mendekam di tenda karena dinginnya malam, jaket, sarung tangan, kaos kaki, topi kupluk dan sleeping bag tak mampu mengusir dinginnya malam bahkan saya dan Elly sempat merasa sesak didada. Malam kami lalui dengan rasa dingin, suara-suara ribut dari teman-teman trip yang berbalasan dan suara panitia yang berjaga malam dari 'babi hutan' atau yang dijuluki 'omen' berhasil merobohkan satu tenda kami dan hampir memporak-porandakan stok beras panitia.

Jam 6 pagi beberapa dari kami berburu terbitnya matahari di Hutan Mati, namun sayang si kuning malu-malu untuk keluar. Perjalanan dilanjutkan ke puncak Tegal Alun, panitia menggambarkan jalur yang akan dilalui dimana lutut akan bertemu dengan dagu dan memberi pilihan kepada peserta untuk boleh ikut atau kembali ke tenda. 

Kami bertiga memutuskan untuk ikut dengan pendakian secara santai daaaaaaaan tara tibalah kami dijalur pendakian yang panitia sebutkan dan benar adanya bahkan lebih berbahaya karena kiri kanan kami jurang, jalan setapak, harus yakin dengan dahan pohon atau sesuatu yang dijadikan pegangan karena salah-salah bisa jatuh dan sayonara.....Kami saling menyemangati dan ketika tiba ditempat dimana saya sudah mendengar suara ribut dan saya juga dapat melihat langit biru disitu saya merasa lega karena kami sudah tiba, namun ternyata belum hhhuuuft. Perjalanan pun berlanjut kali ini tidak ada lagi jalur 'rock climbing', tanah datar yang berlumpur dan becek efek hujan semalam. Tegal Alun, kebun edelweis bunga abadi sejauh mata memandang bunga itulah yang kami lihat. Menikmati indahnya alam dipuncak gunung, bersantai dan berfoto serta mensyukuri ciptaan Tuhan itulah yang kami lakukan sebelum turun kembali.

Perjalanan turun kami tidak kalah seru dari pendakiannya; awalnya kami bertiga berjalan didepan dengan 2 orang panitia namun karena napas kami tidak sepanjang napas panitia kami pun berhenti tuk mengatur napas dan na'as kami tertinggal dengan beberapa teman lainnya. Kami mencoba mengikuti petunjuk pita didahan pohon dan mengikuti jawaban dari panggilan kami tapi kami diarahkan ke jalur pendakian awal dan kami tidak mau melewati jalur itu lagi mengingat curam, terjal dan bahayanya. 

Dan ternyata suara jawaban yang kami dengar bukanlah suara panitia namun orang lain yang sedang berada di sana. Syukur masih ada satu panitia dibelakang kami yang bisa menunjukkan jalur lain yang lebih aman tapi tidak mengurangi jiwa dan rasa petualangannya. Jalur menurun yang licin dan curam terkadang kanan atau kirinya jurang namun kami saling mengingatkan dan memberi semangat, beberapa kali terhenti karena petunjuk dipohon tidak ada dan dengan sigap panitia mengecek jalur kiri atau kanan yang harus dilalui. Ketika terdengar suara ribut kami semua bersorak menandakan kami sudah dekat dengan sumber suara dan ternyata benar kami sudah sampai, semua pun menghela napas dan bersyukur.

Hhmmm benarkah pendakian ke Tegal Alun gunung Papandayan untuk pemula? Pendakian ini tidak membuat kami jera justru lama-lama menjadi ketagihan dan hobi baru yang menantang, memacu adrenalin, menambah pengalaman, teman serta koleksi foto hehhehe. Nantikan kami Prau dan Merbabu! Indonesia pesona mu tak terlupakan, keindahan mu membawa ku kembali ke alam mu, dan kehangatan mu membuat ku terlena.

Tegal Alun (dokumentasi pribadi)
Tegal Alun (dokumentasi pribadi)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun