Mohon tunggu...
Lintang Panjer Sore
Lintang Panjer Sore Mohon Tunggu... -

Ingin menjadi insan yang baik, meskipun bukan yang terbaik.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

I am Not an Angel

18 Maret 2016   13:13 Diperbarui: 18 Maret 2016   13:40 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

                I am not an Angel
              Lintang Panjer Sore

Berawal dari pertemuan di siang itu, yang sememangnya sudah kita rencanakan jauh-jauh hari. Tepatnya sesaat setelah kau membuka daun pintu rumahmu lebar-lebar dan mempersilahkanku masuk untuk duduk sejajar denganmu. Aku memutuskan untuk keluar dari rumah seorang nenek dan memilih rumahmu sebagai rumah keduaku, setelah kita berdua sepakat untuk saling memberi dan menerima. Jujur tak dapat aku tutupi, saat pertama kali aku melihatmu, kelak, akan ada kebijaksanaan yang aku peroleh. 

Ada kedamaian, ketenangan dan keselamatan yang akan aku dapat. Dari tanganmu yang santun, senyummu yang tak pernah surut, ramahmu yang bersahabat dan nada bicaramu yang seperti seorang ibu. Tak membedakan siapa aku dari keluargamu.

Mungkin inilah jalan hidupku di tanah orang, yang telah digariskan oleh Tuhan. Setelah dua tahun empat bulan perjalananku yang tak luput dari batu sandungan dan krikil tajam, akhirnya aku bisa sampai di sini, di rumahmu dan padamu yang akan memberikan semua hak-hakku atas pengabdian yang akan kuberikan.
“Dear,” begitulah pertama kali kau memanggilku. Sungguh, sejujurnya aku malu dengan panggilan yang kau tujukan padaku. Namun aku tak bisa membantah, karena aku tahu mungkin ianya lebih nyaman dan gampang untuk kau sebut daripada harus memanggil namaku yang mempunyai awalan huruf I dan R yang mungkin akan membuat lidahmu kesleo menjadi il.

“This is your room,” ucapmu sembari memegang kedua pundakku saat kau tunjukan sebuah ruangan yang lumayan besar. Kusapukan pandangan dari sudut ke sudut ruang dan berakhir pas di tengah ruangan, sebuah tempat tidur single dengan balutan kain penutup kasur warna biru membuat mataku berkaca-kaca. Sebuah TV 24 inc dan meja makan yang tertata rapi menambahkan lagi di kedalaman langit hati ini mulai gerimis. Tiba-tiba bayangan dua tahun silam tersibak.

Di sebuah gudang kecil yang terdapat tumpukan barang dan peralatan rumah, di atasnya terdapat sebuah tempat tidur yang luasnya hanya selebar dan sepanjang badan. Di sanalah tempat di mana kulelapkan mata, untuk menghilangkan segala penat setelah seharian penuh bergelut dengan pekerjaan demi mengumpulkan dolar. Tempat untuk kumenghadap Tuhan dengan cara yang aku bisa, yaitu menjalankan salat lima waktu dengan cara duduk karena sempitnya ruangan yang tidak memungkinkaku untuk berdiri tegap, karena jarak tempat kumerebahkan badan dengan langit-langit ruang hanya berjarak kurang dari satu meter.

“Dear, if you really want to help me, answer me soon, don't make me wait too long,” suaramu telah mengembalikan pikiranku dari bayangan dua tahun silam.


“I won't make you wait, I'll give you the answer right now. I'll work for you, helping you and take care of your family. I want to serve you here, in your home,” ucapku dengan penuh kemantapan hati telah membuat bibirmu menyunggingkan senyum lebar lalu kau meneruskan kalimatmu , “ and your second home as well, Dear.” Yang kembali membuat langit hatiku merinai.

Tak terasa masa dari berawalnya pertemuan kita telah menggiring perjalananku beranjak sampai ke delapan bulan kemudian. Entah kenapa jangka waktu delapan bulan rasanya begitu singkat. Apakah karena hatiku telah berada di antara keluargamu, atau karena hari-hari yang berlalu selalu ada dirimu untuk menyemangati aku, atau karena rumahmu terasa seperti rumahku juga. Yah, mungkin karena itu, aku hampir tidak merasakan kitaran waktu yang telah beranjak pergi.

Dear my angel, please prepare oatmeal for tomorrow Sir's breakfast. Enjoy your holiday, and have a nice day. See you at night. Thanks. Setiap kali membaca kalimat yang sengaja kau tuliskan untukku, hati ini sangat terharu. Rangkaian kata yang kau tuturkan lewat tulisan, sedikitpun tak mengurangi rasa hormatmu sesama insan seperti aku yang merasa siapalah diri di matamu. 

Dan dalam tulisanmu kau memanggilku Angel, hingga saat ini tiada yang berubah atas panggilan itu. Tiap kali kau berteriak memerlukan aku, mencariku lewat telpon, menyapaku di pagi hari dan menginginkan keberadaanku untuk mendekat serta mendengarkan cerita masalalumu, dengan keluarga, teman atau lingkungan sekitarmu, kau selalu memanggilku dengan panggilan Angel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun