Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Luana?

1 September 2017   21:59 Diperbarui: 2 September 2017   09:37 1974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luana? Itu kamu? Saya menitipkan surat ini ke rerumputan di taman kota. Hari ini orang-orang di sini mempertanyakan genangan cairan berwarna biru muda di bawah pohon besar taman kota. Mereka enggan berteduh di bawah pohon itu karena warna biru biasanya beracun. Biar begitu, saya tahu itu karena kamu, dan kamu tidak beracun.

Luana, kemarin kamu berbisik dari bawah pohon besar sambil menepuk-nepuk rumput, "di sini." Saya hampir tidak mengenalimu, rupanya kamu mengecat seluruh tubuhmu serupa Angkasa.

"Mereka bilang, duduk di atas bayangan-bayangan pohon mengurangi terik," ujarmu lagi. Cat di bagian bawah matamu luntur. Kamu kepanasan atau diam-diam berlinang? Tanda hitam di bawah matamu lebih banyak berbicara.

Kamu biasanya cukup beratapkan Angkasa sebilang hari. Bahkan, terkadang kamu bercanda dengan Matahari.

"Apa yang salah dengan terik, Luana?" saya bertanya.

"Suhunya melelehkan cokelat,"jawabmu.   

"Mengapa tak kamu suapi saja Matahari dengan air dingin?"

"Kemarin sudah, ia menolak, saya paksa. Ia muntahkan lagi sampai atap rumah saya basah."

"Dia pasti benci kamu sekarang, Luana."

"Jika Saja, bagaimana rasanya disukai semuanya? Matahari, Angkasa, bahkan bayangan-bayangan ini?"

"Begini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun