Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mempertanyakan Distribusi Gula Pasir dalam Operasi Pasar di Yogyakarta

29 Juni 2016   00:22 Diperbarui: 29 Juni 2016   09:55 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - gula pasir di pasar tradisional. (Kompas)

Hari-hari menjelang lebaran tiba seperti saat ini (28 Juni 2016) harga-harga kebutuhan pokok sudah merangkak naik, bahkan sebelum bulan puasa tiba, perubahan harga sudah terasa. Salah satu komoditi yang dapat langsung penulis amati di lapangan yaitu harga gula pasir sekarang mencapai Rp 16.650/kg di pasaran umum dari harga yang dulunya Rp 11.000/kg. Ini merupakan bukti bahwa kenaikan harga gula pasir cukup signifikan sehingga jika tidak dikendalikan, kemampuan masyarakat untuk memperoleh kebutuhan gula pasir sulit terpenuhi mengingat daya belinya sangat terbatas.

Melihat kondisi gejolak harga gula pasir yang merangkak naik, pemerintah melalui Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) di seluruh daerah segera melancarkan apa yang disebut Operasi Pasar (OP) dengan harapan harga gula pasir tidak membubung alias terkendali. Di Yogyakarta hal ini juga terjadi. Sebagaimana penulis yang bekerja menjadi buruh dagang di Pasar Kranggan ingin berbagi pengalaman lewat tulisan ini. Betapa tidak, dalam proses untuk mendapatkan gula pasir, penulis mengikuti prosedur dan mekanisme pendaftaran via Lurah Pasar setempat, diteruskan pendaftaran ke PPI Yogyakarta untuk dicatat sebagai pendistribusi gula pasir atau dijual kepada khalayak luas di los pasar.

Kesertaan penulis untuk memperoleh gula pasir harga Operasi Pasar dengan harapan juga membantu agar masyarakat kecil (baca: wong cilik) bisa mendapatkan/membeli kebutuhan gula pasir dengan harga yang terjangkau/relatif murah.

Melihat praktek Operasi Pasar kali ini nampak ada sedikit kejanggalan. Di antaranya, data perolehan yang seharusnya sesuai catatan di PPI – ternyata tidak sesuai dengan realitanya. Dapat disebutkan bahwa penulis sebagai buruh dagang di Pasar Kranggan Yogyakarta tercatat di PPI mendapatkan order sebanyak 8 karung gula pasir (4 kwintal). Namun, kenyataannya tidak demikian, bahkan hanya mendapat 5 karung (2,5 kwintal). Ke mana 3 karung gula pasir yang seharusnya diterimakan kepada penulis?

Terhadap kondisi riil demikian, mungkin banyak hal yang perlu dipersoalkan sekaligus dicermati dan dievaluasi. Jangan sampai peristiwa seperti ini selalu berlangsung secara terus-menerus, termasuk proses pendistribusian kebutuhan sembako lain - supaya langkah pemerintah dalam melaksanakan Operasi Pasar, khususnya terhadap pengendalian harga gula pasir dan sembako bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Kepada pihak-pihak yang berkompeten, semoga tulisan ini dapat memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang prorakyat. Sekian.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun