Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indahnya Hidup dalam Kebersamaan dan Keberagaman

31 Juli 2017   11:11 Diperbarui: 1 Agustus 2017   06:41 5000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sangat beruntung penulis hidup dalam keluarga sederhana dan sejak muda usia sudah mengenal orang-orang yang mempunyai latar belakang atau asal usul dari tempat berbeda. Yogyakarta sebagai tujuan pelajar dan mahasiswa menuntut ilmu -- telah menjadikan kota ini banyak dikunjungi saudara-saudara kita dari luar kota, luar Pulau Jawa - yang selanjutnya bertempat tinggal sementara hingga menyelesaikan studinya.

Rumah-rumah kost maupun asrama daerah untuk pelajar dan mahasiswa cukup banyak ditemui di Yogyakarta, sehingga relasi pertemanan mudah untuk dibangun. Ada teman dari Aceh, Sumatera Utara (Batak), Sumatera Barat (Padang), Riau, Jambi, Bangka-Belitung, Lampung, Jakarta (Betawi), Jawa Barat (Sunda), Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, bahkan Papua.

Dari gambaran tersebut, maka tidak salah bilamana ada yang menyebutkan bahwa Yogyakarta merupakan tempat 'berkumpulnya' orang-orang berasal dari berbagai penjuru  tanah air tercinta ini. Dalam perkataan lain, Yogyakarta adalah miniaturnya Indonesia.

Banyak kesempatan untuk membangun suasana keakraban antar teman yang bisa kita kenal, baik dalam kegiatan formal maupun nonformal, misalnya mengikuti acara-acara pertemuan, sarasehan atau diskusi-diskusi sosial kemasyarakatan. Bisa juga melalui event-event tertentu seperti menyaksikan pertunjukan seni-budaya atau giat yang melibatkan anak muda yang seringkali dipentaskan di gedung atau ruang publik lainnya.

Yang paling santai dalam membangun pertemanan adalah manakala kita bersamaan nongkrong untuk makan di warung-warung pinggir jalan terutama di malam hari lebih menjadikan suasana persaudaraan saling berbagi cerita, bahkan bisa disambung di waktu-waktu berikutnya. Dalam suasana demikianlah menurut pengalaman penulis  menjadikan hubungan pertemanan semakin akrab dan biasanya menjadi karib. Budayawan/seniman Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), Butet Kertaradjasa dan konco-konco tidak jarang melakukan hal serupa ketika di Yogyakarta.

Terlepas dari itu, suasana kebersamaan nampak ketika kita berkumpul dalam satu forum untuk sebuah diskusi organisasi melibatkan banyak rekan yang berasal dari beberapa suku/daerah. Kehangatan pertemanan sangat terasa indah justru dalam suasana nonformal, saling berkontribusi pendapat, saling mendengar, memberi waktu/kesempatan kepada setiap person, tanpa ada yang paling benar, lepas dari sikap primordial dan tiada yang merendahkan siapapun sehingga menyatu dalam upaya untuk membangun pengetahuan bersama.

Persoalan dari mana asal muasal seseorang dalam forum diskusi, ketika kebersamaan dalam artian kepentingan bersama (common interest) sudah terkondisi -- semuanya akan terlebur menjadi satu tali kesatuan untuk mencapai apa yang dicitakan. Perbedaan pendapat  tidak lagi ditabukan, merupakan sesuatu yang lazim dan semakin menambah pengkayaan wawasan, saling melengkapi serta penajaman analisis terhadap topik yang dibahas. Kebersamaan sikap/tindakan yang dilandasi nilai budaya membumi (moral-budi pekerti) pada gilirannya membuahkan apa yang dinamakan musyawarah untuk mufakat.

Disinilah kebersamaan telah mendorong praktek keberagaman, menggugah kita untuk saling bertoleransi, saling menghargai atau menghormati, saling mengakomodasi kepentingan sehingga sikap ego dan arogansi tidak muncul kepermukaan. Keberagaman ternyata juga memberikan kesempatan kepada kita semua untuk berbagi, bisa saling asah, asih, asuh dan melepaskan sekat-sekat perbedaan tanpa ada pihak yang merasa rugi atau dirugikan, baik dalam hal sikap, pemikiran maupun harga diri seseorang.

Betapa indahnya hidup dalam kebersamaan dan keberagaman, yang semua itu sangat bergantung pada cara pandang, cara memaknai dan cara menyikapi persoalan bagi setiap orang atau siapa saja yang terlibat didalamnya. Kesadaran akan penghargaan dan penghormatan terhadap hak partisipasi, memberi kesempatan dan peluang sama tanpa memandang mayoritas-minoritas (hak kesederajatan), merupakan modal awal untuk meraih kemajuan disegala bidang kehidupan.

Barangkali momentum perayaan hari kemerdekaan di bulan Agustus tahun 2017 nantinya tidak hanya dimeriahkan dengan tontonan maupun gebyar-gemerlap disertai penampilan 'wah' dan giat seremonial belaka. Jauh lebih penting yaitu menghayati nilai-nilai untuk mengisi kemerdekaan dengan tetap menghidupkan sikap kebersamaan dan keberagaman sehingga negeri tercinta Indonesia semakin maju dan berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun