Mohon tunggu...
Lidia Alfi
Lidia Alfi Mohon Tunggu... Freelancer - Pecinta makanan

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ani-Ani, Alat Panen yang Hampir Punah

16 Maret 2020   15:28 Diperbarui: 16 Maret 2020   15:30 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat bermain facebook ada yang memosting alat yang cukup sederhana yang saat ini jarang di jumpai bahkan tidak ada yang memakai lagi, alat itu kalau bahasa orang Dukuh Kedawung Desa Wanatirta Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Jawa Tengah bernama "Ani-Ani". Ketika kecil pernah mendengar,  ani- ani di gunakan untuk memanen padi agar dapat memilah antara padi yang tua dan yang muda sehingga saat panen pun tidak semua padi di panen hanya yang sudah tua, dengan cara memotong batang padi satu persatu. Mungkin saat itu membutuhkan waktu yang lama untuk manen padi.

Selain untuk memanen padi, ani- ani dapat di pergunakan untuk memetik daun sereh, memetik melinjo dan sayuran, tetapi alat itu sudah mulai hilang apalagi dengan perkembangan zaman, sekarang untuk mencangkul, menanam pagi, memanen padi di area datar atau kota sudah menggunakan alat yang moderen sehingga tenaga manusia jarang sekali di gunakan karena semuanya serba alat canggih.

Berbeda sekali kalau di desa walaupun sudah menggunakan alat moderen tetapi tidak semua pekerjakan menggunakan alat canggih karena untuk menggunakan alat juga butuh biaya besar apa lagi daerah tidak rata.

Penasaran ngga sih kenapa dinamakan Ani-Ani seperti nama orang saja. Seperti biasa untuk menjawab rasa ingin tahu , kita cari di google.com https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ani-ani.

Ani-ani atau ketam adalah sebuah pisau kecil yang dipakai untuk memanen padi. Dengan ani-ani tangkai bulir padi dipotong satu-satu, sehingga proses ini memakan banyak pekerjaan dan waktu, namun keuntungannya ialah, berbeda dengan penggunaan sebuah clurit atau arit, tidak semua batang ikut terpotong. 

Dengan demikian, bulir yang belum masak tidak ikut terpotong.

Ada kepercayaan bahwa padi yang akan dipanen, yang juga perwujudan sang dewi, harus diperlakukan dengan hormat dan lembut dipotong satu persatu, tidak boleh dibabat secara kasar begitu saja.

Hingga kini tradisi kepercayaan itu masih banyak diamalkan, misalnya upacara tradisional panen padi masyarakat Sunda yang disebut Seren Taun.

KBC-07 | Kompasianer Brebes

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun