Mohon tunggu...
Lia Sutiani
Lia Sutiani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Suka nulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Suburnya Benalu Parlemen Senayan

4 April 2019   12:29 Diperbarui: 4 April 2019   12:43 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wakil rakyat atau dikenal sebagai DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) merupakan lembaga legislatif yang duduk di parlemen. DPR merupakan lembaga berfungsi untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintahan. Namun kenyataannya, kinerja kebanyakan anggota DPR dianggap kurang optimal dalam menyampaikan aspirasi apalagi mengayomi masyarakat. 

Sejak dulu hingga sekarang DPR dikenal sebagai lembaga yang rawan korupsi. Anggota DPR terbilang cukup banyak melakukan suap menyuap yang hanya untuk memperkaya diri. Dari tahun ke tahun pasti selalu ada anggota dewan yang terjerat kasus korupsi. Pundi rupiah yang dirugikan pun nominalnya tidak lagi ratusan juta tetapi hingga miliaran rupiah. Padahal, anggota dewan tergolong sebagai lembaga yang memperolah gaji tertinggi di negeri yang berkembang ini.

Kursi DPR selama ini banyak diperebutkan, bahkan tidak sedikit golongan selebritas yang turut andil untuk berebut kursi parlemen ini. Akan tetapi, fakta yang ada kini seolah menjadi tradisi yang tetap dilestarikan oleh anggota dewan tak berbudi adalah korupsi. Kenikmatan dan fasilitas yang disedikan pemerintah untuk anggota DPR tidaklah sedikit sehingga kursi parlemen ini selalu menjadi sasaran empuk untuk korupsi. Korupsi seolah menjadi kelumrahan di negeri ini. Hukuman yang tidak setimpal juga membuat tidak jera para koruptor sehingga korupsi terus menggerogoti tubuh DPR. 

Sejak dilantik pada 1 Oktober 2014, sudah tujuh dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) periode 2014-2019 ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sangkaan menerima suap. Menurut data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dari tahun 2004 hingga 2018 tercatat sebanyak 65 anggota dewan tertangkapa tindak pidana kasus korupsi. Selain itu, dari data tersebut kasus korupsi pada anggota DPR bukannya menurun tapi cenderung mengalami peningkatan. Data tersebut menunjukkan kinerja para anggota dewan tak layak diajungi jempol.

Para anggota dewan yang terjerat korupsi bahkan tak malu untuk tersenyum pada awak media seperti tidak melakukan dosa pada rakyat di negeri ini. Merasa tertampar apabila tertangkap basah melakukan korupsi, tentunya tidak, anggota dewan lebih memilih bangga mengenakan rompi orange dengan label tahanan KPK. Harta yang masih bergelimang menjadikan para dewan koruptor serasa masih di atas kekuasaan dan mampu mengendalikan hukum di balik jeruji. Parahnya lagi, jual beli sel sering terjadi khususnya di Lapas Sukamiskin.

Dilansir dari halaman detik.com, berdasarkan Lembaga Survei Polling Centre dengan bekerja sama Indonesia Corruption Watch (ICW) yang melakukan survei antikorupsi 2017, parpol, perusahaan swasta, dan DPR merupakan lembaga paling tidak dipercaya rakyat Indonesia karena kepercayaan terhadap tiga lembaga ini berturut-turut hanya 35%, 49%, dan 51% dari rakyat Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa rasa kepercayaan rakyat pada anggota dewan mulai punah akibat ternodai oleh kasus korupsi.

Korupsi merupakan sebuah benalu lama di negeri ini dan sudah menjadi budaya yang mengakar kuat. Bertahun-tahun masyakarat Indonesia hanya bisa menahan kekecewaan setiap kali KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengawal anggota dewan berompi orange. Rakyat pun memberikan sebutan khusus bagi para dewan koruptor tersebut dengan nama "Tikus Parlemen". Kinerja yang buruk yang terkadang tersorot kamera nampak tidur pulas saat rapat semakin mengecewakan rakyat. Harapan rakyat agar keluh kesah akan masalah disampaikan oleh anggota dewan kepada pemerintah pun seolah wacana belaka. Orang-orang berdasi yang menyandang posisi DPR pun hanya sebuah jabatan fana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun