Alunan lagu terdengar di audioplayer. Sesekali Ayah Calvin dan Jose ikut bernyanyi. Mereka hafal liriknya. Perjalanan jadi tak terasa jauhnya.
Supir keluarga memperhatikan ayah dan anak itu sambil tersenyum. Ia senang bisa mengantar Jose dan Ayah Calvin. Mau tak mau teringat anaknya di rumah.
Ia lihat Ayah Calvin begitu lembut memakaikan blazer ke tubuh Jose. Sabar melayani protes anak tunggalnya. Jose tak suka memakai baju lengan panjang. Kata Ayah Calvin, Jose tak boleh lagi memakai baju berlengan pendek.
"Kenapa nggak boleh, Ayah?" tanya Jose ingin tahu.
"Itu...itu karena tangan Jose penuh luka." Ayah Calvin hati-hati menjelaskan.
"Memangnya kenapa kalo tanganku banyak luka? Jadi jelek ya?" Jose bertanya lagi, tak puas.
Ayah Calvin kehilangan kata-kata. Takkan pernah ia mengatai anaknya jelek. Jose tampan, sangat tampan. Wajahnya mirip Ayah Calvin. Hanya saja, orang akan menganggap aneh melihat tangannya yang penuh luka.
Setengah perjalanan, mereka berhenti di sebuah resto. Makan siang dan melepas lelah. Ayah Calvin mengajak supirnya duduk semeja. Melihat itu, Jose terkesan. Ia akan meniru Ayah Calvin bila sudah besar nanti.
"Ayah, ini apa?" tanya Jose seraya menunjuk kue berlapis kacang dan dilumuri madu.