Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Psikolove, Akhirnya Ku Menemukanmu (11)

12 Januari 2018   06:35 Diperbarui: 12 Januari 2018   08:27 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dear diary,

Calvin datang ke kantorku dengan wajah pucat. Katanya, dia dipaksa Papanya kembali ke perusahaan. Aku tahu siapa Calvin Wan. Bila dia sudah mengatakan sesuatu, maka ia takkan menarik kata-katanya lagi. Sejak awal, Calvin sudah mengatakan ia mengundurkan diri dari perusahaan keluarga. Ia tak akan menarik lagi perkataannya.

Sayangnya, Papanya terus membujuk agar dia kembali. Kupikir-pikir Papanya terlalu keras. Suka memaksakan kehendak pada anaknya. Hanya karena Calvin anak pertama, apakah semua tanggung jawab harus diserahkan padanya? Bukankah sudah ada Adica?

Oh iya. Tadi pagi, Adica mengirimiku bunga. Berkeras minta balikan. Wow...it's not easy. Aku sudah tak mencintainya, Diary. Kukatakan berkali-kali, carilah wanita yang lebih baik. Namun Adica tak bergeming. Tetap saja ia menginginkan diriku lagi.

Diary, mungkin Adica sudah tahu alasanku memutuskan hubungan dengannya. Aneh kalau dia tak tahu alasannya. Satu hal yang kukhawatirkan: marahkah Adica pada Ccalvin? Aku takut Calvin terluka.

Clara menutup diarynya. Meletakkan pulpennya. Wajah Calvin kembali terbayang. Seraut wajah pucat yang tetap tampan. Teringat pula sesi konselingnya.

Sulit, sangat sulit. Calvin terdesak dengan kemauan Papanya. Bukannya kembali ke perusahaan keluarga, ia malah membuka usaha sendiri. Menekuni bisnis saham. Bidang usaha yang sangat berbeda dengan perusahaan keluarga yang dikelolanya selama ini.

Separuh waktu sesi konseling, Calvin nampak putus asa. Tak tahu bagaimana menghadapi sang Papa. Clara mencoba dan terus mencoba. Syukurlah hasilnya tidak terlalu buruk. Calvin meninggalkan kantornya dengan raut wajah lebih ceria. Tak sepucat tadi.

Tugasnya menyembuhkan klien istimewa ia lakukan sepenuh hati. Clara mengobati Calvvin, dengan penuh cinta. Psikolog cantik yang kini sedang jatuh cinta pada klien istimewanya.

Mengingat hal itu, jantung Clara berdegup lebih cepat. Buru-buru diliriknya jam tangan. Time to lunch, pikirnya. Dibukanya lunchbox. Clara jarang makan siang di luar. Ia lebih suka membawa bekal dari rumah. Gengsi? Buat apa? Toh makanan rumahan jauh lebih sehat dibanding makanan di luar. Paling tidak, sudah terjamin kebersihannya. Higienis, halal, dan lezat.

Seperti biasa, Clara menikmati makan siangnya sendirian. Ayam saus lemon itu dilahapnya pelan-pelan. Ini bekal makan siang buatan Sarah. Clara tak pandai memasak. Kakak sulungnyalah yang mahir melakukan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun