Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Secuil Mimpi

1 Mei 2016   20:06 Diperbarui: 1 Mei 2016   20:19 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Aku hanya butuh pengertianmu untuk menikmati sedikit ketenangan hidup, itupun kamu tak rela memberikan! Awal sekali, saat kamu memutuskan minggat begitu saja meninggalkanku dan seorang anak hasil hubungan kita, tidak setetespun air mata keluar. Sudah menjadi tekadku mubadzir buat apa, aku sekonyol itu. Bagaikan telah mati rasa.

Aku langsung buang muka, sambil memandang dinding kardus membelakangi tubuhmu, sesaat melenggang pergi. Tidak berusaha tahu seperti apa ekspresimu saat itu, rona penyesalan tergurat atau sebaliknya senyum kebebasan yang menghias dalam benak karena merasa sebentar lagi mengelana ke mana suka tanpa kekangan?! Kedualah yang menggelayut,”yak aku bebaas lepas, merdeka mencari perempuan-perempuan lain di sana,” pikirku, “Lelaki pemalas macammu hanya bisa makan, mabuk dan judi-mengandalkan hasil keringat istri, siapapun perempuan di dunia ini tak akan ada yang sudi.”

 Sampai sejauh ini, aku semakin menyadari bahwa sebongkah cinta yang dulu payah-payah kita himpun berdua di pojok rasa secara tanpa sengaja, perlahan namun pasti surut oleh karena tergerus penderitaan demi penderitaan, kesedihan demi kesedihan. Cinta kata banyak orang mampu menaklukan sekeras apapun dunia, ternyata tidak berlaku untuk kita. Cinta saja tidaklah cukup, manakala terus menahan gempuran lapar bertubi-tubi terlebih anak kita. Sedangkan hari-hari hanya aku yang harus berjuang sendirian melawan, menghidupi-aku, kamu dan anak kita- dengan jemari yang terlampau lemah untuk mengais makanan di sela-sela deru mesin dan terik membakar. 

Andai saja kamu sedikit saja punya niat dan kemauan membantu, kerja apa saja yang penting dapat duit, beban tanggungan hidup tidak akan seberat ini. Tidak musti aku yang terpaksa menengadahkan tangan, menarik simpati dan iba semua orang atau menunggu jatuhnya rejeki dari langit. Andai saja kamu sedikit saja punya mau, mau berkeringat, mau capek, mau menggali kemampuan, hari-hariku tidak habis untuk mengutuki nasib dan menggugati Tuhan mengapa nasib kita serunyam ini.

Aku sama sekali tidak tahu kalau kamu tidak seperti laki-laki kebanyakan, yang punya urat malu dan ego harga diri tinggi sebagai seorang laki-laki, sudah seharusnya bertanggung jawab menghidupi anak-istri sebagai tulang punggung keluarga.

Kalau diingat-ingat salahku juga mengapa hubungan yang terjadi tidak sewajarnya, tidak melalui proses dan melewati kurun waktu, tetap berlanjut. Hubungan kita lahir begitu terpaksa, berawal saat usahamu memperkosa di rumah kardusku di malam temerawang kelap kelip lampu kota, mengalami kegagalan. Di sanalah awal aku mengenalmu, kenekatanmu kembali datang ke esokan hari dengan pengakuan yang terus terang, meminta maaf seraya berani menyatakan suka, entah kenapa tidak membuatku marah. 

Aku tidak memahami jalan pikiranku sendiri, apakah sikapku itu terdorong dari lubuk hati terdalam atas simpati lebih tepatnya cinta, yang tiba-tiba datang atau reaksi ketakutan alami sehingga lebih baik diam tidak melawan daripada nyawa melayang oleh api dendam. Siapa yang akan membela dan melindungiku di muka bumi ini, atas semua yang telah terjadi dan belum terjadi, dengan hanya hidup seorang diri berselimut bayang ancaman dan kelemahanku. Alangkah konyol dan tidak ada gunanya perlawanan. Sekarang aku melawan dan berhasil lolos dari pemerkosaan, lalu bagaimana dengan besok dan besoknya lagi?

Kengebetanmu tidak kunjung surut, membuatku menyerah! Sudahlah, mungkin ini jalan yang terbaik itung-itung ada lelaki yang mau menikahi pastinya aku tidak lagi takut oleh ancaman kejahatan karena ada suami yang selalu melindungi.

Wajarlah keputusanku akhirnya mau menikah dengan orang yang sama sekali aku tidak mengenal sebelum-sebelumnya!? Sebenarnya kita belum bisa dikatakan menikah, kawin ya, karena untuk mengurus biaya nikah saja tidak punya duit.

###

 Aku hanya butuh sedikit ketenangan! Biarkan kebisuan mengantarmu enyah untuk selamanya, dan jangan coba-coba kembali. Denganmu atau tanpamu tak soal, kiranya lebih baik tanpamu, hidupku semoga lebih damai dan indah. Pergilah jauh, jangan usik kehidupanku. Aku sanggup hidup sendirian, membesarkan dan menjadikan anak kita selayaknya manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun