Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trik Politik Megawati Semakin Lihai, Posisi Kalla, Paloh dan Luhut Semakin Terkunci

6 November 2015   10:39 Diperbarui: 6 November 2015   13:29 4076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini, Megawati terlihat semakin lihai dan lugas memainkan trik politiknya di istana. Belajar dari pengalaman politik masa lalunya, kini Megawati semakin matang dan lihai dalam memainkan pion kekuasaannya. Hal itu terlihat dari gerak-gerik partainya, PDIP, yang lihai bermanufer.

Sampai awal November 2015 ini, penulis melihat sepak terjang PDIP terus berusaha memanfaatkan semua celah untuk memaksa Jokowi kembali melakukan perombakan kabinetnya. Isu reshuffle kabinet Jilid II sengaja dihembus terus-menerus oleh PDIP untuk menggoyang kelompok Kalla, Paloh dan Jokowi. Tentu saja tujuan goyangan itu bukanlah untuk kepentingan bangsa tetapi kepentingan partai dan elit PDIP itu sendiri. Namanya juga kekuasaan. Kekuasaan itu bisa dikamuflasekan dengan memakai jargon rakyat, demi kepentingan rakyat.  Sebelumnya pada reshuffle kabinet JIlid I, posisi-posisi menteri yang diincar oleh PDIP belum memuaskan alias masih kurang.

Dalam penyusunan kabinet sebelumnya dan juga sesudah reshuffle kabinet Jilid I, PDIP sebagai partai pemenang pemilu dan pendukung utama Presiden Jokowi terlihat masih kecewa besar. PDIP merasa  belum mendapat posisi Menteri yang strategis. Hampir semua posisi menteri strategis diambil oleh kelompok Kalla, Paloh dan Jokowi. Sebagai contoh, Kementerian BUMN yang merupakan ‘lahan sangat basah’ diambil oleh kelompok Jusuf Kalla, Rini Soemarno. Menko Polhukam, dan Jaksa Agung diambil oleh Tedjo dan Prasetyo, orangnya Surya Paloh. Sekretaris Kabinet dan Kepala Staf Kepresidenan diambil oleh kelompok Jokowi.

Kekecewaan PDIP itu semakin terlihat kepada Jokowi terjadi ketika mereka gagal menempatkan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri. Sejak saat itu, para politisi PDI-P dengan arahan Megawati mulai berusaha menjatuhkan menteri atau pejabat kelompok Jokowi, Surya Paloh dan Jusuf Kalla dari berbagai sudut. Maka tak heran serangan gencar dari Effendi Simbolon, Dyah Pitaloka dan Masinton Pasaribu, datang silih berganti menyerang para menteri Jokowi. Serangan-serangan itu kemudian membuahkan hasil dengan memaksa Presiden Jokowi mereshuffle kabinetnya, yang dikenal dengan reshuffle kabinet Jilid I.

Dalam reshuffle kabinet Jilid I itu, orang-orang dari kelompok Jokowi yang terlihat banyak tertendang keluar. Mereka adalah Andrinof Chaniago yang tersingkir dari posisi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Andi Widjajanto dari kursi Sekretaris Kabinet, dan Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo. Luhut Pandjaitan juga direposisi dari Kepala Staf Kepresidenan menjadi Menko Polhukam. Luhut menggantikan Tedjo Edhie Wibowo, orangnya Surya Paloh.

Pada perombakan kabinet Jilid I itu, orangnya Kalla lebih beruntung. Menteri BUMN Rini Soemarno lolos dari lubang jarum dan tidak ikut menjadi korban. Sementar orang Kalla lainnya, Sofjan Djalil hanya direposisi dari Menko Perekonomian menjadi Menteri PPN / Kepala Bappenas. Lalu bagaimana PDIP atau orangnya Megawati?

Nasib PDIP dalam reshuffle Jilid I itu lumayan meningkat. Tak ada satu pun menteri dari PDIP yang tergusur dari posisi menteri. Bahkan kader PDIP Teten Masduki berhasil menjadi Kepala Staf Kepresidenan, Pramono Anum, menjadi Sekretaris Kabinet dan Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman dan Sumber Daya. Rupanya keberhasilan menempatkan tiga orang pion itu belumlah memuaskan PDI-P. Buktinya sampai sekarang PDIP  terus menggoyang posisi menteri kelompok Kalla, Paloh dan  Jokowi. Caranya dengan menciptakan dan memanfaatkan berbagai isu.

Kelompok Kalla adalah kelompok yang pertama diserang oleh grup elit PDIP dengan memainkan isu korupsi di Pelindo II. Alasannya, Dirut Pelindo II RJ Lino adalah orang kesayangan Kalla. Ketika Bareskrim menggeledah kantor Pelindo, RJ Lino terlihat mengadu kepada Menteri PPN Sofjan Dalil lewat telepon. Buntut dari penggeledahan kantor Pelindo II, Kabareskrim Budi Waseso berulang kali ditelepon oleh Wapres Kalla.  Budi Waseso pun akhirnya dirotasi menjadi Kepala BNN. Karena isu Pelindo II sedemikian lezat,  para elit  PDI-P terus menggoreng kasus Pelindo II. Para anggota PDIP-lah  yang menjadi pelopor pembentukan Pansus Pelindo II. Dalih dibentuknya pansus Pelindo II adalah untuk menyelediki kasus korupsi. Tetapi sebetulnya, Pansus Pelindo II bertujuan untuk menyudutkan Kalla melalui  RJ Lino, Sofjan Djalil dan Rini Somarno.

Sementara kelompok Paloh tidak luput juga dari sasaran serangan grup elit PDIP. Diciduknya, pengacara terkenal sekaligus Ketua Mahkamah Partai Nasdem OC Kaligis oleh KPK dalam kasus penyuapan hakim PTUN Medan, membuat posisi Partai Nasdem babak belur. Perkembangan kasus OC Kaligis membawa Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella menjadi tersangka. Karena, Jaksa Agung M. Prasetyo berasal dari partai sama, mulailah ada spekulasi bahwa Jaksa Agung terlibat dalam kasus tersebut. Tentu saja kasus tersebut dimanfaatkan oleh kelompok PDIP yang menginginkan posisi Jaksa Agung.

Selain kelompoknya Kalla dan Paloh, kelompok Jokowi  juga tidak ketinggalan dari serangan. Menko Polkam, Luhut Panjaitan, juga terus  digoyang. Momentum untuk menggoyang Luhut tercipta ketika kebakaran hutan melanda Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Politisi PDI-P membonceng usul anggota DPR dari fraksi lain agar dibentuk pansus kebakaran hutan. Tujuan dari pansus kebakaran hutan jelas ingin menyudutkan Luhut Panjaitan. Karena, banyak isu yang beredar bahwa Luhut dekat  dengan salah satu pemilik lahan kelapa sawit terbesar di Indonesia.

Selain serangan dari grup elit PDIP, serangan juga datang dari dalam menteri Jokowi, Rizal Ramli  yang pro-PDIP atau mantan Menteri Megawati. Rizal dengan gigihnya menyerang Menteri BUMN Rini Soemarno, RJ Lino, Kalla, Sudriman Said dan Soyan Basir. Karena kegigihan Rizal mengkritisi kebijakan pemerintah, membuat nama Rizal semakin populer. Bantahan yang telah dilontarkan oleh  Jusuf Kalla, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said, Dirut PLN Sofyan Basir, dan Dirut Pelindo II R.J. Lino tidak dipercayai publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun