Mohon tunggu...
Humaniora

Islam dalam Menilai “Humanisme” pada Pengikutnya

26 Mei 2017   16:36 Diperbarui: 26 Mei 2017   17:06 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

          Konsepsi Islam mengajarkan pada umatnya, bahwa Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidaklah menciptakan manusia dengan sia-sia. Dia telah mengaruniakan panca indera, akal dan fikiran serta menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sempurna lahir dan batin. Islam tidak mendewakan manusia dan juga tidak merendahkannya, Islam menempatkan manusia pada proporsi sebenarnya.

          Manusia merupakan makhluk yang menerima amanah Tuhan agar dapat mengelola alam semesta bagi kesejahteraan bersama. Dengan demikian, manusia menjadi makhluk yang paling baik dan sempurna, apabila melaksanakan amanah tersebut. Sebaliknya, ia akan menjadi makhluk yang hina apabila menghianati amanat itu dan berbuat kerusakan di muka bumi. Menurut pandangan Islam, mulia atau rendahnya menusia tidak terletak pada wujudnya semata sebagai makhluk Tuhan, akan tetapi terletak juga bagaimana ia dapat menjadikan dirinya bermanfaat bagi sesama makhluk.

          Apabila manusia beriman kepada Allah dan berbuat kebajikan sehingga mereka mampu berbuat banyak dalam mengelola alam maka ia menjadi makhluk terbaik. Sebaliknya, apabila manusia ingkar dan berbuat kerusakan di muka bumi serta menghianati amanat yang luhur itu akan tercampak dalam kehinaan dan kenistaan. Amanat Allah yang diberikan kepada manusia merupakan landasan yang kokoh baginya agar berkiprah dalam kehidupan ini sehingga menjadi makhluk yang terbaik. Alasan mengapa hanya manusia saja yang dapat menduduki derajat yang tinggi itu, karena tidak ada makhluk lain yang dapat melaksanakan amanat yang agung itu.

          Kemanusiaan dalam Islam didasarkan pada prinsip-prinsip yang nyata, fitri dan rasional. Ia melarang mendewakan manusia atau makhluk lain dan juga tidak merendahkan manusia sebagai makhluk yang hina dan berdosa. Humanisme dalam ajaran Islam didasarkan pada hubungan sesama umat manusia, baik hubungan sesama muslim ataupun hubungan dengan umat lainnya. Humanisme Islam didasarkan pada :

  • Saling mencintai, kasih sayang dan menjaga kebersamaan.
  • “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. al-Hujarat : 10)
  • “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan mereka, kecuali bisikan dari orang yang menyuruh manusia bersedekah, atau berbuat yang ma’ruf atau mengadakan perdamaian diantara manusia.” (Q.S. al-Nisa : 114)
  • Berpegang teguh pada agama Allah, tidak berselisih, tidak bercerai berai dan selalu menghindari permusuhan. “Dan berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah dan jangan bercerai berai....” (Q.S. Ali Imran : 103).
  • “Janganlah kamu saling bermusuhan yang menyebabkan kamu menjadi lemah dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah....” (Q.S. al-Anfal : 46)
  • Menjalin hubungan dengan umat lain yang tidak memusuhi umat Islam dengan saling kenal mengenal, saling berbuat baik dan saling bersikap adil.
  • “Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbagai bangsa dan suku agar kamu saling kenal mengenal...” (Q.S. al-Hujarat : 13).
  • “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. (Q.S. al-Mumtahanah :8).
  • Menjamin kebebasan beragama. Saling menghormati dan menjunjung kehormatan diri serta memelihara hak bersama.
  • “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah”. (Q.S. al-Baqarah : 256).

          Humanisme yang berkembang saat ini dapat di pandang sebagai bentuk berbagai sikap dan perilaku etis setiap tindakan manusia dalam berbagai aspek kehidupan yang bertujuan membentengi martabat kemanusiaan manusia itu sendiri.

          Kejahatan dan penghancuran nilai-nilai kemanusiaan, merupakan bentuk penodaan kesucian Tuhan, agama, dan para pemeluknya. Sikap marah atau kejam atas nama agama (Tuhan) merupakan sebuah penghinaan terhadap Tuhan. Nilai-nilai etis sebagai standar moral bagi masyarakat humanis yang religius saat ini mulai terkikis oleh krisis spiritual manusia. Agama seakan tidak dapat berperan lagi dalam menyelesaikan masalah kehidupan, bahkan kini dianggap telah menjadi sumber kekerasan dan petaka yang semakin mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Untuk itu perlu perhatian serius dari seluruh kalangan beragama dalam menata ulang kehidupan harmonis dan seimbang yang membawa rahmat bagi seluruh isi di dalamnya.

          Aktualisasi humanisme religius menuju humanisme spiritual merupakan salah satu model yang baik dan pantas ditawarkan bagi upaya menyikapi tantangan global dengan mencoba menemukan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang hilang. Humanisme religius tidak memisahkan dunia ke dalam bidang yang berbeda dan mampu melihat akal atau rasionalitas dan pengalaman mistis spiritualis terpancar dari sumber yang sama. Oleh karena itu, diperlukan untuk menata kembali nilai kebersamaan yang humanis, karena ungkapan tersebut mengandung banyak nilai yang berharga. Sikap humanis-religius, yakni sikap yang mengedepankan sisi-sisi kemanusiaan dan nilai-nilai agama. Humanisme religius mengajarkan kepada manusia untuk berlaku adil antar sesama dan hidup damai meski ada perbedaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun