Mohon tunggu...
Kusno Haryanto
Kusno Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Apoteker yang Merdeka

Assessor Of Competency BNSP No.Reg.MET.000.003425 2013, Apoteker alumni ISTN Jakarta, Magister Farmasi Universitas Pancasila Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Resep, Sebuah "Kertas Sial" untuk Apoteker

1 Oktober 2016   18:54 Diperbarui: 1 Oktober 2016   19:15 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Resep, menurut penulis adalah sebuah kertas sial yang sesungguhnya selama ini berperan besar dalam meluluhlantakan kehormatan dan harga diri Apoteker. Dengan definisi resep yang kurang lebih berbunyi “adalah permintaan tertulis dari  seorang dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang diberi ijin berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku kepada Apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien”. 

Dengan definisi resep yang seperti itu dapat disimpulkan bahwa peran profesi Apoteker berada pada level dibawah pembuat resep. Dengan kata lain dalam definisi itu sudah tegas disebutkan siapa yang memerintah dan siapa yang diperintah, tentunya profesi Apoteker lah yang dalam definisi itu diposisikan sebagai pihak yang diperintah, diperintah untuk  menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien.

Semua tentunya memaklumi bahwa dimanapun pihak yang memerintah tentunya memiliki kuasa yang lebih dari yang diperintah sehingga tidak jarang dalam urusan resep ini ada kalimat tambahan semisal “obat jangan diganti tanpa persetujuan dokter” atau “berikan obat seperti yang tertulis”. Dua contoh kalimat tambahan itu semakin menegaskan dominasi pihak yang kuat terhadap Apoteker yang berada pada posisi yang lemah, padahal sebagai tuan rumah di Apotek mestinya aturan yang dipakai adalah aturan tuan rumah ( Apoteker ) bukan aturan tamu. Dengan  adanya kalimat – kalimat tambahan disebuah resep akhirnya bukan tidak mungkin keilmuan tentang obat yang dimiliki oleh Apoteker menjadi tidak berguna semisal pengetahuan tentang polifarmasi, interaksi obat dll. Mengapa tidak berguna, karena walau didapati ada hal – hal yang bertentangan dengan keilmuan yang dimiliki seorang Apoteker disebuah resep akhirnya si Apoteker tidak mampu melakukan apa – apa karena dibayangi rasa ketakutan akan terputusnya hubungan ekonomi dengan sipembuat resep bila resep yang datang dikritisi atau dikoreksi oleh Apoteker. Bisa jadi sipembuat resep akan mengalihkan resepnya ke apotek lain bila Apotekernya mengkoreksi isi resep dari sipembuat resep, begitu kira – kira yang akhirnya menyebabkan profesi Apoteker semakin direndahkan oleh sebuah kertas yang bernama resep.

Sebenarnya mudah saja untuk memposisikan profesi Apoteker sejajar dengan sipembuat resep, tapi sayang dari puluhah ribu manusia cerdas yang berprofesi sebagai Apoteker tidak ada satupun yang peduli dengan definisi resep ( mungkin hanya penulis saja, hehehe …. ), padahal resep lah yang dengan definisinya diatas menjadikan seolah – olah ada perbedaan kasta antara sipembuat resep dengan profesi  Apoteker. Iya ini soal kasta, seolah mereka yang membuat resep berada pada kasta Brahmana  sementara Apoteker berada pada kasta Waisya.

 Seperti kita ketahui kasta Brahmana yang diperlambangkan mulut adalah golongan para ahli agama dan ahli ilmu pengetahuan, golongan Brahmana lah yang paling dihormati dan biasanya menjadi penasehat raja sedangkan kasta Waisya yang diperlambang dengan paha adalah golongan pengusaha, pedagang dan petani, golongan inilah yang berusaha, mengeluarkan keringat untuk menghasilkan perbekalan yang diperlukan oleh semua golongan. 

Penulis berpendapat, untuk memutus perbedaan kasta hal yang perlu dilakukan adalah merevisi definisi dari kata RESEP itu sendiri. Jadikan definisi resep memiliki rangkaian kata yang akhirnya berbentuk kalimat persamaan derajat antara sipembuat resep dengan Apoteker dengan tidak menghilangkan makna dan maksud dari adanya sebuah resep. 

Mungkin kawan – kawan yang berprofesi Apoteker setuju bahwa definisi resep yang sekarang memposisikan Apoteker berada dibawah kekuasaan sipembuat resep, ada memang Apoteker yang mampu melakukan “perlawanan” terhadap sipembuat resep tetapi jumlahnya dari 50 Apoteker yang penulis tanyakan hanya 1 Apoteker yang pernah melakukan “perlawanan” dan berujung pada penyesalan. 

Untuk itu semua, ada baiknya mulai hari ini dan seterusnya kawan – kawan yang berprofesi Apoteker sebaiknya mulai mencari cara bagaimana prosedur atau tata cara untuk merubah definisi resep itu. Ke badan atau organisasi apa definisi resep yang baru ini akan disampaikan agar kedepan profesi Apoteker memiliki wibawa yang setara dengan sipembuat resep.

 Resep yang dahulu didefinisikan sebagai “permintaan tertulis dari  seorang dokter, dokter gigi dan dokter hewan yang diberi ijin berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku kepada Apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat kepada pasien” maka mulai hari ini dan seterusnya idealnya harus berganti menjadi sebuah kalimat yang tidak bernilai seperti perintah kerja antara atasan dan bawahan tetapi lebih bernilai kepada kesetaraan tanpa terlihat adanya perbedaan kasta. 

Penulis mencoba merangkai kata untuk membuat definisi resep menjadi setara agar kasta antara sipembuat resep dan Apoteker menjadi sama. Penulis merasa definisi resep yang penulis sampaikan disini hanyalah sebagai alat pengungkit agar kawan – kawan yang berprofesi Apoteker merasa terpanggil untuk ikut memberi sumbang pikiran berupa perbaikan atau koreksi terhadap definisi yang penulis sampaikan ini. Bisa saja kawan – kawan pun menyampaikan definisi dari resep menurut kawan – kawan sendiri lalu dikirimkan kepada penulis ( kusnoharyanto@rocketmail.com ) untuk nanti kita tindaklanjuti bersama.

“Resep adalah persyaratan dari Apoteker kepada dokter, dokter gigi dan dokter hewan untuk menuliskan obat atau campuran obat dalam sebuah kertas yang legal sesuai ketentuan hukum yang berlaku agar kebutuhan obat bagi si pasien dapat dipenuhi oleh Apoteker di Apotek”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun