Mohon tunggu...
Kuriosita Kaban
Kuriosita Kaban Mohon Tunggu... Karyawan Perusahaan Swasta -

Orang biasa yang pingin tahu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salam Merdeka, Kakek!

17 Agustus 2016   01:13 Diperbarui: 24 Agustus 2016   11:52 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Peristiwa ini terjadi ditahun 80an.

Aku memanggilnya kakek, walaupun dia bukan kakekku kandung. Yang jelas ayah mengatakan dia sepupuan dengan kakekku. Umurnya lebih tua dari ayahku tapi masih lebih muda dari kakekku yang asli (sudah almarhum). Wajahnya teduh menyiratkan kejujuran dan kelurusan hati, kekar sehat dan kuat walaupun agak kurusan. Kakek itu tinggal di kampung dan sekarang hidup dari berkebun. Malam ini si kakek menumpang tidur di rumah kami karena besok dia mau mengikuti upacara tujuh belasan karena diundang sebagai salah satu pejuang kemerdekaanyang masih hidup.

Ya, besok adalah tanggal 17 Agustus, dan tentu saja di kota tempat kami tinggal seperti di kota kota lainnya pada tanggal tersebut akan digelar upacara bendera untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Aku saat itu sudah duduk di kelas 2 SMP, dan kami juga para pelajar diwajibkan mengikuti upacara ini besok.

Karena kedatangan kakek yang aku sebutkan tadi , orang tuaku juga menyediakan hidangan yang agak istimewa. Seekor ayam peliharaanku sudah diekskusi tadi sore untuk lauk makan malam hari ini.

Suatu peristiwa yang akan selalu aku ingat terjadi pada saat makan malam berlangsung. Dengan santai kami semua makan malam bersama, tapi yang aku perhatikan kakek itu makannya tidak tenang. Setiap selesai satu suapan dia selalu menoleh ke kiri dan kekanan seperti mau memeriksa atau memastikan keadaan aman. Dia seperti tidak memperhatikan kami yang agak keheranan melihat sikapnya, seolah olah apa yang dia lakukan itu hal yang biasa saja. Klimaksnya pada saat dia mau menyudahi makannya, dengan sangat terburu buru seperti agak melempar , piring dia sisihkan ke samping, dan dengan spontan mengambil sikap seperti tiarap, dan matanya dengan sikap waspada sekali melirik ke kiri dan kanan. Sikapnya persis seperti orang yang sedang dalam posisi tiarap pada saat sedang bertempur memegang senapan beneran, tiarap di atas tikar.

Ayahku sepertinya sudah mengerti tentang sikap ini, setelah beberapa saat ayah mengajak dia ke ruangan depan, dan dia kembali tenang, dan mereka kembali ngobrol sambil merokok. Rokoknya rokok kulit nipah dengantembakau yang dia simpan di saku pecinya. Dia linting sendiri rokok itu tiap kali mau merokok.

Ayahku menjelaskan bahwa situasi perang sudah begitu membekas dan merusak  pikiran kakek itu, semacam trauma begitulah sehingga dia selalu bersikap seperti itu setiap kali selesai makan malam.

Malam itu aku berkesempatan mendengar beberapa kisahnya berjuang mempertahankan kemerdekaan pada saat peristiwa agresi militer tahun1945 s/d 1948, juga masa masa pemberontakan sesudahnya, di mana saat itu dia masih muda, baru menikah.

Besoknya aku berangkat lebih awal karena harus ke sekolah dulu, dari sekolah kami berjalan berbaris bersama murid lainnya ke lapangan utama di kota kami. Aku tinggalkan kakek itu masih tidur.

Suara drum band mengiringi jalan kami berbaris dari sekolah menuju lapangan tempat upacara yang jaraknya sekitar 2 km. Tiba di lapangan upacara, formasi tempat baris tiap tiap sekolah atau instansi sudah diatur berbentuk U, menghadap ke tribun tempat para pejabat kabupaten kami duduk. Pemimpin upacara berada di tengah antara tribun dan formasi barisan kami yang berbentuk U tadi.

Kebetulan tempat barisan sekolahku berdekatan dengan tempat para bekas pejuang berbaris. Ya, kulihat kakek itu dengan gagah dengan seragam yang sudah agak lusuh, berdiri dengan semangat beserta teman temannya. Dia tersenyum padaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun