Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Terbukti Orang Asia Jago Matematika, Lalu Orang Indonesia?

11 Desember 2016   00:28 Diperbarui: 12 Desember 2016   19:58 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: valuewalk.com

Hasil uji studi PISA tahun 2015 sudah diumumkan pada tanggal 6 Desember 2016.

Apa itu PISA?
Saya ulangi sedikit tentang PISA ini, ya. PISA singkatan dari Programme for International Student Assessment, sebuah studi dan evaluasi hasil sistem pendidikan, yang digagas oleh negara-negara yang tergabung dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). OECD merupakan organisasi internasional negara-negara, yang menganut ekonomi pasar bebas. Evaluasinya dilakukan 3 tahun sekali terhadap 6000-8000 pelajar/siswa berusia 15 tahun dari ratusan sekolah untuk bidang matematika, kemampuan membaca dan sains dalam satu negara (atau kota). 

Program ini dimulai tahun 2000. Hasil studi PISA yang sudah ada adalah PISA 2000, PISA 2003, PISA 2006, PISA 2009, PISA 2012 dan terbaru adalah PISA 2015. Indonesia ikut serta dalam program PISA ini sejak tahun 2000. Negara peserta PISA jumlahnya tidak selalu sama, negara dengan nilai paling tinggi (ke-1 sampai ke-5) berganti-ganti. Nah... dalam hasil uji PISA ini, sayangnya Indonesia cukup stabil di 10 papan terbawah. Masih untung juga sih bukan yang terakhir. 

Hasil PISA
Saya buatkan tabel hasilnya dari PISA 2009 sampai PISA 2015, agar dapat dlihat dan diamati perkembangannya dalam 3 evaluasi PISA terakhir dengan jelas dan baik. Tabel aslinya besar jadi bila saya langsung screen shot jadi terlalu kecil dan sulit dibaca, sumber tautan tentu saya cantumkan. Jadi bila ingin membaca atau melihat tabelnya lebih detil bisa langsung mengklik sumbernya. 

Mari kita pelajari tabel hasil uji PISA 2009, PISA 2012 dan PISA 2015, di bawah ini:

Diolah sendiri dari sumber
Diolah sendiri dari sumber
Sebetulnya bila kita pelajari tabel di atas, terutama di bidang matematika dan sains, siswa-siswa Indonesia dari tahun 2009 - 2015 hasil nilainya terus menanjak, tapi bila dibandingkan dengan negara lain siswa Indonesia masih kurang dan masih harus kerja keras. Sementara itu, Jerman di bidang matematika dan sains kebalikannya nilainya menurun, tapi bila dibandingkan dengan hasil Indonesia ya masih jauh lebih baik. Dalam bidang kemampuan membaca, Indonesia menurun dan Jerman membaik. 

Hasil terbaik diraih oleh siswa-siswa dari Singapura, kali ini dalam hasil uji studi PISA 2015 menunjukkan kehebatannya dengan nilai tertinggi, baik itu untuk bidang matematika, kemampuan membaca maupun sains, bisa jadi barangkali juga karena Shanghai tidak ikut dalam uji studi PISA 2015 kali ini. Tapi memang Singapura tahun 2009 dan 2012 selalu mepet di belakang Shanghai. Sekarang mari kita perhatikan untuk bidang matematika, dalam 3 evaluasi hasil PISA terakhir, 5 papan atas selalu dipegang oleh orang Asia. Sebagai orang Asia tentu bangga melihat hasilnya, tapi bila kemudian ingat Indonesia, lhooooo... Indonesia kan harusnya Asia juga, kenapa berada di papan bawah bersama dengan Libanon, Yordania, Brasil?

Reaksi Terhadap PISA di Jerman
Dulu ketika putri saya masih duduk di SD Jerman, hasil uji PISA Jerman kala itu buruk, tidak di papan bawah memang, di rangking 20-an, bagi Jerman itu sudah lampu merah. Seketika koran, TV, media lainnya membincangkan hal itu, baik itu di tingkat pemerintahan, sekolah maupun di antara orang tua. Perbaikan sana-sini langsung terasa sebulan kemudian saat rapat antara orang tua dan sekolah, yang kalau di sekolah Jerman rutin diadakan, bukan hanya untuk pemilihan ketua komite sekolah saja. Ini yang saya sukai dari sekolah-sekolah di Jerman, kerja sama dan komunikasi antara sekolah dan orang tua murid sangat baik, sehingga informasi cepat sampai. 

Untuk saya, sebagai seorang ibu, yang sangat peduli dengan kualitas pendidikan anak-anak saya dan otomatis selalu ingin mengikuti sistem pendidikan di mana anak-anak saya berada, keterbukaan institusi pendidikan Jerman ini menjadi sangat optimal bagi saya. Dulu, ketika kami di Indonesia, banyak hal saya sebagai orang tua tidak terinformasi dengan baik, setiap kali harus banyak bertanya ke guru-guru dan terkadang tidak mudah bertanya ke guru-guru itu karena sekolah dan guru tidak terbiasa terbuka dan informatif, terlihat pertanyaan saya menjadi beban bagi guru dan sekolah. Padahal adalah hak saya sebagai orangtua untuk mengetahui banyak hal tentang pendidikan anak-anak saya, ya kan. Di Jerman, orang tua murid di awal semester selalu diberi penjelasan tanpa diminta, materi apa saja, yang akan diberikan dalam setiap mata pelajaran, bahkan bila ada pertanyaan yang datang kemudian, kami diberi alamat email para guru untuk menghubungi dan bertanya. Padahal lagi, kami tidak membayar sepeser pun uang sekolah, uang pembangunan atau pun uang seragam karena memang di Jerman murid tak berseragam.

Orang Asia di Jerman
Untuk menyemangati anak-anak, tidak satu kali saya beri mereka kepercayaan diri bahwa orang Asia jago matematika. Alhamdulillahnya, walaupun anak-anak saya pendidikan dasar dan menengah pertamanya sempat terpotong 4 tahun di Indonesia, namun dalam hal kemampuan kognitif tidak tertinggal dari anak-anak di Jerman yang secara kontinyu selalu ada di Jerman. Gak memalukanlah sebagai anak Indonesia. Apalagi kedua anak saya memang suka sekali matematika sehingga cukup menonjol di kelas mereka. 

Sedikit cerita lucu di balik jargon yang saya ucapkan ke anak-anak, bahwa orang Asia itu jago matematika terbukti saat putra saya tahun ini terpilih bersama 15 temannya untuk mewakili SMA-nya dalam pertandingan matematika tingkat SMA, yang diselenggarakan oleh sebuah Universitas di Jerman. Dari 16 anak, yang terpilih untuk mewakili SMA putra saya ini, orang Asia-nya ada 3 orang termasuk putra saya, itu saja sudah 19% nya kan jadi orang Asia, yang kuat matematikanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun