Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Melihat Keindahan Danau di 5 Daratan Eropa

11 Januari 2017   22:50 Diperbarui: 14 Januari 2017   11:59 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Danau Lucern di Swiss (dokumentasi pribadi)

Danau-danau yang pernah saya kunjungi di pulau Jawa tidak banyak, hanya lima, bisa jadi enam bila kawah Putih masuk hitungan. Situ Patenggang Ciwidey, Situ Bagendit Garut, Telaga Warna Dieng, Telaga Menjer Wonosobo dan Rawa Pening Ambarawa. Kesemua danau ini letaknya jauh dari tengah kota.

Situ Bagendit, Garut (dokumentasi pribadi)
Situ Bagendit, Garut (dokumentasi pribadi)
Hal ini berbeda dengan kebanyakan kota-kota di Eropa, rata-rata danaunya terletak di pusat kota-kota tujuan turis. Sebut saja misalnya kota Zürich. Luzern dan Jenewa di Swiss, kota Konstanz di Jerman, kota Hallstatt di Austria, kota Bled di Slovenia, kota Sirmione di Italia dll. 

Danau-danau di tengah kota ini menjadi atraksi turis juga. Banyak restoran dan pemukiman dibangun di sini. Mereka buat jalan di sekitar danau supaya orang bisa lebih mudah dan dekat untuk menikmati danau.

Rawa Pening Ambarawa (dokumentasi pribadi)
Rawa Pening Ambarawa (dokumentasi pribadi)
Dulu katanya Bandung juga memiliki danau yang namanya danau Purba, hmm .. Tentu indah sekali bila di tengah kota Bandung ada danau ya, bisa menjadi tempat wisata, tempat lari pagi untuk semua. Katanya sih sampai tahun 60-an ada pula danau buatan situ Aksan di Bandung tapi kemudian mengering. 

Ah ... sayang sekali, padahal danau itu bisa jadi tampungan air bila hujan dan tentu untuk irigasi pasti berguna sekali. Mungkinkah karena penyedotan air tanah tak terkendali membuat air danau ini susut begitu saja?   

Kenapa kota-kota di Eropa dibangun di pinggir danau?

Bila keenam danau yang pernah saya kunjungi di Indonesia ini jauh dari tengah kota, kenapa di Eropa sebaliknya, ya. Orang di banyak kota di Eropa malah membangun kotanya di pinggir danau? Kan jadi praktis ya, bila mau mencari udara segar tidak perlu jauh-jauh bermobil ria.

Contoh rumah zaman Neolithikum dulu di Eropa (dokumentasi pribadi)
Contoh rumah zaman Neolithikum dulu di Eropa (dokumentasi pribadi)
Menurut sejarah, beberapa tempat di Eropa terutama daerah Alpen, pada zaman batu muda (Neolithikum) sampai memasuki zaman perunggu (4000-850 SM), orang lebih memilih hidup di atas rumah kayu di atas danau. Rumah kayu ini dibangun di atas kayu-kayu kokoh dengan diameter kurang lebih 15 cm di atas danau atau rawa-rawa setinggi 3 sampai 5 meter. 

Menurut para ahli sejarah, koloni rumah kayu ini dibuat atas pertimbangan keamanan dari binatang buas dan musuh, memudahkan untuk memancing ikan, kemudahan transport melalui air dan jaga-jaga bila musim kemarau. Untuk urusan toilet juga tentunya menjadi mudah. Sisa-sisa koloni rumah kayu pertama kali ditemukan tahun 1853/54 di danau Zürich. 

Ada kurang lebih 111 koloni rumah kayu  di Eropa, yang pada bulan Juni tahun 2011 diakui sebagai warisan budaya dunia UNESCO, yang disebut dengan Pfahlbauten. Salah satu Pfahlbauten yang dijadikan museum ada di pinggir danau Konstanz, daerah Unteruhldingen Jerman. Mengikuti dan menyimak penjelasan dari pemimpin tur mengenai peralatan dan kehidupan di zaman batu dan perunggu, membuat saya bersyukur tidak terlahir pada zaman itu. 

Zaman itu waktu tidak berputar secepat sekarang dan tantangannya pun sangat berat. Pembuatan pisau dari batu saja bisa memakan waktu berminggu-minggu lalu interaksi dengan alam sekitar, pada zaman itu, membuat tingkat harapan hidup manusia sangat rendah. Ikan dan buah-buahan segar adalah makanan termudah yang bisa didapat, tepung pun masih sangat kasar karena belum ada penggilingan secanggih sekarang. 

Rumah kayu ini biasanya terdiri dari dua ruangan. Ruangan depan digunakan sebagai ruang keluarga dan dapur, ruangan kedua sebagai ruang tidur bersama. Atap rumah terbuat dari sejenis tanaman yang dipasang miring sekali agar memudahkan air hujan kembali jatuh ke bawah supaya atap tidak terlalu basah. Rumah kayu ini setelah zaman Perunggu tidak lagi ada, konon dengan ditemukannya perunggu dan logam, peradaban manusia pun semakin percaya diri melawan binatang buas. Saat ini di Eropa, rumah kayu atau Pfahlbauten hanya menjadi museum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun