Mohon tunggu...
Feb Widya
Feb Widya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hijrah yang Junjung Persatuan

14 September 2018   11:43 Diperbarui: 14 September 2018   13:05 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.Kompas.com

Masa Reformasi adalah masa dimana kita begitu hype setelah sekian lama terkukung masa Orde Baru. Orba membuat banyak orang terpenjara secara politik, sisal , budaya bahkan ekonomi. Karena masa itu sebenarnya tak ubahnya dengan demokrasi yang harus patuh pada satu pemimpin dalam urun waktu 32 tahun.

Hype sendiri berarti sangat senang atau satu kondisi dimana kita menanti-nantikan satu masa atau bisa juga masa impian. Reformasi adalah impan bagi banyak masyarakat di Indonesia.

Pada masa itu banyak perubahan terjadi. Struktural maupun kultural. Dari tak berani bersuara menjadi bersuara bebas dan lantang. Dari terkekang menjadi pribadi yang bebas bergerak sesuai dengan yang diingini. Reformasi menawarkan kebebasan yang nyaris tanpa batas.

Orang bisa melontarkan pendapat sesuai apa yang dia mau. Kritik juga begitu, baik media mapun perorangan. Jika tidaksetuju dengan kebijakan pemerintah, sebuah media bisa melontarkan kritik sejak matahari terbit, matahari tenggelam sampai matahari terbit lagi. Terus menerus.

Begitu juga yang dilakukan oleh masyarakat. Mereka dengan bebas melontarkan ketidaksukaan mereka dengan sesuka hati. Karena teknologi berkembang dengan pesat, maka lontaran-lontaran itu tidak perlu melalui media massa yang punya system seleksi. Mereka punya alat sendiri untuk melontarkan kritikan-kritikan itu yaitu melalui media massa yang kontennya bisa mereka produksi tanpa seleksi.

Ternyata Reformasi punya dampak negative terutama soal berpendapat. Akibat situasi bebas tanpa batas itu membuat orang atau satu pihak bertindak semena-mena terhadap pihak lain dengan lontaran yang mungkin tak pantas untu didengar. Akibatnya bisa runyam. Satu pihak bisa sakit hati dan terluka karena lontaran pihak tersebut. Apalagi seringkali lontaran-lontaran itu terkait dengan Suku Agama Ras dan Antar Golongan (SARA).

Hal tersebut juga diperparah dengan perkembangan kepentingan politik. Di mana politik begitu mencuri perhatian masyarakat, sehingga mereka terpengaruh dan akhirnya ikut melontarkan kebencian itu. Meskipun juga restriksi  larangan sudah diatur sedemikian rupa berbentuk Undang-Undang. UU itu mengatur bahwa seseorang tidak bisa serta merta bisa melontarkan kritik atau kebencian berdasar alasan-alasan tertentu.

Kondisi ini membuat banyak tokoh prihatin dan menyerukan untuk kembali mengingat bahwa kita ini diikat oleh satu kepentingan yaitu kepentingan bangsa. Bangsa Indonesia meski punya banya perbedaan tapi tetap satu.

Sebagai bangsa harus tetap bergerak maju dan kuat.  Jika kita ingat momentum Nabi Mohammad yang dahulu juga tetap tak gentar mensyiaran agama Islam, dan memaksanya harus pindah dari mekah ke Madinah. Nabi melakukan proses maju, dan itu melalui proses hijrah. Lihatlah sekarang, Islam telah berhasil disyiarkan ke seluruh dunia dan tidak terbatas di wilayah Arab  saja.

Mungkin semua analogi di atas bisa membuat kita melihat diri kita sebagai bangsa. Bangsa kita yang besar dan punya kultur dan kepercayaan yang berbeda itu seharusnya hijrah dari satu mas ke masa lain yang lebih baik.

Indonesia sudah melampaui banyak masa. Penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi. Hakekatnya adalah hijrah. Semua memberikan makna pemajuan (kemajuan dibanding masa sebelumnya). Semuanya harus dimaknai secara positif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun