Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Abad 21, Filosofinya Kaya Tidak Kaya Asal Kumpul Keluarga

30 Desember 2018   10:17 Diperbarui: 30 Desember 2018   10:46 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abad 21, kemakmuran sudah nyata, kelaparan sudah jarang. Bukan tidak ada yang kelaparan dibelahan dunia, masih ada! Tetapi kebanyakan kelaparan mereka bukan disebabkan karna kurang mendukungnya peradaban pertanian dan kemajuan teknologi mereka. Mereka lapar karna negara mereka terlibat konflik berkepanjangan.

Salah satunya menyebabkan masyarakat tidak bisa berproduksi pangan. Alasannya adalah ketakutan akan keselamatan nyawa mereka ketika mereka tetap berproduksi dalam situasi perang. Sebagai penduduk yang sedang damai, saya jelas mengutuk apapun bentuk perang. Bukan itu, peperangan hanya menguntungkan beberapa pihak, yang sengsara adalah masyarakat sipil kedua belah pihak. Nasib dan kehidupannya terkatung-katung dinegaranya sendiri. Bahkan ada dari sebagian besar mereka mengungsi ke negri aman yang lain.

Sebaliknya di negara yang tidak terlibat pusaran konflik seperti indonesia menunjukan progres kemakmurannya. Banyak dari masyarakat indonesia sudah tidak kekurangan pangan. Masyarakat kita masih produktif dalam berproduksi, teknologi pertanian yang mendukung juga rasa keamanan yang tercipta membentuk kesejahteraan itu sendiri untuk terus berproduksi bahan pangan.

Tetapi khasnya masyarakat indonesia, yang kaya mengaku miskin, yang miskin sama juga tetap mengaku miskin. Di indonesia tidak ada yang mengaku kaya, bahkan calon presidennya menganggap bahwa indonesia miskin seperti afrika. Mau dikata apa? Itulah realitanya, autentik indonesia! Negara kita sejatinya sejahtera namun tetap, mereka menganggap termiskin sedunia. Padahal gizi kita tidak kurang, masyarakat masih menggelar pesta mengeluarkan banyak dana dan produksi pertanian kita yang masih bagus.

Tentang kesejahteraan yang telah indonesia kita raih. Jelas berbeda dengan indonesia tahun 60 atau 70 an mungkin pra kemerdekaan. Kini setiap keluarga dapat mencukupi kebutuhan makannya sendiri. Saya yakin perkara makan keluarga indonesia tidaklah kekurangan. 

Pertanyaannya adalah apakah masih relevan abad 21 ini dengan filosofi makan gak makan asal kumpul? Bukankah kebutuhan makan kita sudah terpenuhi? Mungkinkah filosofi baru abad 21 ini harus kita kemukakan lagi untuk perubahan dalam keberlangsungan hidup ini?

Kita memang harus membangun suatu filosofi kehidupan baru agar tetap dikenal seperti filosofi-filosofi terdahulu. Suatu jaman memang harus dilihat dari prespektif jamannya itu sendiri. Tidak bisa kita munafiki, tidak harus juga kita pungkiri keadaan kita ini. Setahap indonesia sudah sejahtera dalam hal pangan maupun sandang. Jika berbicara papan, indonesia masih menuju tingkat itu. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol sangat mempengaruhi faktor papan untuk masyarakat jaman ini.

Masyarakat kita bukanlah masyarakat dulu yang hanya dengan bilik bambu sudah mencukupi papan. Kini suasananya jaman berbeda, kita bukanlah dulu lagi. Masyarakat kita mendukung pasca sejahtera dimana bilik bambu bukanlah kategori papan masyarakat yang sejahtera. Termasuk juga sandang dan pangan yang seadanya murah dan ekonomis. 

Masyarakat pasca sejahtera juga tidak masuk dalam kategori makanan murah dan ekonomis. Mereka butuh makanan yang cita rasa dan kenyamanan dalam makan tinggi. Juga sandang yang bermerek untuk mendukung mereka bereksistensi sebagai masyarakat pasca sejahtera.

Perbedaan jaman, dan sudut pandang masyarakat dalam kehidupan pasca sejahtera memang harus disiasati. Masyarakat pasca sejahtera butuh suatu filosofi baru untuk mengisi sebagai masyarakat dan juga sebagai anggota keluarga. Sudah usang filosofi lama makan gak makan asal kumpul dalam masyarakat pasca sejahtera. Pasca sejahtera berarti mengejar masyarakat kaya. Kekayaan dalam masyarakat berarti mereka dapat memenuhi kebutuhan ingin bukan kebutuhan dasar lagi.

Tidak ada kata-kata filosofis yang tepat dalam mendukung peradaban masyarakat pasca sejahtera. Salah satu ciri masyarakat pasca sejahtera adalah kesibukan. Mereka sebagai pribadi sibuk bekerja memenuhi kebutuhan dasar sekaligus kebutuhan ingin mereka. Jadi filosofi yang tepat untuk mendukung peradaban pasca sejahtera adalah "Kaya tidak kaya yang penting kumpul keluarga" bukan lagi "Makan tidak makan asal kumpul keluarga"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun