Mohon tunggu...
NAGA RAJA
NAGA RAJA Mohon Tunggu... karyawan swasta -

futurized

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Keramatnya Wanita Jawa

18 Juni 2014   22:25 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:13 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seringkali kita mendengar ungkapan, di balik kesuksesan seorang pria ada wanita hebat di belakangnya. Ungkapan itu tidak berlebihan. Sejarah dunia membuktikan hal itu. Di negeri sendiri, Presiden I RI, Soekarno, memiliki istri yang dikisahkan dalam sejarah sungguh menginspirasi dan menopang kesuksesannya sebagai pemimpinan bangsa ini sejak zaman perang kemerdekaan. Ibu Tien Soeharto juga diyakini menopang kekuatan dan perbawa Presiden II RI, yang berasal dari keluarga seorang petani di Kemusuk, Yogyakarta. Demikian pula dengan Ibu Ainun Habibie, mampu menjadi sumber inspirasi sekaligus sumber kekuatan bagi BJ Habibie.

Jika melihat lebih jauh lagi ke belakang, sejarah bangsa ini juga menyimpan kisah besar dari peran seorang wanita. Kisah paling populer adalah Ken Dedes dan Ken Arok. Keistimewaan gua garba Ken Dedes mampu mengguncangkan bumi Singosari. Para waskita waktu itu mengatakan Ken Dedes menyimpan wahyu keprabon. Maka dengan segala cara, si anak pungut bernama Ken Arok mencoba mempersuntingnya agar bisa menjadi raja dan berhasil. Kisah itu menjadi bukti, sosok wanita dalam kosmologi Jawa tak sekedar tempat berlabuhnya cinta asmara seorang pria. Namun, juga sesosok manusia keramat yang diyakini mampu membawa berkah.

Sekarang di dunia yang serba modern ini, kenyataan lebih sering menunjukkan kebalikannya. Wanita menjadi sumber malapetaka bagi seorang pria. Banyaknya kasus perselingkuhan yang melibatkan oknum pejabat menunjukkan hal itu. Hanya gara-gara berselingkuh, karier politik seorang tokoh bisa terjerembab. Sudah pasti, itu bukan salah wanita. Prialah yang membuat wanita bisa menjadi pemantik kesuksesan besar, atau sebaliknya, menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan karir hidupnya. Terasa benar kata orang Jawa, wanita itu keramat.

Konon, raja-raja zaman dahulu memilih seorang istri tidak hanya untuk mewadahi bibit keturunan secara kualitatif atas dasar bobot, bibit dan bebed. Namun, juga diukur tingkat spiritualitasnya. Dengan kata lain, seberapa besar wanita itu nanti sekiranya bisa memberi hoki atau keberuntungan. Dalam konteks kekuasaan, keberuntungan yang dimaksudkan itu adalah wahyu keprabon. Bahkan, ada keyakinan yang menyebut seorang raja harus berani menikahi wanita lebih dari satu orang sesuai sunnah rasul. Tujuannya untuk menemukan istri yang kuat kewahyon dan mampu melahirkan anak laki-laki sebagai calon raja penggantinya. Juga bisa menemukan sosok wanita utama atau pandhu bagi ibu pertiwi.

Namun bagi masyarakat awam atau pejabat publik di era demokrasi seperti sekarang, keinginan untuk memiliki istri lebih dari satu akan berhadapan dengan norma etika pejabat publik. Lagi pula, pada kenyataannya poligami seringkali justru mendapatkan stigma. Pasalnya, poligami di zaman modern ini seringkali hanya dilandasi nafsu duniawi dan syahwat semata. Karena itu, yang terjadi justru malapetaka. (disarikan dari tabloidposmo)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun