Mohon tunggu...
Kiki Handriyani
Kiki Handriyani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, Pegiat Literasi Digital, ibu dua anak.

Penulis freelance, Founder Blogger Mungil (Blogger Mungil), Kontributor di media online. Sudah menerbitkan beberapa buku. Buku solo terbit 2010 yaitu sebuah novel "Jadikan Aku Yang Pertama", kemudian buku antologi bisnis berturut-turut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Sambil Bermain, Yuk

30 Oktober 2016   05:10 Diperbarui: 1 November 2016   14:15 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dibilang jangan ngompol kok masih ngompol sih? "

" Begini saja tidak tahu, bodoh"

Anak muda sekarang tidak punya etika, tidak menghargai orang lain, emosi tinggi, depresi, tingkat stres tinggi hingga penggunaan narkoba dan obat terlarang lainnya. Potret generasi muda seperti ini tentu memprihatinkan semua pihak. Peraturan tinggal peraturan, teori terucap tanpa ada reaksi tindakan yang signifikan. Anak menyalahkan orangtua yang kurang perhatian, orangtua menyalahkan anak karena tidak tahu tugasnya, dan masyarakat menyalahkan orangtua karena tidak bisa mendidik. Jika sudah begini, apakah saling menyalahkan adalah sikap yang baik?

Pendidikan seyogyanya menjadi tolak ukur sebuah keberhasilan proses pembentukan manusia. Jenjang wajib belajar 9 tahun mestinya mampu menghasilkan lulusan yang siap mental dan spirital untuk siap menerima tugas dan menghadapi dunia yang lebih luas. Nyatanya? Anak-anak selama belajar seperti orang stres, tegang, wajah terlihat  lebih tua dari usia sebenarnya, fisik mudah lemah, gerak terbatas dan berbagai problem lainnya. Mengapa ini bisa terjadi? Karena sistem pendidikan di Indonesia membebani anak dengan sederet pelajarn dan beban yang tidak semuanya mereka perlukan dan sukai. Belajar matematika padahal mereka lebih suka menggambar. Belajar fisika dan kimia, padahal mereka lebih suka bahasa. Menerima sesuatu yang tidak mereka sukai tentu lambat laun akan memperkecil otak dan cara pandang mereka.

Pendidikan seharusnya menjadi tempat belajar yang menyenangkan. Saat dimana anak-anak bebas bergerak dan mengeksplore kemampuannya. Bebas mengekspresikan isi hati mereka dengan sesuatu yang menyennagkan. Mengapa sistem belajar tidak melibatkan seni selama proses belajar? Ketika belajar mengenal jenis suara, mengapa tidak belajar langsung di alam, kehutan atau ke pegunungan? Bagaimana dengan kenalan remaja, tawuran, narkoba, tidak sopan pada orangtua/guru, berkata kasar, tidak terkendali seperti orang yang tidak terdidik? Ya, ini karena jiwa mereka kering, sepi, hilang sisi kelembutan sebagai anak-anak. Beberapapenelitian di Amerika menunjukkan bahwa pendidikan seni selain mengubah perilaku dan citarasa siswa juga berdampak pada kecerdasan intelektual peserta didik. Mengapa kita tidak menjadikan seni dan budaya sebagai media pembelajaran yang lebih menyentuh jiwa mereka? Karena ternyata seni itu penting bagi pendidikan kepribadian siswa.

Ahli pendidikan pernah berkata bahwa, ketika mengajarkan sesuatupada anak jangan membosankan, jangan tegang dan terlalu serius. Pada anak usia dini dan jenjang hingga SMA, belajar harus santai tapi serius. Bermain itu sebuah kewajiban bagi anak danbagi anak belajar itu ya bermain. Siapa yang mengkotak-kotakkan bahwa bermain itu tidak boleh mengganggu waktu belajar? SALAH ! Bermain adalah salah satu cara anak belajar bagaimana bersosialisasi dengan orang lain, belajar menggerakkan tubuh, belajar melemaskan otak, memancing kreativitas dengan membuat mainan, dll.

Daniel Goleman pernah menyebutkan dalam teori kecerdasan emosi bahwa manfaat bermain bagi anak adalah :

  1. Mengeksplorasi lingkungannya
  2. Memahami dunianya
  3. Mengenal dirinya
  4. Mengatasi masalah pribadinya
  5. Mengekspresikan gagasan-gagasan
  6. Belajar bersosialisasi
  7. Kemampuan memimpin lebih banyak dilakukan melalui proses-proses intuitif, analogis, bebas, acak, sontan, imajinatif dan terkadang tidak sistematis. Dan itu semuanya biasanya muncul ketika anak sedang bermain.

whatsapp-image-2016-10-30-at-5-15-43-am-581840bcb57e613e1c6fe677.jpeg
whatsapp-image-2016-10-30-at-5-15-43-am-581840bcb57e613e1c6fe677.jpeg
Plato sendiri pernah berkata " Sebaiknya seni menjadi dasar pendidikan". Mengapa? Karena pendidikan bagi anak seharusnya mampu menarik perhatian mereka, menimbulkan suasana belajar yang dinamis, menggembirakan, mencegah emosi, fantasi dan kreasinya, dan menciptakan kesan yang mendalam bagi anak-anak, apakah itu seni rupa, seni suara maupun seni gerak.

Dan Ibu Arie Bekti Budi Hastuari, seorang pemerhati anak dan budaya sekaligus pendiri Sekar Nusa- Penjaga Budaya, sudah membuktikannya. Melalui sanggar Sekar Nusa, Ibu Bekti berhasil menjadikan seni membuka cakrawali berfikir anak-anak, membuat tubuh mereka sehat karena terus bergerak melalui tai-tarian, membuat wajah meeka lebih ceria karena anak tidak harus kehilangan hak mereka selama belajar, dan yang terpenting belajar melalui seni membuat prestasi anak-anak meningkat. Baik prestasi akademik maupun secara etika dan sosial.

Sekar Nusa sendiri mempunyai begitu banyak kegiatan. Sanggar yang berlokasi di GOR Kebayoran Baru Jl Pasar Inpres Radio Dalam ini, mempunyai beberapa kegiatan. Ibu Arie yang berasal dari keluarga seniman ini, sadar betul bahwa pendidikan yang hakiki hendaknya harus diawali dengan menyentuh sisi kemanusiaan anak, bukan menjejalinya dengan teori-teori angka dan rumus kimia. Karena jika jiwa dan sisi kemanusiaan anak sudah tersentuh, mereka akan lebih mudah menerima pelajarn, dan juga lebih mudah mengendalikan mereka.Sekar Nusa mempunyai beberapa kegiatan yang berbasis seni dan budaya, antara lain :

  1. Membangun suasana Jawa dengan mengenalkan lagu tradisional pada anak, antara lain lagu Suwe ora jamu, Jamuran dan Gundul-gundul pacul.
  2. Anak laki-laki diajak membuat gelang, untuk mengajarkan agar mereka fokus, sabar, mandiri, disiplin dengan tenggat waktu dan tentu saja harus belajar bangga akan karya sendiri.
  3. Mengenalkan budaya Betawi dengan teknik Doodling, yang berarti mencoret. Cara belajar ini tujuannya agak anak-anak tenang tidak tegang, meningkatkan konsentrasi, menciptakan pikiran positif, mengasah kreativitas dan memicu agar anak-anak terus produktif.

Banyak lagi keberhasilan Ibu Arie bersama Sanggar Sekar Budaya-nya. Karena itu demi meningkatkan kreativitas anak, maka Sekar Nusa bersama lingkungan Kelurahan Gandaria Utara akan mengadakan acara pentas seni pada Sabtu, 3 Desember 2016 di GOR Kebayoran Baru. Acara ini didukung oleh Kecamatan Kebayoran Baru, Kelurahan Gandaria Utara, Suku Dinas Olahraga dan Pemuda Jakarta Utara, Bina Vokalia Pranadjaja, Paman Gery Puraatmadja, dan tentu saja Kak Kasandra bersama A2G (Attitude Achievement Generation).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun