Mohon tunggu...
Johan Hans
Johan Hans Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Oleh-oleh Khas Jakarta

13 Maret 2013   11:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:51 26574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi orang daerah, siapa sih yang nggak antusias pergi jalan-jalan ke Jakarta? Dulu sewaktu saya belum mengenal Jakarta, ketika ada saudara atau teman pergi ke Jakarta, kesannya wah banget. Jakarta itu rasanya keren, modern dan mewah. Bagi saya, menceriterakan punya saudara yang tinggal atau hanya sekedar liburan ke Jakarta saja, sudah bangga bukan main. Jakarta gitu loh, tempat hidupnya artis-artis yang sering masuk tv. Waktu itu saya begitu gembira apabila kerabat yang baru saja pulang dari Jakarta memberikan oleh-oleh, entah baju kaos atau gantungan kunci. Padahal kalau dipikir - pikir, produk serupa banyak dijual juga di toko-toko di daerah kami. Tapi sekali lagi, ini Jakarta meennn.... keren. Kini, setelah saya sempat hidup beberapa lama di Jakarta, dan masih sering mengunjungi kota ini, saya melihat ada fenomena menarik tentang oleh - oleh khas Jakarta. Selain baju, tas dan produk fashion (yang harus) dari Tanah Abang atau Mangga Dua, buah tangan dari Jakarta kini seolah mengerucut ke produk-produk makanan yang di negeri barat sono sering disebut 'junk food'. Sering kali saya mengamati tentengan orang-orang di Bandara Soekarno-Hatta, produk Rotiboy, Dunkin Donuts &  Jco, sepertinya menempati rating utama untuk dijadikan oleh - oleh bagi kerabat di kampung. Gerai waralaba yang ada di Bandara Soekarno - Hatta memang cukup memudahkan orang untuk membelinya. Selain buat oleh - oleh, roti dan donat bermerk itu bisa juga dijadikan ganjal perut ketika lapar datang saat menunggu pesawat atau dalam perjalanan di udara. Suatu ketika di pusat perbelanjaan Tanah Abang, saya sempat mendengar seseorang berlogat Indonesia Timur sedang melakukan percakapan via telepon genggam. "Ya nak, jadi berapa rotiboy-nya bapak beli? ... iya, sebentar bapak beli rotiboy-nya ... " Terkadang saya heran juga kenapa Rotiboy, produk waralaba asal Malaysia itu, bisa demikian ngetop sebagai oleh - oleh 'khas' Jakarta. Padahal menurut saya Rotiboy itu enaknya dimakan saat masih hangat, fresh from the oven. Kalau dingin, maka rotinya akan kempes dan sedikit alot sehingga mengurangi kenikmatannya. Lain lagi dengan seorang rekan saya dari daerah Kalimantan yang sempat jalan - jalan di Jakarta. Dia dengan gesitnya mengitari sebuah mall untuk mencari sesuatu untuk anaknya. Lalu apa yang dia beli? Sekotak ayam KFC! "Lho Boss, KFC kan ada juga di sana?" "Biar lah... , yang penting ini belinya di Jakarta..." Hmm, saya jadi berpikir, ke mana sih kue - kue khas asli Jakarta? Di manakah kita harus membeli dodol betawi, geplak bakar, kerak telor dan roti buaya? Mengapa nama - nama itu malah kalah di kandang sendiri dibandingkan produk makanan yang dikemas dalam sistem waralaba modern? Jakarta malah kalah dibandingkan kota - kota di daerah seperti Medan yang punya Bika Ambon, belakangan bertambah lagi Bolu Meranti & Pain Cake Durian,  Yogyakarta yang memiliki ratusan kios dan toko tersebar di berbagai sudut kota menjual Bakpia Pathok, Semarang dengan Lumpia-nya, Padang dengan Kripik baladonya, Palembang dengan Empek - Empeknya dan kota" lain yang mempunyai oleh - oleh khas nya masing - masing. Jakarta setiap hari diserbu oleh orang - orang yang datang untuk berwisata atau melakukan perjalanan dalam rangka pekerjaan / bisnis. Orang - orang dari daerah lain atau bahkan luar negeri tentu berpotensi untuk membeli oleh - oleh. Namun sayang, oleh - oleh yang kini diincar sebagai 'khas' Jakarta, nyatanya adalah produk - produk asing.

Akhirnya saya pun mencoba untuk mengumpulkan informasi terkait oleh - oleh khas Jakarta. Kalo ada yang berkenan menambahi silakan saja. Mari kita kupas bareng demi Jakarta Lebih Baik #pake baju kotak - kotak#

PRODUK PANGANAN LOKAL JAKARTA

Oleh-oleh panganan lokal bisa dibikin. Menurut saya ada dua cara, yaitu dengan inovasi produk atau strategi marketing yang kreatif. Chocodot Garut membuktikan cara yang pertama, sedangkan Kripik Pedas Maicih adalah bukti nyata kedua. Kedua produk penganan lokal tersebut akhirnya menjadi citra baru kotanya masing - masing.

Nah, gimana Jakarta?

Makanan lokal khas Jakarta (Betawi) banyak, seperti kerak telur, dodol betawi, geplak bakar, akar ketapang, roti buaya, kembang goyang hingga bir plethok. Namun makanan - makanan khas Jakarta itu kok kayak kurang cetar membahanan badai, baik dalam hal inovasi produk maupun strategi marketingnya. Selain namanya kurang menggema, tempat untuk mendapatkan makanan khas Jakarta tersebut juga masih jarang. Terakhir saya menemukan dodol betawi dijual di minimarket mirip Indomaret di Stasiun Gambir. Yang lainnya saya bisa menemukannya kalo pas ada event - event tertentu, tapi kalo pas nggak ada event rada bingung juga.

Selain itu makanan - makanan baru yang sengaja dibuat lalu terkenal juga jarang yang sampe bisa dilabeli "Jakarta", coba aja ada yang namanya Risol Jakarta atau Lemper Jakarta.

Saya sendiri bermimpi ada panganan lokal Jakarta yang tahan lama tanpa pengawet lalu dikemas dengan menarik dan isinya bannyak! Haha. Coba ada yang bikin "Cokelat Ondel-Ondel" atau "Kacang Goreng Pamer Paha" atau "Donat Bundaran HI" atau "SI DOEL Asli Betawi(SI DodoL Betawi dengan aneka rasa) #maksa sih# atau apalah itu yang penting akhirnya produk tersebut bisa jadi sangat Jakarta, terlepas sebenarnya memang produknya juga 'hanya' kacang atau kue. Strategi marketing menjadi penting ketika inovasi produk sulit dilakukan.

PRODUK  FASHION JAKARTA

Akhir - akhir ini sudah nggak susah lagi nyari kaos yang ada tulisannya JAKARTA di beberapa pusat perbelanjaan di ibukota.  Bahkan, ada yang jual kaos bertema Jakarta dengan harga yang cukup miring. Selain itu pilihan kaos provokasi seperti DAMN I Love Indonesia atau koleksi Provotoko bisa dijadikan alternatif lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun