Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengambil Pelajaran Berharga dari Kasus Bayi Debora

26 September 2017   20:32 Diperbarui: 26 September 2017   20:36 4819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peristirahatan Terakhir Mendiang Debora. Sumber: detik.com

Kasus meninggalnya bayi Tiara Debora Simanjorang atau biasa dipanggil Debora (4 bulan) telah menemui titik akhir. Pada Senin, 25 September 2017, Koesmedi Priharto selaku Kepala Dinas Kesehatan Pemprov DKI, menyatakan bahwa berdasarkan laporan tim investigasi yang dibentuk khusus untuk menyelidiki kasus bayi Debora, telah terjadi miskomunikasi dan kesalahan administrasi di manajemen RS Mitra Keluarga yang berbuntut kepada meninggalnya Debora.

Karena kesalahan itu, Dinas Kesehatan Pemprov DKI melayangkan surat teguran tertulis kepada RS Mitra Keluarga, serta dua sanksi berupa restrukturisasi manajemen dalam waktu paling lama satu bulan dan harus lulus reakreditasi paling lambat enam bulan setelah surat keputusan keluar. Namun sebelumnya, bagaimana kronologi kasus bayi Debora ini sehingga dapat menyebabkan meninggalnya bayi berusia 4 bulan ini?

Menurut keterangan dari Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang selaku orang tua Debora, kejadian ini bermulai ketika mereka menemukan Debora dalam keadaan sesak napas. Karena kondisi Debora yang seperti itu, Henny dan suaminya segera melarikan Debora ke RS Mitra Keluarga. Sesampainya di sana, Debora dibawa ke IGD dan mendapat penanganan segera. Setelah dilakukan penanganan, kondisi Debora agak membaik, meskipun masih dalam kondisi kritis. Dokter yang menangani Debora menganjurkan kepada orang tua Debora agar Debora ditangani lebih lanjut di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

Menyetujui anjuran itu, Henny kemudian mengurus keperluan administrasi yang dibutuhkan. Akan tetapi, biaya uang muka PICU yang mencapai 19,8 juta Rupiah tidak sanggup dipenuhi oleh Henny dan ia mengajukan keringanan dengan membayar sebesar 5 juta Rupiah dan menyerahkan kartu BPJS. RS Mitra Keluarga menolak ajukan itu dan menawarkan rujukan dengan rumah sakit lain yang bekerja sama dengan BPJS untuk menindaklanjuti Debora. 

Setelah sekian waktu mencari rumah sakit rujukan untuk Debora, pukul 09.15 RS manajemen Mitra Keluarga berhasil menemukan rumah sakit yang bersedia menangani Debora. Akan tetapi, ketika dokter yang menangani Debora itu menelepon dokter di rumah sakit yang bersedia menerima rujukan itu, kondisi Debora tiba-tiba memburuk drastis dan setelah melalui beberapa pertolongan, nyawa Debora tidak dapat ditolong.

Mengacu kepada kronologi di atas, tim investigasi dari Dinkes Pemprov DKI yang diisi oleh anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melakukan audit medik dan audit manajemen untuk menyelidiki lebih lanjut. Hasil audit medik menyatakan bahwa dokter di IGD yang menangani Debora telah melaksanakan tindakan sesuai protokol. Sementara itu, dari hasil audit manajemen RS Mitra Keluarga, didapatkan bahwa tidak ditemukan regulasi yang konkrit mengenai prosedur pemberian informasi, kriteria pembiayaan pasien masuk IGD, kriteria masuk dan keluar pelayanan intensif, serta prosedur pelayanan dan penetapan DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien). Ketiadaan regulasi dan manajemen operasional yang buruk inilah yang dinilai menjadi penyebab utama kasus seperti ini dapat terjadi.

Pelajaran penting yang perlu dipetik mengenai kasus bayi Debora ini adalah mengenai pentingnya alur administrasi penyelenggaraaan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sebagai institusi penyedia layanan kesehatan, rumah sakit berkewajiban untuk selalu mengutamakan keselamatan pasien dibanding hal lainnya, termasuk kendala administrasi dan finansial yang berisiko memakan waktu. Selain itu, rumah sakit juga wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. Hal ini tertuang pada poin c ayat 1 pasal 29 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Meskipun bayi Debora telah diberikan pertolongan pertama di IGD, namun pelayanan itu tidak cukup karena dokter yang menangani menganjurkan untuk ditangani lebih lanjut di PICU. Walaupun pihak RS Mitra Keluarga telah mencari rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS untuk merujuk kasus Debora, tindakan yang dilakukan pihak RS Mitra Keluarga tidak etis karena fasilitas untuk menangani Debora sudah dimiliki oleh pihak RS itu sendiri. Adapun alasan pengajuan pembayaran Henny selaku Ibu Debora ditolak karena RS tersebut tidak bekerja sama dengan BPJS tidak bisa diterima karena menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2014, BPJS bisa mengover biaya perawatan pasien di manapun bila pihak rumah sakit mengajukannya.

Tentu dapat disadari bahwa dalam kondisi nyatanya pada waktu kasus Debora terjadi, pengambilan keputusan tidak semudah yang dibayangkan. Biaya PICU yang tidak sedikit ditambah lagi dengan kondisi kesehatan Debora yang di luar dugaan, rentetan faktor ini bermuara kepada meninggalnya Debora. Namun, apabila regulasi pada rumah sakit bisa diperbaiki dan dikaji ulang, kasus-kasus seperti ini dapat dihindari.

Semua kode etik pelayanan kesehatan dan peraturan-peraturan yang terkait mengenai penyediaan layanan kesehatan selalu menempatkan pasien sebagai prioritas. Maka, tidak ada alasan lagi bagi pihak penyedia layanan kesehatan, dalam hal ini rumah sakit, untuk tidak melakukan itu. Kasus ini diharapkan dapat dijadikan pelajaran bagi pihak penyedia layanan kesehatan untuk selalu menempatkan keselamatan pasien di atas segalanya. Semoga kasus ini bisa menjadi yang terakhir di Indonesia mengenai misadministasi pelayanan pasien.-Abiyyu

Referensi

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun