Mohon tunggu...
Ken Hirai
Ken Hirai Mohon Tunggu... profesional -

JIKA DIAM SAAT AGAMAMU DIHINA, GANTILAH BAJUMU DENGAN KAIN KAFAN. JIKA "GHIRAH" TELAH HILANG DARI HATI GANTINYA HANYA KAIN KAFAN 3 LAPIS, SEBAB KEHILANGAN "GHIRAH" SAMA DENGAN MATI (-BUYA HAMKA-)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Klarifikasi Mita Handayani dan Permohonan Maaf Kompasianer Marius Gunawan

1 Juni 2017   22:26 Diperbarui: 8 Juni 2017   22:44 8174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Hanya satu kata MIRIS, membaca beberapa tulisan di Kompasiana yang membela tindakan copas tanpa mencantumkan penulis aslinya. Apalagi tulisan-tulisan pembelaan tersebut ditulis oleh orang yang berprofesi dosen, guru dan penulis. Entahlah, apa yang mereka perjuangkan untuk negeri ini. Atau mungkin mereka berharap, Indonesia tercinta menjadi negeri para plagiator. Entahlah...

Polemik tentang Afi telah membuat orang-orang yang memiliki profesi terhormat menjadi sangat tidak rasional. Mereka rame-rame membully Kompasianer Pringadi Abdi Surya (PAS) sebagai orang yang pertama kali menulis dugaan plagiat yang dilakukan Afi. Padahal maksud Kompasianer Pringadi Abdi Surya (PAS) sangat mulia, agar Afi tumbuh menjadi penulis hebat yang mampu mengekspresikan isi pikirannya melalui tulisannya sendiri, bukan penulis tukang copas. 

Sayangnya rasa kagum justru bisa membunuh rasionalitas. Dan potret hilangnya rasionalitas tersebut terpampang nyata di Kompasiana. Padahal selama ini Kompasiana sebagai rumah sehat para penulis lepas tidak mentolerir akun-akun tukang copas. Banyak akun-akun tukang copas yang sudah dibekukan oleh Admin Kompasiana. Makanya menjadi aneh, ketika rame-rame mereka yang dulunya sangat aktif melawan plagiat kini justru membela tindakan plagiat. Duh...

Padahal jika mau jujur terkait dengan ide dan gagasan yang ditulis Afi, sebenarnya bukan hal baru di Kompasiana. Di Kompasiana ada anakmuda hebat bernama Dewa Gilang. Gagasannya tentang Islam rahmatan lilalamin dan toleransi terhadap minoritas begitu runut dan enak dinikmati. 

Nama lain anak muda hebat yang tulisan-tulisannya sangat populer di Kompasiana adalah Anindya Gupita Kumalasari (AGK). Di Kompasiana Dewa Gilang telah menghasilkan 942 artikel dan dari 942 artikel tersebut tidak ada satu pun hasil plagiat. Jika ingin mengorbitkan anak muda yang memiliki bakat menulis hebat dengan gagasannya tentang Islam rahmatan lilalamin dan toleransi terhadap minoritas, harusnya Dewa Gilang bukan Afi.

Sayangnya, dampak kekalahan dalam Pilkada DKI Jakarta diakui atau tidak terbukti memiliki daya rusak yang dahsyat. Segala cara ditempuh untuk menuntaskan balas dendam. Penguasa, pengusaha dan media mainstream secara terang-terangan “berselingkuh” menerapkan politik belah bambu, menginjak kelompok yang berlawanan dan mengangkat kelompok yang sekubu. Polarisasi semakin mengeras. Hanya ada dua pilihan menjadi kawan atau lawan. Tidak ada pilihan ketiga. Dan sayangnya ada yang memanfaatkan Afi untuk mencapai tujuannya tersebut. 

Afi pun terbebani untuk terus mepublikasi gagasan-gagasan yang menjadi “pesanan sponsor”. Hingga akhirnya entah sengaja atau tidak, Afi diduga telah melakukan copas tanpa ijin penulis aslinya. Tragisnya lagi, Afi telah menambahkan logo copyright dalam artikel yang diduga hasil copas tersebut. Afi sendiri telah melakukan klarifikasi kepada Kompas melalui wawancara dengan Bayu Setiono bahwa tulisan”Agama Kasih” yang telah diganti judulnya menjadi “Belas Kasih Dalam Agama Kita” adalah karyanya sendiri.

Sayangnya pengakuan Afi justru dimentahkan oleh Mita Handayani sebagai pemilik asli artikel “Agama Kasih” yang diduga telah dicopas oleh Afi. Dalam klarifikasinya Mita Handayani menuliskan bahwa artikel dengan judul “Agama Kasih” adalah karyanya yang ditulis saat Ramadhan tahun lalu (2016). Tulisan “Agama Kasih” menjadi satu rangkaian dengan artikel “Lampu Sang Kalifah” yang hingga saat ini masih bertengger di wall FB-nya. 

Klarifikasi Mita Handayani diperkuat oleh Willy Liu yang telah mengcopas artikel “Agama Kasih” milik Mita pada hari dan tanggal yang sama. Jika Afi mengcopas artikel “Agama Kasih” tanpa mencantumkan penulis aslinya, Willy Liu justru memberikan credit “Oleh Mita” diakhir tulisannya. Tragisnya, tak hanya mengcopas tanpa menuliskan penulis aslinya, Afi juga menambahkan logo copyright yang mengklaim artikel “Agama Kasih” adalah miliknya.

Dengan adanya klarifikasi dari Mita Handayani dan Willy Liu, kini publik pun tercerahkan, siapa sesungguhnya penulis asli dan siapa yang tidak jujur. Sekali lagi, MIRIS hanya demi mengejar popularitas sesaat rela melakukan kebohongan demi kebohongan. Padahal sekali berbohong maka akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya dan membentuk spiral kebohongan.

Jika Afi tetap ngotot mengaku bahwa artikel “Agama Kasih” adalah miliknya, tidak demikian dengan Kompasianer Marius Gunawan. Setelah mendapatkan klarifikasi dari Mita Handayani, Kompasianer Marius Gunawan secara jantan mengakui kesalahannya dan minta maaf pada para Kompasianer khususnya Kompasianer Pringadi Abdi Surya (PAS).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun