Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cerita Hari Kemarin

14 Oktober 2013   10:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:33 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ku duduk di bangku kosong tua,
Dia turut
Ku membaca mantera-mantera,
Dia turut
...

Kenangan tiba menengok ruang-ruang kehidupan,
Teringat ku pernah meletakkan sepucuk suratku
Di balik bawahnya,
Pun pernah membenamkan pantatku penuh atas kayunya
Pada masa yang kemarin bersimpuh

Aku menatapnya,
Terngiang bayangan
Sayang ketika hijau emas usia
Kusapa dia, yang tengah melepas kacamatanya
Perempuan itu
Tengah menduduki sisinya dan sisiku
Pandangannya dulu bersih kala menghiburku
Dia memperoleh pencerahannya
Tapi berbalik ketika
Beribu runtutan kelembaman
Merana
Yang terkirim oleh putih merpati-merpati

Saat itu tiba,
Ku yang kembali dari pergi
Membasuh lengan dan kaki
Membasuh hati
Wajah yang membiru bertebal kulit
Tulang dan kulit

Saat itu tiba,
Aku kehilangan sejuta kata

Perlahan mendekatiku
Dia memandangiku nanar
Lalu bersandar
Sekedar menyapa,
"Hai, agung karya
Pulihkan pedihku
Pundakmu yang tengah menanggung kepalaku
Dan berat tubuhku
Serta liat dadaku
Kau,
Yang dari lingkar bibirmu
Terkandung belaian cahya sakti
Balutan berlian maupun mutiara
Kaukah itu,
Setelah sekian lama
menghilang tak tentu?
Kaukah,
Sang biduan itu?

Aku merindukan lagumu...,
Kau,
Hai, aku bertanya
Jawablah: mengapa diam dirimu?
Aku telah lama
Menunggu
Masih di guritan yang sama
Dalam masa yang rahasia

Begitu kejamnya wahai kepala yang penuh dengan kalbu
Panjang waktuku
Telah kuhabiskan melukiskan warnamu saja,
Walau semu dalam ilusiku
Tapi berusaha kuurai
Pada lembaran kanvasku,
Telah berlalu jam
Bertabur kedukaan yang mencekam
Dan kesepian yang membara

Sisanya
Kini berjalan mengiringi lenganku yang merasa
Inderaku
Kini berdetak
Menemani sendu
Tubuhku disisimu.

...
Tapi tak kurasakan sesuatu
Kecuali penatnya yang menggigilku..."

"Oh,
Pujanggaku
Berjalan menggapai cita dunia,
Rahasia dirinya
Utusan Sang Maha Empunya
Meninggalkan istri tercintanya
Yang dulu hilang
Telah pulang
Tapi pergi lagi.
Mengapa tak keluarkan riang rimamu,
Suara emasmu,
Kidung kencanamu,
Mana suaramu,
Kaulah,
Satu-satunya penyanyi di tengah
Hamparan batu baiduri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun