Mohon tunggu...
KASTRAT BEM FEB UGM
KASTRAT BEM FEB UGM Mohon Tunggu... Penulis - Kabinet Harmoni Karya

Akun Resmi Departemen Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Memajukan Sepak Bola Indonesia Menjadi Seperti Liga Top Eropa: Realistis atau Utopis?

25 Mei 2019   17:23 Diperbarui: 26 Mei 2019   07:40 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KastratPedia. Karya Oky Bagus Prasetya (Staf Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UGM 2019)

Dunia sepakbola Indonesia bagai dihantam badai yang tak berkesudahan. Setelah melanggar regulasi FIFA (Fdration Internationale de Football Association) karena pemerintah melakukan intervensi terhadap PSSI pada musim 2011-2012, kini hadir kembali isu pengaturan skor yang diduga melibatkan eksekutif PSSI dan perangkat pertandingan, termasuk wasit. Tingginya tingkat kasus bernada negatif yang melanda sepakbola negeri ini sejalan dengan minimnya prestasi Indonesia dalam kancah internasional, baik Timnas Indonesia maupun klub yang berlaga di AFC Cup ataupun AFC Champions Cup.

Gambar 1 : Ranking Timnas Indonesia tahun 1993 -- 2019. Source : FIFA
Gambar 1 : Ranking Timnas Indonesia tahun 1993 -- 2019. Source : FIFA

Dilihat dari grafik ranking timnas Indonesia di level dunia, sejak 1993 (tahun dimulainya survei) hingga 2019, dunia persepakbolaan Indonesia menunjukkan tren negatif. Antusiasme yang ditunjukkan masyarakat pun turun melihat sepakbola Indonesia yang carut-marut dan nirgelar. Sikap skeptis kerap kali muncul saat membicarakan sepakbola Indonesia. Publik terkesan lebih menyukai pembicaraan mengenai liga-liga Eropa seperti EPL (English Premier League), La Liga, Bundesliga, dan Ligue 1. Saat diskusi diarahkan ke liga Indonesia, antusiasme diskusi meredup, persis yang terjadi di Italia pada tahun 2006.

Dahulu, Italia mempunyai liga dengan nilai komersial tertinggi di dunia. Diisi dengan pemain-pemain top dunia seperti Ronaldo Nazario (Internazionale), Paulo Maldini (AC Milan), dan David Trezeguet (Juventus), publik seakan terpukau dengan kualitas permainan tim-tim Serie A (liga kasta tertinggi Italia). Namun, sejak skandal pengaturan skor (Calciopoli) terkuak di Serie A, kepercayaan publik meredup.

Secara cepat, tingkat komersialisasi Serie A disalip oleh liga Inggris yang melakukan 'ekspansi' bisnis besar-besaran, La Liga yang menghadirkan dua pemain terbaik dunia dengan bumbu rivalitas diatasnya, dan Bundesliga yang kerap memberikan kejutan di tiap laga kontinental, baik Europa League maupun Champions League.

Gejolak perpolitikan sepakbola yang sulit ditarik akar masalahnya menjadi sebab musabab kacaunya dunia sepakbola di Indonesia terjadi. Jika mengamati isu sepakbola Indonesia, salah satu acara talkshow, Mata Najwa, mengangkat tema 'Revolusi PSSI'. Alasan dibalik timbulnya gerakan revolusi ini tak lain adalah PSSI yang kini memegang hak dan kewajiban sebagai regulator sepakbola Indonesia, dianggap tidak mampu memajukan prestasi liga dan Timnas Indonesia. Publik semakin gerah ketika mengetahui bahwa terdapat conflict of interest dari para executive coordinator atau exco yang menguasai aset tim di Liga 1 Indonesia. Dikarenakan governing body PSSI yang tidak dapat diintervensi oleh pemerintah, penyelesaian konflik kerap lebih sulit.

Lalu bagaimanakah strategi memajukan persepakbolaan Indonesia dengan cara yang sustainable seperti liga-liga Eropa? Mari kita ulas dalam pendekatan ekonomi dan manajemen. Untuk mengembangkan sepakbola dalam segi ekonomi, kita tidak dapat secara langsung menerapkan teori ekonomi klasik untuk mengatasi masalah-masalah yang ada, seperti supply-demand pemain sepakbola, market value suatu klub dan ticketing suatu pertandingan sepakbola. Perlu dilakukan pendekatan yang berbeda, dikarenakan ekonomi sepakbola memiliki struktur yang asimetris, inelastis, dan terkadang irasional (Terekli, 2018).

Dalam ekonomi sepakbola, klub, pemain, dan fans hanyalah sebagian dari 'orkestra untuk menghasilkan musik berkualitas'. Di sisi lain, pendapatan dari variabel yang ada, seperti tiket dan penjualan merchandise, sponsor, pembayaran live broadcast, dan pasar taruhan menunjukkan bahwa sepakbola adalah pekerjaan yang profesional.

Performa pemain dan klub di lapangan perlu dicatat sebagai hal terpenting yang berkorelasi dengan kesuksesan ekonomis. Transparansi finansial juga perlu dikedepankan untuk menghasilkan good governance policy. Transparansi finansial berupa data finansial suatu klub dan statistik finansial liga di Indonesia belum diterapkan karena masyarakat atau pihak-pihak terkait tidak dapat diakses secara publik.

Setelah menganalisis elemen-elemen yang penting dalam pengembangan ekonomi sepakbola, tahap-tahap yang mantap atau distinguished juga perlu diterapkan. Hal ini dikarenakan kemajuan yang berkelanjutan tidak dapat hadir dalam semalam. Mengutip perkataan Prof. Dr. Simon Chadwick dalam tulisan Amal Ganesha (2014), fase perkembangan industri olahraga dimulai dari amatir, profesional, lalu komersialisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun