Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hilal Rezeki Halal

23 Mei 2020   08:29 Diperbarui: 23 Mei 2020   09:06 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hilai telah nampak?", tanya Arini dengan wajah penuh harap ketika suaminya baru saja tiba. Iqbal tidak menjawab, ia bergegas masuk pintu belakang menuju kamar mandi. Mandi, sebuah kebiasaan baru Iqbal sejak bulan februari lalu. Meski ia hanya keluar sebentar saja ia mandi sebersih-bersihnya yang ia tahu. 

Arini tak perlu mendesak lagi dengan pertanyaan. Ia tahu bahwa suaminya tak berhasil menagih piutangnya. Ia menyebut "hilal" sebagai pengganti kata piutang dibayar atau invoice bisnis mereka cair. Arini dengan muka cemberut memainkan remote control televisi. Memindah-mindah saluran televisi tanpa memperhatikan apa yang ditayangkan. Membesarkan volumenya sekencang-kencangnya.

"Ar, udahlah. Jangan kayak anak kecil gitu. Kasian Syafa, Malik dan Hamka nanti terbangun dari tidur siang mereka", tegur Iqbal. Nadanya agak meninggi. "Anak-anak sudah shalat Zuhur?"tanya Iqbal yang melembutkan suaranya.

"Kamu nanya itu gak percaya aku lupa ngingetin anak-anakku atau meragukan aku menjalankan shalat zuhur karena kamu tidak mengimami?", tukas Arini.

Iqbal terdiam, ia hanya beristighfar dalam hati. Berusaha pula tidak menghela nafas di hadapan istrinya. Ia sangat paham, Arini sangat tidak dapat mendengar helaan nafas panjang. Ia akan merasa begitu tertekan dengan pelepasan energi orang lain. Setidaknya itu yang dijelaskan Arini kepada Iqbal, mengenai benar atau tidaknya jelas Iqbal tidak paham.

"Mas, temen-temen kamu itu gimana sih. Katanya orang kajian. Harusnya paham dong bagaimana hukumnya menunda-nunda bayar hutang", tukas Arini.

"Ar, perlu berapa kali aku menjelaskan kepadamu mereka tidak ndalep hutang. Mereka memang tidak punya uang. Usaha mereka sedang macet juga,: sahut Iqbal yang hampir kelepasan emosi.

"Siapa, Rangga suami Hanum?, gak punya uang ? Eh, Mas Hanum itu kirim hampers ke semua teman-temannya.  Instastorry penuh dengen ucapan terima kasih terima hampers dari dia.Aku aja dikirimin tuh.", sahut Arini sambil memuncungkan bibirnya ke arah sebuah paket cantik di hadapan mereka. 

Sebuah kotak dari rotan dengan hiasan kain etnis,bernuansa hijau. Beberapa hiasan berbentuk ketupat kecil mempercantiknya. Iqbal menarik paket cantik itu. Membukanya. Selembar scarf indah berbahan halus dengan merk butik terkenal, 3 buah toples kaca mini berisi nastar, kastangel dan putri salju serta kotak hard paper berlapis berisi kue khas Palembang, lapis legit nanas, maksubah, engkak, kojo. Dengan label bakery ternama di kota itu. 

"Itu yang dari Hanum saja.  Banyak tuh di kamar dikirim selama 3 hari ini. Beberapa akan kubongkar, sebagai kiriman balasan. Eman-eman,  aku udah buat banyak makanan. Mubazir aja kalo semua disimpen dan aku kirim yang lain" celoteh Arini, "Lagian, simpenan duit kita udah menipis Mas. Bayaran sekolah anak-anak sudah nunggak 5 bulan loh", sambung Arini. Ketiga buah hatinya bersekolah di Sekolah IT paling elit di Palembang. Tidak ada kebijakan  pengurangan SPP  meski Sekolah dari rumah. 

Beberapa pekerjaan Iqbal  sebagai sub kontraktor sudah mangkrak sejak awal tahun. Belum ada satu pekerjaan pun yang ia terima. Iqbal yang mengambil pensiun dini, uang nya dipinjamkan kepada beberapa kolega, atau pun menanamkan investasi ke beberapa UMKM kecil di kelompok pengajiannya. Bagi Iqbal ini salah satu bentuknya melawan sistem riba yang telaah merongrong negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun