Mohon tunggu...
M Kanedi
M Kanedi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Hanya sebutir debu semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dampak El Nino 2015, Bersiaplah Menghadapi Kemarau Panjang yang Menyengsarakan

5 Agustus 2015   06:12 Diperbarui: 5 Agustus 2015   06:47 15630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekan lalu, Kamis (30/7/2015) Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Andi Eka Sakya, merilis peringatan dini dampak fenomena El Nino 2015 di Indonesia. Tahun ini, El Nino yang semula diprediksi berskala moderate, berpotensi menguat. Akibatnya, kemarau tahun ini akan berlangsung lebih lama. Yang penting kita ketahui ialah bahwa kemarau panjang bisa berdampak luas.

Sekilas tentang El Nino
El nino adalah sebutan dalam bahasa Spanyol yang artinya Si Buyung Kecil (The Little Boy) atau Anak Kristus (Christ Child). El Nino adalah nama yang diberikan oleh para nelayan lepas pantai Amerika Selatan pada tahun 1600-an untuk menyebut fenomena menghangatnya air laut di Samudra Pasifik yang tidak lazim pada sekitar bulan Desember (perayaan Natal).

Belakangan diketahui bahwa fenomena tersebut terjadi akibat melemahnya angin pasat yang biasanya (dalam kondisi normal) bersirkulasi di Samudra Pasifik. Keadaan ini menyebabkan air hangat di bagian barat Pasifik tertarik ke timur.
Karena air hangat di bagian barat Pasifik (Australia, Papua Nugini, dan Indonesia) berkurang maka penguapan (evaporasi) juga menurun.

Berkurangnya evaporasi menyebabkan atmosfer di kawasan tersebut miskin uap air. Karena miskin uap air, curah hujan di kawasan ini juga menurun sehingga terjadilah kekeringan (kemarau). Semakin kuat dan masif perpindahan masa air laut itu, akan semakin lama pula musim kemarau yang ditimbulkannya.

Kemarau Panjang dan Dampaknya
Dalam rilis itu, Kepala BMKG menyatakan bahwa berdasarkan berbagai data klimatologis yang ada, fenomena El Nino tahun 2015 ini berkecenderungan menguat. Oleh karena itu pihaknya memprediksi kemarau tahun ini akan berlangsung lama. Paling cepat, hujan baru turun pada bulan November atau Desember. Daerah yang diperkirakan bakal terkena dampak serius El Nino 2015 adalah Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Mengingat kemarau sudah berlangsung sejak Mei, bahkan ada yang sudah mengalaminya sejak Maret, maka sulit dibayangkan apa akibatnya jika hujan baru turun di bulan November atau Desember. Sungai, situ, sawah, lahan-lahan pertanian, dan sumur-sumur dangkal bakal mengering. Bila itu terjadi, inilah dampak yang akan kita hadapi:

a. Dampak langsung
1) Anjloknya produksi pertanian dan perkebunan
Berkurangnya produksi pertanian ini bisa memicu melambungnya harga-harga bahan makanan: beras, sayur mayur, dan buah-buahan. Selain bisa menurunkan tingkat kesehatan akibat kurangnya asupan gizi, kelangkaan bahan makanan pokok pada tingkatan ekstrem bisa menimbulkan bencana kelaparan.

2) Krisis air bersih
Ketika sungai, situ, dan sumur dangkal mengering banyak masyarakat yang akan kesulitan mendapatkan air bersih. Kondisi ini bisa mendorong timbulnya wabah penyakit menular karena mayarakat terpaksa menggunakan/mengkonsumsi air yang tidak higenis.

3) Kebakaran
Dalam kondisi normal saja kebakaran hutan/lahan dan properti lainnya bisa terjadi dengan mudah dan sulit mengendalikannya, apatah lagi pada musim kemarau ketika pepohonan mengering dan meranggas, ketika di lingkungan pemukiman kekurangan air.

4) Berhentinya PLTA
Seperti diberitakan oleh salah satu TV nasional (Selasa, 4/8/2015), kemarau belum lagi genap 3 bulan, PLTA Cirata (Jawa Barat) terpaksa mengistirahatkan 80% turbinnya karena debit bendungan Cirata menurun tajam. Jika seluruh turbin PLTA Cirata ini berhenti dapat dipastikan pasokan listrik Jawa-Bali akan berkurang. Pada akhirnya, kondisi ini akan berdampak pada banyak sektor , khusunya dunia industri.

b. Dampak tidak langsung
Mengeringnya lahan-lahan pertanian bisa berakibat berhentinya usaha pertanian. Keadaan ini dapat menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di pedesaan. Pengangguran di satu sisi, ditambah tingginya harga-harga kebutuhan pokok di sisi lain, berpotensi menimbulkan masalah sosial tersendiri. Urbanisasi mungkin meningkat, jumlah gelandangan dan pengemis bertambah, dan angka kriminalitas boleh jadi akan tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun