Mohon tunggu...
Keza Felice
Keza Felice Mohon Tunggu... Freelancer - Bloger and Content Writer

Content Writer✓Ghost Writer✓SEO Content✓kezafelice.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi│Bayang Semu dari Pagi yang Telah Berlalu

28 Oktober 2018   05:38 Diperbarui: 28 Oktober 2018   14:57 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Aku melihatnya di seberang sana, seorang anak kecil yang duduk di samping sang ibu
Wajahnya terlihat pucat dengan tangan yang sedekap
Ada bulir air mata menempel di pipinya
Pun dengan sebuah senyuman yang tidak sempurna

Apakah sepagi ini sudah ada duka di antara mereka?
Aku hanya bisa bertanya pada nuraniku
Dan tetap menatap mereka dari kejauhan
Memandangi semburat tipis pada bibirnya yang enggan bertambah

Apakah anak itu mengurungkan senyumannya?
Tangan hangat sang ibu pun mulai terlihat mengelus rambut sang anak
Ditatapnya lekat wajah mungil itu
Hingga akhirnya sebuah senyuman yang sedari tadi tertahan pun menjadi sempurna

Darinya aku mengerti tentang nikmat yang tersembunyi
Apa yang kurasa belum tentu mereka merasakannya
Pun dengan apa yang mereka terima
Aku hanya memandangnya dari kejauhan, tak layak jika aku mengambil sebuah kesimpulan

Mentari mulai menyingsing tampakkan sebuah cahaya hangatnya
Menyinari seorang anak kecil dan ibunya
Mereka melambaikan tangan padaku entah apa sebabnya
Aku pun hanya menerimanya dengan melempar sebuah senyum sapa

Hingga mentari yang meninggi menyadarkanku
Tak ada siapapun di seberang jalan sana
Aku hanya melihat bayang semu dari masa laluku
Aku yang dulu pernah menahan sebuah senyuman karena kelaparan

Namun, ibu melarangku untuk memasang wajah yang membuat hatinya kelu
Tak pantas seorang anak mengutuk takdir karena tak ada yang mengasihani
Hidup bukan soal sebuah cara tuk dapatkan iba
Bagaimanapun hidup yang harus dijalani, biarkan saja berjalan apa adanya, tak perlu menyesali

Kini, anak kecil yang dulu menahan lapar di pagi hari
Bersedekap menahan sakit dan mengurungkan senyumannya
Telah tumbuh menjadi wanita dewasa
Yang tak akan membiarkan anak kecil lainnya merasakan hal yang sama


-Kaiza.281018-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun