Mohon tunggu...
Kay Ikinresi
Kay Ikinresi Mohon Tunggu... Guru - Inspirator

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Untuk Apa Anda Bersekolah?

6 Februari 2020   11:31 Diperbarui: 11 Maret 2020   09:00 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salah satu pepatah terkenal dari Seneca, Filsuf dan Pujangga Romawi: "Non Scholae sed vitae discimus", patut kita renungkan dan bandingkan dengan sistem pendidikan kita. Arti dari pepatah ini (kita belajar bukan untuk sekolah namun untuk kehidupan) cukup menjadi dasar bagi kita untuk menangisi pendidikan kita.

Saya secara pribadi harus mengakui bahwa menempuh pendidikan selama 12 tahun dari Dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), sangat sedikit faedahnya bagi hidup saya. 

Murid Pendengar 

Tentunya saya tidak mengabaikan peranan guru dalam membentuk "karakter intelektual" saya, namun saya harus berani mengatakan bahwa saya bisa menulis, membaca dan berhitung sebelum saya bersekolah. Dan yang mengajarkan saya tiga unsur andalan pendidikan dari dulu hingga saat ini adalah almarum kakek saya. Beliau adalah seorang tukang jahit. Saat malam tiba beliau selalu menempatkan diri mengajari saya menulis, membaca dan berhitung pada sebuah "kursi kayu". 

Dengan sisa potongan kapur tulis, ia selalu menulis angka, huruf pada kursi tersebut seraya menunjukkan bunyi huruf dan angka tersebut serta bagaimana merangkai kata, mengadakan perhitungan yang terkadang menggunakan sapu lidih. Di atas bangku itu pula saya belajar menulis huruf dan angka. Belajar merangkai kata, mengadakan penjumlahan dan pengurangan. Maka tidak heran bila saya sudah "pintar" sebelum sekolah. Hal ini terbukti saat saya masuk sekolah sebagai "murid pendengar".

Istilah "murid pendengar" adalah istilah yang dikenakan kepada saya karena umur saya belum mencapai 7 tahun namun sudah sekolah di kelas satu. Meskipun sebagai "murid pendengar" namun saya sering diberi kesempatan untuk menghukum teman-teman kelas saya yang tidak tahu menulis dan membaca serta tidak dapat menjawab pertanyaan "mencongak ."

Namun saya tidak diperkenankan naik kelas karena masih "di bawah umur." Tetapi saya tetap semangat sekolah hingga tamat SD, SMP dan SMA. Saat tamat SMA seorang  perwakilan sekolah Yayasan kami meminta saya dan beberapa teman angkatan mengungkapkan kesan dan pesan kami untuk perkembangan sekolah kami kedepannya. Dan mengacungkan jari dan mengatakan: "Saya merasa dan mengalami bahwa saya tidak mendapatkan manfaat yang berarti saat saya bersekolah."

Pasti Anda bisa menebak apa yang dikatakan oleh perwakilan yayasan tersebut: "Ini hal pertama yang baru saya dengar sepanjang hidup saya." Tiba-tiba terdengar suara yang menyelah: "Saya juga merasa demikian.".... Saya yakin Anda juga merasa demikian. Bahwa kita bersekolah seakan tidak ada manfaatnya bagi kehidupan kita.

Sadarkah Anda bila kita bersekolah hanya untuk sekolah. Bila Anda menyangsikan hal ini maka tolong jawab pertanyaaan saya secara jujur: Apa Isi materi  pelajaran  SD - SMA yang masih Anda ingat hingga saat ini, dan menjadi jaminan bagi kesuksesan pribadi dan karier Anda ? Dan ini produk dari sistem pendidikan/sekolah-sekolah  kita: Membuat orang mengetahui banyak hal tetapi TERASING dengan DIRINYA sendiri! Sistem Pendidikan Kita membuat kita menguasai berbagai disiplin ilmu, namun tidak mendisiplinkan diri kita untuk menguasai diri kita sendiri.

Ironi Dunia Pendidikan Kita

1. Pendidikan/sekolah diharapkan mampu membentuk peserta didik menjadi pribadi yang jujur. Namun selama ini tidak ada mata pelajaran tentang "kejujuran" dan bagaimana menjadi orang yang jujur. Justru tema tentang kejujuran hanya diselipkan pada salah satu materi pelajaran Agama. Itu pun kalau ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun