Mohon tunggu...
Rudi Mulia
Rudi Mulia Mohon Tunggu... Konsultan - Konselor

salah satu Co-founder Komunitas Love Borneo yang mendirikan rumah baca di pedalaman Kalimantan Barat. saat ini sudah ada 16 rumah baca dan akan terus bertambah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Belajar Berpikir Sederhana

23 November 2011   10:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:18 3702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada cerita unik yang saya baca dalam sebuah artikel di sini.

Pada saat NASA mulai mengirimkan astronot ke luar angkasa, mereka menemukan bahwa pulpen mereka tidak bisa berfungsi di gravitasi nol, karena tinta pulpen tersebut tidak dapat mengalir ke mata pena. Untuk memecahkan masalah tersebut, mereka menghabiskan waktu satu dekade dan 12 juta dolar. Mereka mengembangkan sebuah pulpen yang dapat berfungsi pada keadaan-keadaan seperti gravitasi nol, terbalik, dalam air, dalam berbagai permukaan termasuk kristal dan dalam derajat temperatur mulai dari di bawah titik beku sampai lebih dari 300 derajat Celcius.

Dan apakah yang dilakukan para orang Rusia ? Mereka menggunakan pensil!

Cerita di atas adalah kisah mengenai bagaimana berpikir secara sederhana sederhana. Saya tertarik untuk mengangkat ini yaitu tentang cara berpikir sederhana. Saya akan mulai dengan pernyataan bahwa saat ini kita hidup di masyarakat yang tidak sehat.  Setuju?? Kalau tidak setuju silakan keluar dari lapak ini hehehe…. Becanda

Nah, karena kita hidup dalam masyarakat yang tidak sehat, kita bisa memilih menjadi bagian dari ketidaksehatan secara kolektif atau menghadapi risiko menjadi sehat. Termasuk juga dalam hal berpikir sederhana. Banyak orang untuk berpikir secara rumit daripada secara sederhana. Masyarakat yang tidak sehat sekarang ini diajak untuk berpikir rumit. Yang ada masyarakat menjadi semakin tidak sehat pikirannya.

Berpikir sederhana merupakan barang yang langka saat ini. Orang sulit untuk berpikir sederhana karena ada obsesi atau kompulsi yang menginginkan penyelesaian dilakukan secara rumit, bukan dengan cara sederhana. Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga.

Lihatlah bagaimana penanganan pemerintah untuk mengatasi persoalan bangsa. Kebanyakan masalah diatasi dengan cara penanganan rumit seperti cerita di atas atau juga seperti cerita berikut ini.

Suatu hari, pemilik apartemen menerima komplain dari pelanggannya. Para pelanggan mulai merasa waktu tunggu mereka di pintu lift terasa lama seiring bertambahnya penghuni di apartemen itu. Dia (pemilik) mengundang sejumlah pakar untuk men-solve.

Satu pakar menyarankan agar menambah jumlah lift. Tentu, dengan bertambahnya lift, waktu tunggu jadi berkurang. Pakar lain meminta pemilik untuk mengganti lift yang lebih cepat, dengan asumsi, semakin cepat orang terlayani. Kedua saran tadi tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Tetapi, satu pakar lain hanya menyarankan satu hal, “Inti dari komplain pelanggan anda adalah mereka merasa lama menunggu”. Pakar tadi hanya menyarankan untuk menginvestasikan kaca cermin di depan lift, agar pelanggan teralihkan perhatiannya dari pekerjaan “menunggu” dan merasa “tidak menunggu lift”.

Banyak orang yang berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang rumit. Cara yang rumit kadang menimbulkan masalah baru dan dalam setiap masalah bila tidak bisa diluruskan dengan baik maka masalah yang tidak selesai akan menggangu individu dan mengejawantahkan diri dalam tingkah laku.  Masalah yang tidak selesai membentuk pusat keberadaan seseorang, dan menghambat semangat pemikiran itu.

Tidak jarang orang-orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Berpikir sederhana, bukan berarti tanpa pertimbangan logika yang sehat. Kita tentunya perlu mempunyai harapan dan idealisme supaya tidak asal tabrak. Tetapi hendaknya kita ingat bahwa seringkali Tuhan mengajar manusia dengan perkara-perkara kecil terlebih dahulu sebelum mempercayakan perkara besar dan lagipula tidak ada sesuatu di dunia yang sempurna dan dapat memenuhi semua idealisme kita.

Ada saatnya kita berpikir kritis dan ada saatnya kita berpikir sederhana. Yang penting berhikmat dalam pemikiran dan bijaksana dalam bertindak. Jangan menyederhanakan hal yang kritis dan juga jangan mengkritisi hal yang sederhana.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun