Mohon tunggu...
Justinbeib
Justinbeib Mohon Tunggu... -

Cool Calm Confidence

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bara antara PKS dan KPK

9 Mei 2013   05:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:52 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya penulis berceloteh monggo bisa disimak link berikut:

1.http://nasional.kompas.com/read/2013/05/07/20415968/Saat.Datangi.DPP.PKS..KPK.Bawa.Surat.Penyitaan.

2. http://www.dakwatuna.com/2013/05/08/32922/kpk-main-api-via-johan-budi-fakta-atau-berita/#axzz2Sk2yTuLf

Sejenak penulis melihat beberapa celoteh baik dari kompasianer atau facebooker dan medsos lainnya, terutama celoteh para kontra PKS atau barisan sakit hati PKS atau entah apalah sebutannya, di situ terlihat jelas redaksional yang begitu kental nuansa 'kebenciannya'. Terakhir penulis menyempatkan diri melihat celotehan antara PKS lovers dan PKS haters hingga menyinggung ayat al Qur'an, hingga terjadi kesalahpahaman, nah ibarat pepatah 'digosok makin sip', para komentator pun begitu deras ikut mengecam pihak PKS lovers, walau kemudian keduanya saling klarifikasi dan masalah selesai, namun, pihak komentator masih saja 'menggosok, menggosok dan menggosok' agar semakin 'cling'.

Politik itu kotor, pepatah yang entah siapa pertama kali mengutarakan, namun, sejatinya kekotoran yang terjadi sebenarnya dimulai dari perilaku manusianya yang mengotori politik itu. Semua ranah kehidupan baik dari agama hingga hukum, jikalau masuk di dalamnya pihak-pihak yang masih bersinggungan dengan namanya politik, semua akan berwarna keruh.

Gerah rasanya penulis melihat carut marutnya 'lambe' (mulut jawa red), para komentator dan para pemegang jabatan di Jakarta sana, tak lepas juga 'lambe'nya para jurnalis yang hingga saat ini kental nuansanya dengan 'konspirasi' mana yang laik dijual ke publik, mana yang tak laik. Hingga akhirnya ibarat kata 'tahi lalat pun enak disantap '.

Drama antara PKS dan KPK memasuki babak baru, bagi orang luar yang benar benar asing seperti penulis dan kompasianer lainnya yang tidak masuk jajaran keduanya tentu hanya bisa menilai melalui media, atau paling banter ya melalui bisikan roh halus yang tentu saja telah dibumbui beberapa racikan khasnya.

Jika penulis memasuki perspektif KPK, tentu saja PKS salah, wajar. Masyarakat pun menilai demikian bahkan lebih buruk lagi. Namun, jika penulis menilai dari perspektif PKS, wah, begitu dahsyatnya ujian yang dialaminya. Gempuran dari sisi teman se meja koalisi dan gempuran super dahsyat dari masyarakat yang kadung antipati dengan PKS. Namun, jika penulis menilai dari sisi tengah, dua sisi atau secara cover both, rasa-rasanya aneh juga perilaku KPK dalam menindaklanjuti beberapa kasus belakangan ini. Terutama kasus yang menerpa partai-partai besar dalam jajaran koalisi atau di luar koalisi, seakan tebang pilih, mana yang membuat 'heboh' dunia media, akan diutamakan. Melihat konfrontasi di Metro TV tadi malam, sungguh telah terjadi pula kejadian dimana jubir KPK tidak mampu menjawab pertanyaan sepele dari pihak PKS, yaitu PERTAMA: drama penangkapan LHI dengan dalih operasi tangkap tangan. Kemudian ditanya balik saat itu (saat dipertemukan dengan lawyer PKS di televisi), terkait surat yang dibawa bukannya penangkapan tapi pemeriksaan dan Operasi tangkap tangan yang dilakukan tidak seperti biasanya yakni si pelaku tertangkap tangan dengan jelas dan bukti ada di tangan pelaku atau transfer. KEDUA, kita bisa melihat ketika LHI dijebloskan ke tahanan TNI bukan di KPK, di sisi lain, tersangka kasus super besar seperti AM masih saja melenggang bebas dan tersenyum, padahal sepengetahuan penulis, jika telah ditetapkan tersangka seharusnya semua harus diperlakukan sama di mata hukum. KETIGA, pertanyaan Fahri PKS terkait dengan surat penyitaan yang tidak dibawa dan suara jubir KPK yang seolah olah (menurut PKS) memutar balikkan fakta di lapangan, demikian pula suara-suara jubir KPK dalam beberapa kasus lainnya yang seringkali berbeda dengan fakta dan tidak adanya klarifikasi atas kesalahannya.

Sebagai masyarakat yang gerah, penulis memandang 'kelam', masa depan moralitas negeri ini, ketika hal-hal yang sejatinya merupakan aib kemudian dibesar-besarkan di media, menimbulkan side effect yang dahsyat yaitu menyebarnya api fitnah bagi keduanya yang begitu besar. Belumm lagi, kesan di mata internasional, masih ingat kejadian OPM yang dengan terang terangan mendirikan kantor perwakilan dengan diundangnya bebebrapa pejabat di daerah itu. Meski ada bantahan dari pihak OPM dan Inggris, tetapi jelas itu menjadi cambuk bagi pemerintahan negeri ini.

Entah apa yang ada di dalam pikiran kedua belah pihak, pihak KPK menyatakan melalui jubir dahulu, banyak anggotanya yang relegius. Dari pihak PKS, penulis menyakini juga relegiusnya patut diacungi jempol. Namun, kebanggan jubir KPK dengan menyatakan banyak anggotanya yang relegius, puasa dll, sedikit menyiratkan kesombongan, jika dinilai dari perspektif lain. Penulis berguman, "Trus kalo banyak yang relegius apakah hawa nafsu dan setan itu lalu menyingkir? Seorang ahli ibadah atau ahli ilmu saja bisa tergelincir dalam lembah hina kok, apalagi yang level relegiusnya biasa-biasa saja". Mungkin anggapan jubir, jika relegius itu, pasti benar perilakunya, pasti hebat orangnya, padahal yang ia tangkap kan seorang bos-nya ustad di partai yang penuh dengan dakwah ke masyarakat? *geleng-geleng kepala*.

Penulis menilai, kiranya bara itu akan selalu menyala, karena sulit melihat adanya orang-orang yang benar-benar mendudukkan dirinya sebagai orang yang 'tidak memiliki kepentingan' di negeri ini, baik di KPK atau parpol. Kasus sprindik KPK tentu menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat negeri ini, betapa lembaga yang dibanggakannya ternyata bukanlah lembaga malaikat.

Oleh karena itu, mari menjadi pembaca dan penulis yang baik. sekian.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun