Mohon tunggu...
Jusman Dalle
Jusman Dalle Mohon Tunggu... Editor - Praktisi ekonomi digital

Praktisi Ekonomi Digital | Tulisan diterbitkan 38 media : Kompas, Jawa Pos, Tempo, Republika, Detik.com, dll | Sejak Tahun 2010 Menulis 5 Jam Setiap Hari | Sesekali Menulis Tema Sosial Politik | Tinggal di www.jusman-dalle.blogspot.com | Dapat ditemui dan berbincang di Twitter @JusDalle

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kontribusi Milenial di Pusaran Gelombang Digital

17 Agustus 2017   19:11 Diperbarui: 18 Agustus 2017   06:07 2375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi generasi millenial (sumber : linkedin.com)

Mengejutkan, Jakarta dinobatkan sebagai kota paling popular di Instagram Stories. Bukan Tokyo yang merupakan kota terpadat di dunia. Bukan pula Bangkok, London atau Paris, tiga besar kota paling banyak dikunjungi di dunia seperti dilansir oleh Global Destination Cities Index. Padahal kota-kota dunia tersebut merupakan destinasi wisata yang pastinya memiliki banyak spot Instagramable.

Mengapa Jakarta? Saya ingin mengajak kita melihat hal tersebut sebagai pertanda yang memiliki banyak makna. Peringkat yang diumumkan oleh Instagram pada awal Agustus tersebut jadi kado kemerdekaan yang indah. Terutama kepada generasi millenial Jakarta sebagai kontrobutor utama, yang barangkali super aktif di aplikasi photo dan video sharing itu sehingga Jakarta juara. Prestasi tersebut patut (dan memang semestinya) membuat kita bangga.

Saya menyebut eksistensi Jakarta di Instagram sebagai prestasi yang patut dibanggakan karena tiga alasan mendasar. Pertama, Jakarta yang mantap di posisi puncak geo tagging Instagram Stories membuktikan jika anak-anak muda kita sudah semakin menyatu dengan berbagai produk teknologi. Terutama generasi millenial yang menurut data Instagram, merupakan pengguna mayoritas dari 45 juta pengguna Instagram se-penjuru Indonesia.

Ini adalah pertanda baik. Produk teknologi komunikasi sebagai kendaraan untuk menaklukkan masa depan, bukan 'mainan' yang dianggap antik. Terlepas bahwa adopsi ragam produk teknologi pasti memiliki aneka dampak sebagai konsekuensi logis yang tak bisa ditampik.

Kedua, prestasi tersebut merefleksikan bahwa kini kita memasuki era hyper connected community. Tembok-tembok telah runtuh, kata Thomas L Friedman di dalam buknya The World is Flat : A Brief History of the 21st Century (2005).Tak ada lagi sekat antara Jakarta dan London. Dalam beberapa hal, strata 'kota dunia dengan berbagai parameter artifisial nan materialistik, tak berarti berkat teknologi.

Jakarta tiba-tiba bisa terkenal dan mengalahkan kota berselimut glamour macam Paris. Itulah teknologi yang menghantar kita ke komunitas desa global (global village) seperti diistilahkan oleh Marshall Mc Luhan di dalam buku popularnya yang berjudul The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man (1962). Di dunia yang datar atau di desa global, aktor utamanya adalah generasi millenial. Dan itulah salah satu ruang kontribusi kita, anak-anak muda Indonesia.

Ketiga, ranking tersebut menandakan bahwa generasi muda kita siap berkompetisi di era teknologi komunikasi. Teknologi adalah kunci sukses, tulis Irfan Ul Haque di dalam bukunya Trade, Technology, and International Competitiveness (1995). Dan saat ini, teknologi yang bertalian dengan perangkat komunikasi memang efektif mengatrol daya saing.

Lihatlah daftar Most Valuable Companiesyang dirilis Fortune 500. Di posisi Top 5, bertengger empat perusahaan berbasis teknologi komunikasi, Apple (1), Google (2), Microsoft (3) dan Facebook (5). Tangguhnya daya saing perusahaan-perusahaan tersebut mencerminkan tingginya kebutuhan umat manusia terhadap berbagai perangkat terkait komunikasi.

Dalam pertarungan abad teknologi komunikasi, anak-anak muda Indonesia tidak hanya piawai menjadi pengguna. Kita juga lincah menjadi aktor utama. Betapa banyak produk teknologi berbasis komunukasi ciptaan anak bangsa yang bikin kita bangga.

Mulai dari layanan komunikasi di bidang transportasi macam Go-Jek. Ada juga layanan komunikasi untuk jual beli seperti Bukalapak. Saya menyebut Gojek dan Bukalapak layanan komunikasi karena peran dari kedua aplikasi tersebut sebagai media komunikasi antara produsen dan konsumen. Apliaksi-aplikasi kebanggan Indonesia itu lahir dari rahim generasi millenial.

Aktor Kedaulatan Digital

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun