Mohon tunggu...
Nadya Meitary
Nadya Meitary Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tragedi di Balik SNMPTN

22 Februari 2017   05:15 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:34 5918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) merupakan salah satu jalur bagi siswa/i lulusan SMA/sederajat untuk masuk ke PTN tanpa ujian tulis. Seleksi dilakukan berdasarkan track record siswa/i selama SMA baik dari segi akademis (nilai rapor) maupun non akademik. Berdasarkan hal tersebut, jalur seleksi ini sangat menguntungkan bagi mereka yang memiliki track record baik selama di SMA. Akan tetapi, saya tidak melihat sisi baik dari jalur seleksi ini selain hanya apresiasi bagi mereka yang memiliki nilai rapor tinggi. 

Buruknya lagi, banyak sekolah-sekolah yang memanipulasi nilai-nilai siswa/inya dengan tujuan memudahkan mereka diterima di PTN khususnya melalui jalur SNMPTN ini. Hal ini tentu sudah jauh melenceng dan tidak sesuai harapan kita semua. Memang tidak semua sekolah seperti itu, masih banyak sekolah-sekolah yang menerapkan kejujuran yang tinggi. Nanti pada akhirnya di PTN2 tersebut hanya diisi oleh mereka yang berasal dari SMA "jujur/terkenal" sementara SMA yang "tidak jujur/tidak terkenal" tidak diterima bahkan di blacklist padahal semuanya punya keinginan yang besar untuk masuk PTN. 

Dua hari lalu, salah seorang adik lulusan salah satu SMK di Bogor yang magang di tempat penelitian saya menangis. Saya langsung menghampirinya dan tentunya menanyakan kenapa ia menangis. Tidak disangka, ia menangis karena teman satu sekolahnya memilih jurusan yang sama dengan yang ia inginkan pada jalur SNMPTN dan temannya itu memiliki nilai-nilai yang jauh lebih tinggi darinya. Hal ini memupuskan harapannya dan mengecewakan orang tuanya. Dia dan temannya itu berhubungan baik, tapi tidak setelah kejadian ini.

Pengalaman lain dari salah seorang aktivis terkenal di kampus saya. Saat dulu mendaftar SNMPTN, ia harus mengalah karena teman yang nilainya lebih tinggii dengannya menginginkan jurusan yang sama. Pengorbanan itu berujung menyesakkan ketika ia tahu bahwa temannya yang lolos di jurusan tersebut tidak mengambilnya malah memilih jurusan lain sementara ia sangat berharap bisa berkuliah pada jurusan tersebut. Sedih sekali, bukan?

Saya heran kenapa harus ada pengorbanan dan kekecewaan atas alasan ini. Maksud saya, harusnya kita semua memiliki peluang yang sama untuk mengenyam bangku PT dengan jurusan yang kita inginkan, tetapi SNMPTN tidak memberikan itu. Permasalahan selanjutnya terkait transparansi hasil seleksi. Dari jaman kebijakan ini dimulai hingga sekarang hal itu masih dipertanyakan. Benarkah kita lulus karena nilai rapor kita yang baik, atau orang tua kita adalah dosen yang mengajar di PTN yang kita inginkan atau berdasarkan ekstrakulikuler kita atau kita punya banyak kakak tingkat di kampus tersebut? Entahlah.

Saya sangat mendukung jalur SNMPTN ini ditiadakan dan semua siswa/i harus mengikuti ujian tulis untuk masuk ke PTN. Jika SNMPTN ditiadakan, saya yakin tidak akan ada kecurangan untuk memanipulasi nilai di sekolah-sekolah karena semua akan fokus kepada mengembangkan potensi diri agar dapat lolos pada ujian tulis. Melalui ujian tulislah kemampuan tiap siswa terukur. 

Walaupun dalam seleksi ini tetap ada yang tidak akan lolos karena kuota dan tidak terpenuhinya standar yang diminta PTN, ini lebih baik karena setiap orang akan mengetahui potensi masing-masing, dibandingkan lolos karena nilai rapornya yang tidak menginterpretasikan kemampuan dia yang sebenarnya.

Jika dari pembaca ingin memberikan saran yang membangun terutama terkait pendidikan Indonesia, silahkan comment di bawah. Mari kita bertukar pikiran untuk hal-hal baik, bukan berdebat untuk hal-hal yang tidak penting. Sekian pemikiran dari kegelisahan saya yang memuncak. Gelisahlah untuk tujuan yang baik. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun