Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Intip Belajar Sambil Bermain Alang-alang di Ciawi

10 Februari 2012   10:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:49 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_170010" align="aligncenter" width="300" caption="Permainan Membuat Keranjang Telur ayam dari Kertas koran"][/caption]

Tanganku ada dua/Jari-jarinya lima-lima/Kususun semua/Mari kita berdoa/Berdoa sebelum belajar

Begitulah Tuti Lestari, 21 tahun Pembimbing Bermain Sambil Belajar  (BSB) Alang-alang memimpin bernyanyi bersama   enam anak usia sekitar 3 tahun yang mengikutinya denagn penuh semangat.  Gufron, salah seorang anak bahkan dengan berani maju ke depan dan berkata: ucapkan Asalamualaikum!   Setelah berdoa, anak-anak itu membuat melingkar bersama Kakak-kakak Pembimbingnya.  Di tengahnya diletakan bendera merah-putih dan mereka   menyanyikan lagu Indonesia Raya yang membuat saya merinding.  Bukan saja mampu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia , anak-anak itu  juga mengikuti pembacaan Pancasila dan Sumpah Pemuda.  Kemudian seorang anak bahkan berani menyanyikan lagu nasional Halo-halo Bandung dengan lantang.

Bermain Sambil Belajar adalah salah satu aktifitas yang dilaksanakan di Rumah KAIT (Keluarga Akrab Iman dan Takwa) yang terletak di Gang Babakan, Ciawi, Bogor, Jawa Barat.  Kamis, 9 Februari 2012  pukul 9 pagi saya beruntung bisa melihat suatu cara belajar yang unik untuk anak-anak usia 2-3 tahun (pada hari lain terdapat kelas  untuk usia 3-7 tahun, 7-12 tahun, 12-17 tahun). Pendidikan ini bersifat komplementer dan gratis untuk masyarakat di sekitarnya.

Metode belajarnya secara ringkas anak-anak diajak bermain, tetapi bukan sembarang permainan, karena di dalam permainan itu ditanamkan nilai ahlak, kerjasama, pengatahuan tanpa disadari anak.  Sebelum dimulai belajar para pembimbing (hari itu selain ada Tuti Lestari,  pembimbing lainnya adalah  Danu Umbaran 21 tahun, Ismadi Dwiansyah (dipanggil Dwi), 34 tahun dan Anna Effana,28 tahun ) menentukan program apa yang dilaksanakan hari itu.

[caption id="attachment_170012" align="aligncenter" width="300" caption="Menyanyikan Indonesia Raya hingga Lagu Nasional"]

13288707491706093476
13288707491706093476
[/caption]

Yang saya saksikan antara lain  anak-anak diajak bernyanyi Bangun Tidur Kuterus mandi/Tidak Lupa Menggosok Gigi/ Habis Mandi Kutolong Ibu/Membersihkan Tempat Tidurku.  Lalu kemudian  Anna bertanya: Siapa yang membersihkan tempat tidur hari ini? Dengan polos, seoreang anak bernama Adi menjawab: Mama!  Masih ingat spreinya warna apa? Tanya Anna lagi.  Adi menjawab dengan lantang: merah!  Tanpa sadar-sadar anak dilatih ingatan.

Jumlah anak-anak yang bergabung menjadi  sekitar lima belas anak. Karena beberapa anak yang ikut PAUD di Ciawi sudah selesai bergabung ke kelas itu. Suasana belajar menjaid makin meriah.  Permainan dimulai dengan berimajinasi seolah-olah ada pohon mangga.  Anak-anak itu menginginkan pohon itu, lalu Danu berperan sebagai pemilik: “kalau kalian, Kak Danu ambilkan pakai colokan!  Lalu Danu berbuat seolah-olah mencolok pohon mangga dan buah  berjatuhan dan anak-anak mengambilnya.

“Tanpa sadar anak-anak diajarkan ahlak, kalau menginkan sesuatu tidak boleh mencuri, tetapi meminta kepada pemiliknya,”ujar Melati Djunaedi, 59 tahun pendiri BSB Alang-alang yang juga hadir dalam kegiatan itu.

[caption id="attachment_170011" align="aligncenter" width="300" caption="Menanamkan Ahlak Sambil Bermain"]

1328870482819867814
1328870482819867814
[/caption]

Pelajaran terus berlanjut ternyata tema hari itu tentang  ayam, binatang yang akrab bagi anak-anak di sana.  Mula-mula Dwi menirukan suara ayam dan anak-anak menebak.  Kemudian Dwi bertanya: kalau ayam mau makan pakai apa? “Paruh!”jawab anak-anak itu serempak.  Kemudian Tuti  bertanya:  “Bulu ayam kalau digunakan untuk bersih-bersih apa ya? Anak-anak itu menjawab dengan tangkas: kemoceng!” Lalu Anna bertanya: “Kalau bulu ayam untuk olahraga apa ya?”Ternyata anak-anak itu tahu:”Bulutangkis!”

“ Pada anak-anak yang usianya lebih tinggi diajarkan manfaat ayam apa, pada usia 10-12 tahun diajarkan bagaimana cara memelihara ayam.  Juga ditanamkan ahlak bahwa hewan ternak saja memberikan banyak manfaat , sementara manusia bisa saja di mata Allah lebih hina dari hewan ternak,” papar Melati kepada saya.

Kemudian pelajaran dilanjutkan lagi dengan memotong koran bekas. Anak-anak dilatih kemampuan motoriknya melipat dua, kemudian merobek dan kemudian membuat jerami dan telur ayam.  Lalu jerami dan telur itu diletakan di keranjang yang juga dibuat dari kertas koran. Hasilnya semua anak sibuk dan jadilah replika keranjang telur ayam yang dibuat secara gotong royong.  Tanpa sadar anak-anak diajarkan bagaimana bekerjasama dan bersosialisasi , berimajinasi dan kreasi.

“Änak-anak pada usia dini panca inderanya terbuka. Sekalipun mereka perhatiannya seolah-olah ke tempat lain dan kami tidak memaksakan, anak-anak itu sebetulnya bisa melihat dan mendengar. Ketika mereka ingin bergabung lagi, mereka sudah tahu apa yang mereka lakukan,” jelas Melati yang mendampingi saya sekali-sekali.

Menurut Melati pelajaran akan ditutup dengan doa bersama: Jadikan aku yang paling disayang Allah. “Pada usia lebih tinggi kami ajarkan  kriteria manusia yang disayang itu seperti apa, berbuat baik terhadap sesama,”  tambah alumnus sekolah tinggi ilmu sosial di Amsterdam dan pernah bekerja sebagai seorang konsultan ini.

Benar juga begitu pelajaran usai anak-anak usia 3 tahun itu saling meminta maaf kepada kawan-kawannya kalau pada hari itu mereka ada yang berbuat salah. Begitu juga kakak pembimbingnya malah mendahului.  Suatu pemandangan yang menggetarkan. Tidak terpikirkan kalau habis pulang kantor, rekan-rekan saling meminta maaf kalau ada yang menyakitkan dilakukan.

Menurut Melati, dia merintis  BSB Alang-alang sejak 1990-an  untuk  memperbaiki mutu Sumber daya Manusia Indonesia.  Kenyataannya masih banyak warga masyarakat – karena berbagai sebab, terutama karena kemiskinan dan kebodohan - masih terpinggirkan sehingga tidak dapat menikmati pendidikan yang berkualitas. Padahal mereka punya hak yang sama seperti halnya anak bangsa lainnya.  Setiap manusia punya potensi dasar yang sama untuk bisa berkembang yang kalau dibiarkan akan berbalik menjadi destruktif. Pendidikan yang diselenggarakan merupakan pendidiakn luar sekolah (bersifat komplementer) untuk mereka yang terpinggirkan ini.

Mulanya pendidikan ini dirintis di kawasan Condet, Jakarta kemudian ke Desa Cilember, Cisarua, kemudian ke Ciawi.  Pada perkembangannya Melati dibantu sejumlah temannya,hingga akhirnya mempunyai tempat sendiri yaitu Rumah KAIT berdiri pada 2009. Di rumah itu tidak hanya untuk kegiatan pendidikan tetapi juga untuk keperluan kaum ibu-ibu, mulai dari mengajarkan menjahit, memasak, hidup sehat, hingga pemeriksaan kandungan dengan USG  setiap sebulan sekali.

Kini Alang-alang sudah punya 18 lokasi (termasuk di Jambi, Lahat) dengan total sekitar 800 anak-anak binaan.  BSB alang-alang Ciawi terdapat Rumah KAIT yang dielngkapi dengan perpustakaan dengan koleksi ratusan buku. Saya melihat ada buku-buku donging anak-anak sampai enskiklopedia New World, Indonesia Heritage, hingga Majalah National Geographic tersusun rapi.

Para pembimbing anak-anak itu atau kader direkrut dari mantan anak-anak BSB itu sendiri. Tuti Lestari, misalnya belajar di BSB ketika berusia 8 tahun di kawasan Cielmber.  Dia tertarik pada taman bacaan yang dikelola Dwi. Rasa hausnya membaca membuat anak penjaga villa ini kemudian belajar di tempat BSB. Tuti beruntung bisa menyelesaikan pendidikan formalnya sampai SMK dan akhirnya menjadi pembimbing BSB.

“Kalau ingat masa sekolah saya bisa nangis. Saya Ayah hanya kasih ongkos Rp 7000/hari untuk ke sekolah yang jaraknya harus naik angkot dan ojek. Tetapi saya jalan kaki bisa dapat uang lebih untuk beli buku. Untuk tambahan saya jualan es dari tetangga.  Bgeitu juga ke BSB saya jalan kaki sampai malam,” kenang mantan anggota pramuka ini yang datang dari keluarga sederhana.

Pembimbing lain ada yang tidak seberuntung Tuti. Danu Umbaran yang seusianya hanya tidak tamat SD. Namun keinginan belajarnya begitu menggebu. Ikut BSB ketika umur 9 tahun akhirnya mampu lulus ujian setara SMP.  Dia juga mengenal alat musik angklung hingga keyboard. “Saya juga bisa sudah punya akun Facebook,” kata putra seorang buruh bangunan musiman ini.

Omong-omong apa filsofi alang-alang itu? Alang-alang adalah tanaman  yang enggan  merambah lahan berair,  tidak mau menjajah lahan yang telah ditakdirkan berbatu. Mereka hanya mau tumbuh di lahan yang dianggurkan, dibiarkan kosong oleh manusia.  Kalau dipikir ternyata akrena alang-alang  melindungi  tanah tidak langsung kena air hujan sehingga terjadi erosi.  Mereka tumbuh, cepat dan  merambah.  Mereka mau bersama tanaman apa saja. Mereka sering dipojokkan sebagai tanaman pengganggu alias gulma alias hama tanaman. Padahal selain berguna sebagai penutup lahan kosong, ternyata mereka mampu memberi manfaat sebagai obat dan sebagai pakan ternak.

Perilaku  alang-alang yang tegar, kuat, mau bersama dan menyebar menutupi kekosongan untuk mencegah kerusakan dan memberi manfaat itulah filosofi BSB ini.

Irvan Sjafari

Sumber lain:    http://mariberposdaya.blogspot.com/2009/05/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun