Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Prostitusi di Kota Bandung, Sejak Masa Hindia Belanda hingga Konferensi Asia Afrika (1900-1960)

17 Februari 2018   17:48 Diperbarui: 18 Februari 2018   15:17 5378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sebuah Panti Pendidikan di Tasikmalaya (Foto: Kementerian Penerangan Djawa Barat, 1953).

Masalah prostitusi di Jawa Barat sempat mencuat pada 2016, ketika Menteri Sosial waktu itu Khofifah Indar Parawansa menyebut, tempat lokalisasi terbesar di Indonesia saat ini terdapat di Provinsi Jawa Barat. Menurut data Kementerian Sosial, ada 11 tempat lokalisasi dengan penghuni sekitar 21.000 orang.

Kontan pernyataan ini ditepis, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar. Ketika itu ia mempertanyakan data yang dikeluarkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Menurut dia Mensos mendapatkan data dari jaringannya sendiri (Kompas Online, 3 Juni 2016).

Persoalan data mungkin masih bisa dipertanyakan. Prostitusi masalah di banyak tempat di seluruh dunia dan hingga saat ini sulit dihapuskan, selama budaya patriaki masih kokoh, selain masalah ekonomi.

Yang lebih saya khawatirkan ialah laporan berbagai media cetak, elektronik dan online tentang "Kampung Cinta" di Kabupaten Subang, cerita kawin kontrak di kawasan Puncak, cerita seorang kawan saya yang bermukim di Kabupaten Bogor tentang "Kampung Jablay". Itu artinya prostitusi bukan saja persoalan ekonomi dan patriaki.

Saya mencoba menarik benang merah laporan-laporan menyangkut prostitusi termasuk yang terselubung dengan riset sejarah saya pada sejumlah sumber primer. Hasilnya menunjukkan bahwa akar prostitusi di kawasan Priangan tidak berakar dari budayanya. Kemungkinan ada perubahan sejak masa Hindia Belanda tentang citra perempuan Priangan. Jadi bukan era sebelumnya. 

Sejumlah cerita rakyat Pasudan justru memperlihatkan bahwa perempuan Tanah Pasundan menjaga martabatnya. Budayawan Ajip Rosidi dalam sebuah tulisannya mengungkapkan perempuan mempunyai kedudukan mulia dalam budaya Sunda. Dalam cerita pantun Lutung Kasarung disebutkan peran Sunan Ambu. Tokoh wanita inilah tokoh tertinggi dalam alam kosmos orang Sunda (Rosidi, 1980:155).

Begitu juga cerita Sangkuriang, hingga cerita Tragedi Bubat, di mana Dyah Pitaloka putri Raja Sunda menampik jadi selir Hayam Wuruk, rela bunuh diri demi kehormatan bangsanya. Sementara ayahanda dan seluruh rombongan dari Kerajaan Sunda gugur semua.

Saya menduga sejarah prostitusi di Priangan, bermula ketika Belanda menduduki wilayah itu. Namun dalam tulisan ini saya hanya memfokuskan di Bandung. 

Referensi yang saya temukan menyebutkan pada abad ke 19, ketika pembukaan perkebunan, membuat banyak pria Belanda menjalin hubungan dengan gadis pekerja lokal menyebabkan munculnya gadis berparas Indo di daerah perkebunan. Mojang Priangan yang molek kerap dihubungan dengan fenomena sosial ini.

Prostitusi dan wisata

Namun awal keberadaan prostitusi di Kota Bandung sejak dibukanya jalur angkutan keta api dari Batavia ke Bandung dan ke Surabaya pada 1884. Pembukaan jalur kereta api memicu pariwisata dengan munculnya hotel dan losmen. Keberadaan hotel dn losmen menyediakan jasa perempuan pemijat tamu. Dengan demikian pemicu utama timbulnya prostitusi ialah pariwisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun