Mohon tunggu...
Juli A. Ningtyas
Juli A. Ningtyas Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswa yang menghabiskan waktunya untuk belajar dan menulis apa yang menjadi minatnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doktrin Hijau ala Joglo Nusantara

30 April 2017   19:57 Diperbarui: 30 April 2017   20:19 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Ada hijau, ada kicau.”

Slogan tersebut pertama kali saya dengar dari Pak Heri, salah satu tokoh masyarakat desa Situ Pengasinan, ketika sebulan yang lalu saya dan teman-teman dalam satu komunitas GreAction Leadership Project mengunjungi Joglo Nusantara, di Situ Pengasinan, Depok. Jika diterjemahkan dalam bahasa sehari-hari, makna tersirat dari slogan tersebut ternyata sangat besar. Dibalik lestari dan hijaunya lingkungan sekitar kita, maka berbagai jenis makhluk hidup akan tetap melangsungkan hidupnya dengan bahagia.

Slogan tersebut digambarkan seperti halnya burung yang akan tetap berkicau hanya karena lingkungan hijau dan asri yang mendukungnya untuk tetap hidup bahagia. Kebetulan pagi itu Pak Heri sedang melakukan aktivitas rutin yang unik di sekitar Joglo Nusantara yaitu mengamati spesies burung yang hinggap di pohon beringin. Ternyata dalam tiga bulan terakhir, menurut pengamatan Pak Heri, jumlah burung yang hinggap di pohon beringin tersebut meningkat dari yang hanya 6 ekor jenis burung Cucak Kutilang menjadi sekitar 20 ekor burung dari berbagai spesies seperti Cabai Jawa, Merbah Cerucuk, burung  Gereja, dan lain-lain.

Joglo Nusantara adalah saung asri milik pak Heri dan masyarakat Situ Pengasinan yang biasa digunakan sebagai balai ataupun tempat mejamu tamu yang ingin merasakan hijaunya lingkungan sekitar Situ Pengasinan. Berangkat dari keprihatinan Pak Heri pada tahun 2006 silam saat melihat sempadan (batas) danau di Pengasinan yang dibiarkan menganggur dan ditumbuhi semak belukar, beliau terpanggil untuk menata dan mengembangkan wilayah Situ Pengasinan menjadi kawasan ekowisata. Pak Heri bersama masyarakat sekitar memulainya dengan merintis konsep agrowisata berbasis tanaman hias yang dapat meningkatkan penghasilan warga. Berbekal pengetahuan tentang arsitektur lanskap, beliau mencoba mengajak masyarakat untuk menanam tanaman hias di rumah masing-masing. Hasilnya, hampir tiap rumah membudidayakan tanaman hias dan sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagi petani tanaman hias. Sampai tahap ini, Pak Heri dan masyarakat Situ Pengasinan berhasil mengambil peran tidak hanya dari sisi ekonomi, namun juga segi pelestarian lingkungan. Di Joglo Nusantara inilah mereka mulai berjuang untuk itu semua.

Tak berhenti di situ, pak Lendo Novo, yang dikenal sebagai pencetus Sekolah Alam, bersama rekan-rekan komunitas alumni ITB Depok akhirnya tertarik untuk bekerjasama dengan masyarakat Situ Pengasinan melalui proyek Kampung In The Garden (KIG). Kampung In The Garden adalah proyek yang mengadaptasi konsep Singapore City in the Garden mengusahakan agar 50 hektar wilayah di sekitar Situ Pengasinan yang sudah ditentukan ini akan menjadi Green Village. Indikatornya meliputi Zero Waste, Minimizing Energy, Economic Independent,danMillion Trees.Saya mulai tertarik ketika komunitas saya, GreAction, diajak untuk punya andil di Zero Waste dan Economic Independent. Pelaksanaannya akan tetap dilakukan secara swadaya masyarakat dengan komoditi utama tanaman hias. Meskipun baru berjalan setahun, kami berharap bahwa konsep Kampung In The Garden yang akan kita terapkan bisa berhasil sehingga bisa menjadi daerah percontohan dan bisa diterapkan di daerah lain yang ingin menggagas hal yang serupa.

Kita menyadari bahwa dana yang diperlukan untuk menjalankan proyek Kampung In The Garden ini tidaklah sedikit. Namun di tengah keterbatasan modal, kami tetap optimis bahwa konsep yang kita bawa bisa berjalan sesuai rencana. Kami juga yakin bahwa proyek yang kita gagas ini sangat bisa memunculkan kawasan yang nyaman dan ramah lingkungan dalam rangka  mengatasi permasalahan iklim, sesuai dengan prinsip Sustainable Developments Goals (SDGs) nomor 13, yaitu aksi untuk mengatasi perubahan iklim.

 “Saya senang tiap minggu bisa kumpul ngobrol bareng Pak Heri, Bang Lendo, dan teman-teman KIG. Sayamah cuma lulusan SMP, awalnya gak begitu paham tentang perubahan iklim. Tapi sekarang udah lumayan ngerti lah. Kang Diat sama petani lain juga jadi senang kerjanya. Apalagi ntar mau ada pelatihan bikin taman di rumah. Alhamdulillah rejeki kita ngalir terus,” tutur Mas Samsul, salah satu petani tanaman hias.  Sejauh ini, masyarakat sedikit banyak telah merasakan dampak lingkungan maupun ekonomi dari usaha yang mereka lakukan untuk membuat desa mereka lebih hijau dan mandiri. Hal tersebut juga didorong karena mereka mau dan semangat untuk kerja sama. Sebagian besar masyarakat sudah cukup paham bahwa apa yang kita upayakan, manfaat yang besar akan kembali untuk mereka sendiri.

Saya, pak Heri, pak Lendo, dan masyarakat Situ Pengasinan biasanya berdiskusi di Joglo Nusantara untuk membahas hal-hal tak hanya tentang pemberdayaan warga, namun juga menyangkut perubahan iklim ini dengan mengaitkannya dengan doktrin hijau yang kami buat sendiri. Doktrin hijau adalah sebuah ajaran yang kami yakini bahwa jika seseorang menerapkan prinsip hidup ramah lingkungan dan menjaga agar alam tetap hijau, maka orang tersebut patut menndapat manfaat alam yang lebih besar. Manfaat alam tersebut seperti kesehatan lahir dan batin, sumber daya yang berkah, hubungan sosial yag baik dan mendukung, serta lainnya.  Kalau Pangeran Diponegoro menjadikan cinta negara sebagai bagian dari iman, maka kami berprinsip bahwa masyarakat masa kini harus menjadikan doktrin hijau sebagian bagian dari iman. Dimulai dari lingkup kota Depok, bagaimana cara kita mengajak masyarakat untuk mengubah cara hidupnya, membangun kota dengan falsafah mencintai lingkungan tempat hidupnya menjadi sebagian dari iman. Jangan sampai kita hanya terjebak pada aspek ekonomi saja, tapi aspek pelestarian lingkungannya diabaikan. Jangan hanya membangun, tapi lupa menanam.

Doktrin hijau yang kami yakini ini tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik, namun juga aspek spiritual. Segala macam konsep yang diterapkan oleh Kampung In The Garden adalah aspek-aspek yang bersifat fisik. Kita juga harus paham menyangkut aspek spiritual, salah satunya bahwa bentuk pujian terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Agung, yang bisa kita lakukan adalah dengan mempersembahkan karya terbaik untuk lingkungan sosial dan memuliakan habitat. Jika mengacu pada slogan di awal, bahwa memang di setiap lingkungan yang tertata dengan benar, selalu memunculkan aura-aura positif yang mengajak kita pada aksi yang bermanfaat. Tak hanya burung yang berkicau, tapi manusia juga bisa berkicau lewat karya dan aksi nyata untuk mewujudkan lingkungan yang lestari dan memberi manfaat bagi kehidupan sebagai bentuk iman dan rasa syukur terhadap Sang Pencipta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun