Mohon tunggu...
julia amiranda
julia amiranda Mohon Tunggu... -

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Sigli

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merdeka dalam Bendera (Memaknai Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-68)

17 Agustus 2013   16:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:12 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MERDEKA DALAM BENDERA

(Memaknakan Kemerdekaan Republik Indonesia)

JULIA AMIRANDA

Ketua Umum HMI Cabang Sigli

17 Agustus 1945, bertepatan dengan hari Jumat kemerdekaan Indonesia di Proklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Penjajahan akhirnya harus angkat kaki dari bumi pertiwi, penjajahan selama 360 tahun dan 3,5 tahun oleh kolonial Belanda dan Jepang begitu terasa di setiap detak jantung masyarakat Indonesia pada saat itu sehingga berefek bagi setiap sudut masyarakat, baik dari segi ekonomi, budaya, pendidikan dan agama. Kolonialisasi dan Imperialisme mengakibatkan adanya suatu keseragaman berpikir rakyat di Nusantara. Hancurnya kerajaan kerajaaan monarkhi mencetuskan gagasan penyatuan dalam satu bingkai yaitu Republik indonesia, hal ini di cetuskan dalam rumusan sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang di prakarsai oleh Budi Utomo dan kawan kawan.

Dengan adanya ikrar sumpah pemuda menjadi asal muasal terbentuknya Negara Kesatuan Republik indonesia (NKRI) di kemudian hari. Sehingga pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno selaku bapak proklamator Indonesia membacakan ikrar proklamasi yang dalam beberapa hari telah tersebar kepenjuru Nusantara dan Dunia. Proklamasi kemerdekaan di sambut dengan gegap gempita oleh seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai indonesia timur, bendera berkibar dimana mana, teriakan Merdeka membahana di angkasa bumi nusantara pada saat itu.

Memaknakan kemerdekaan Indonesia setelah 68 tahun (17 agustus 1945 - 17 agustus 2013) melahirkan suatu polemik kritis bagi masyarakat indonesia dewasa ini, antara kenyataaan dan mimpi, sudahkah kita merasakan kemerdekaan sebagaimana cita cita para patriot kemerdekaan kita di masa dahulu. Merdeka adalah suatu proses/keadaan dimana masyarakatnya telah bebas dari penderitaan dan ketidakadilan yang di akibatkan oleh penjajahan ataupun pendudukan suatu oleh negara lain. Dalam memaknai kemerdekaan memunculkan berbagai asumsi yang berbeda beda, bagi kalangan kelas atas(menengah keatas), kemerdekaan telah terjadi dengan berhasil menduduki jabatan strategis di pemerintahan sedangkan bagi kalangan kelas menengah ke bawah kemerdekaan masih menjadi tanda tanya. Apakah makna sesungguhnya kemerdekaan itu, apakah seperti yang kita rasa pada saat ini.

Secara de jure dan de facto Indonesia telah merdeka, Belanda dan Jepang telah pergi dari bumi pertiwi setelah Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Di sini penulis berusaha untuk melihat kemerdekaan indonesia dari perspektif lain, yaitu melalui kajian kritis objektif di dalam masyarakat. Melihat umur Indonesia yang telah berusia 68 tahun selayaknya Indonesia yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah dengan tanah yang subur dan luas wilayah yang begitu besar di sertai sumber daya manusia (SDM) yang begitu besar (penduduk ke 4 terbesar di dunia) berada di dalam kelompok negara maju atau berada pada posisi dalam katagori negara makmur dan sejahtera namun hal itu berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Negara kita masih dalam kelompok negara berkembang bahkan diantara 110 negara berkembang kita masih berada di peringkat 10 terbawah. Maka dalam hal ini penulis berusaha masuk dalam kenyataan tanpa kemunafikan berpikir berdasarkan kenyataan masyarakat kita dalam memaknakan kemerdekaan. Kemerdekaan berdasakan penulis sebutkan diatas bahwa kemerdekaan adalah bebas dari ketidakadilan dan belenggu belenggu penderitaan, maka dalam hal ini penulis berusaha mengelompokan kita dalam ritus kemerdekaan hakiki sehingga kita bisa mengkritisi sejauh manakah kita sudah merdeka.

Pertama, dalam usia yang melebihan setengah abad, sudahkah Indonesia merdeka dari kemiskinan, proses pergantian tampuk pimpinan negara dari Soekarno sampai saat ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) keadaan masyarakat Indonesia masih berada dalam katagori miskin, masih banyaknya masyarakat yang tinggal di bawah kolong jembatan, di gubuk reot dan tuna wisma masih tidak terbendung membuktikan Indonesia tercinta setelah 68 tahun merdeka masih di bawah kemiskinan. Dalam hal ini kita berusaha bersembunyi dalam opini bahwa banyaknya barang barang luxury yang masuk ke negara kita membuktikan negara kita telah menuju kearah maju. Di balik itu kita selalu menutup mata melihat kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin (meukuwien,bahasa Aceh), kesenjangan ini membuat keadaan masyarakat tidak seimbang malah tingkat kejahatan semakin meningkat, kelaparan dan gizi buruk menjadi tren baru di dalam masyarakat. Dapatkah kita di katakan merdeka di kala rakyat masih melarat padahal negara harus menjamin kesejahteraan rakyatnya sebagaimana tercantum dalam butir UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan pembukaan UUD 1945.

Kedua, kemerdekaan dari korupsi. Kenyataan ini berbanding terbalik dengan posisi negara indonesia sebagai negara miskin di dunia, negara kita mendapatkan kehormatan sebagai negara terkorup nomor 3 di dunia. Prestasi ini dapat kita lihat dari kenyataan saat ini setelah terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maka di temukannya berbagai kasus korupsi malah mencapai seribu kasus lebih dan yang baru selesai baru hanya ratusan. Inilah muka suram republik ini setelah 68 tahun kemerdekaanya. Korupsi di negeri kita sudah menjadi budaya (Culture) yang tidak dapat di pisahkan satu sama lainnya, sikap pesimis seperti ini lahir di karenakan pendidikan politik negeri kita yang menganut demokrasi bebas dan cost politik yang mahal sehingga penjabat pemerintahan pemegang tampuk kekuasaan yang terpilih menjadilebih loyal dalam menghabiskan uang negara. Hal ini juga di pengaruhi oleh moral individu sebagian masyarakat yang menilai dalam mencapai kekuasaan disertai dengan jual beli suara siapa banyak uang dia yang akan menang. Keadaan demikian membuat negara kita abadi dalam korupsi. Kapan ini berakhir, apakah perayaan kemerdekaan ke 68 tahun ini berakhir mengakhiri korupsi ini, tidak tertutup kemungkinan perayaan kemerdekaan juga terjadi korupsi.

Ketiga, merdeka dari Neo Imperialisme dan Neo Kolonialisme. 68 tahun setelah merdeka, Jepang dan Belanda telah lama angkat kaki dari negeri kita untuk membangun negerinya, tetapi kita belum bebas dari penjajahan, benarkah demikian mari kita kaji kembali kebijakan politik negara kita, ketergantungan negara kita kepada dunia luar membuktikan penjajahan di negeri kita belum berakhir. Sebagai negara berdaulat indonesia seharusnya mampu melindungi rakyat dan wilayahnya dari negara asing namun hal ini tidak mampu kita lakukan, kasus tkw di Arab Saudi , Hongkong dan Malaysia yang mendapat penyiksaan ataupun ketidakadilan tidak mampu memberikan keadilan bagi mereka sehingga mereka kembali dengan tangan hampa membawa aib atau penderitaan dan ada yang tidak kembali lagi ke indonesia karena mendapat hukuman di negara tempat bekerja, pertanyaannya siapa yang bertanggungjawab terhadap mereka?, Belum lagi pencaplokan wilayah yang dilakukan oleh Malaysia terhadap wilayah Indonesia (Ambalat,Ligitan dll) inilah bentuk imperial dan kolonialisme baru di negeri kiita. Hal ini di tunjang setiap kebijakan politik kita tergantung kepada negara adi kuasa ataupun negara berkepentingan lainnya, kapan kita mampu mendongkrakan kepala kita di mata dunia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun