Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saatnya Ancol Menjadi Ruang Publik

13 Februari 2012   11:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:43 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1329131583613978852

[caption id="attachment_170705" align="alignleft" width="248" caption="Peta Ancol Sumber (google picture)"][/caption]

Ancol adalah sebuah tempat krumunan (crowd). Krumunan ini bisa menguntungkan salah satu pihak (imperialis) dan bisa dijadikan ajang untuk publik juga (republik). Jadi yang namanya republik tidak hanya sekedar konsep untuk membentuk sebuah negara, tetapi dimanapun tempat bisa dikembangbiakkan. Untuk itu tulisan ini berjudul Saatnya Ancol menjadi Ruang Publik. Apakah selama ini ancol belum menjadi ruang publik? Untuk menilainya marilah kita bicarakan awal mula berdirinya dan perkembangannya hingga sekarang. Termasuk Ancol pernah melemparkan statement "Go Public" juga akan dibicarakan dalam tulisan ini.

Sejarah

Kembali kemasa lalu, Ordelama mencatat bahwa Ancol pada jamannya bukanlah tempat seindah sekarang. Tempat itu dulunya adalah tempat untuk mejeng dan bertemunya masyarakat berbagai lapisan. Karena memang gratis tidak dipungut biaya. Selain itu di ancol yang dulunya bernama ... dijadikan tempat berinteraksi para seniman untuk menginterprestasikan karyanya. Aneka seni tradisipun digelar dari lenong, ludruk, drama tradisi dan lain sebagainya. Banyaknya orang yang datang dan menyaksikan sehingga memungkinkan bagi seniman lebih kreatif lagi dalam mengolah karya seninya.

Masa Ordebaru datang dan menganggap para seniman dan pekerja yang berkarya di ancol terlibat PKI. AKhirnya mereka tergusur dan tempat itu dibangun tempat kreasi yang sifatnya imperialis. Bangunan baru terbuat dan tempat itu masih ramai dikunjungi namun fungsinya sudah berbeda. Sekarang uang masuk kekantong seseorang yang pada waktu menjadi pimpinan, pengolahan dan management kapitalismepun diterapkan. Tepat pada tahun 1966 Ancol diresmikan sebagai tempat wisata terpadu dengan nama Ancol Taman Impian atau biasa disebut Ancol. Bukan hanya sekedar wisata belaka, namun wisata terpadu, artinya pemaduan antara wisata alam dan wisata modern. Hal ini memicu pemerintah untuk meloketkan tempat tersebut, karena berhubungan dengan pembangunan tempat tersebut kedepannya. PT Pembangunan Jaya di tunjuk sebagai Badan Pelaksana pembangunan (BPP) proyek Ancol ini, dan pembangunan dilakukan secara bertahap. Akibatnya sahampun tertanam dalam korelasi kerja pembangunan tempat ini. Tepat pada tanggal 2 Juli 2004 Ancol melakukan sebuah trikment yang dinamai "Go Publick", masih diasuh oleh tangan yang sama, namun dalam hal ini masyarakat ikut menerima sekitar 10% dari penghasilan total di Ancol tersebut. (Sumber dari WIKIPEDIA)

Apa saja yang bisa dinikmati di Ancol? Tentu para pembaca sendiri sudah tahu, ada banyak hal kita bisa menikmatinya, diantaranya adalah keindahan pantai dan tamannya, Dufan, atlantis water adventur, gelanggang samudra, sea world, putrid duyung cottages, padang golf ancol, marina, pasar seni, ritel, hailai executive club, kereta gantung, bowling dan wisata kuliner (sumber Wikipedia). Dari semua tempat-tempat tersebut sangat sedikit sekali yang berbicara tentang seni murni bangsa Indonesia sendiri. Semua tempat dan bangunan sudah dirancang sedemikian rupa sehingga tempat ini sebagai ajang maraup keuntungan bagi kalangan tertentu. Maka bisa saya pastikan praktek kapitalis atau sering disebut neokapitalisme terjadi di sini yang berorientasi pada meraup keuntungan. Seperti adanya hotel-hotel, adanya apartemen, adanya pub hiburan semua sahamnya dimiliki oleh kaum berduit.

Ancol Ruang Publik

Apa itu ruang publik? Sebelum menuju kesana, alangkah sangat berartinya kembali menengok bentuk dan dasar negara ini. Demokrasi merupakan asas yang diterapkan bangsa ini sejak awal berdirinya, meskipun pelaksanaannya sangat jauh dari yang diharapkan. Nah menurut Habermas, ruang publik memiliki peran yang cukup berarti dalam proses berdemokrasi. Kenapa? Ruang publik merupakan ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, yang mana warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif. (Sumber WIKIPEDIA)

Sebenarnya hal ini sudah dimulai oleh pihak Ancol sendiri dengan mengadakan acara semacam menulis blog untuk ancol ini. Akan tetapi visi dan misinya yang mungkin berbeda. Ada unsur untuk mempromosikan diri juga dalam acara ini. Berbedanya dengan konsep yang akan saya tawarkan adalah disitu.

Sepenuhnya saya merujuk pada tulisan Habermas bahwa ruang publik adalah ruang demokratis. Sebagai ruang demokratis maka segala elemen dari bangsa ini punya voice untuk mengungkapkan pendapatnya. Tentang segala hal, tentunya usulan yang tak masuk akal dan berbagai tulisan yang aengpun ikut masuk ya. Voice untuk apa dan siapa itulah yang harus digaris bawahi. Kalau voice itu mewakili individu apakah bisa digunakan? Tentu bisa selama usulan tersebut bermanfaat bagi keberlangsungan demokrasi. Nah berarti ada point disini. Demokrasi di Indonesia haruslah yang sesuai dengan geografis, karakter dan etnis yang ada di seluruh pelosok negeri ini. Selama ini suara-suara mereka sudah terdengar namun di lapisan terbawah bangsa ini.

Secara lebih lanjut Habermas menegaskan bahwa ruang publik merupakan wadah yang mana warganegara dengan bebas dapat menyatakan sikap dan argumen mereka terhadap negara dan pemerintah. Ruang publik bukan hanya sekedar fisik, maksudnya sebuah institusi atau organisasi yang legal, melainkan adalah komunikasi warga itu sendiri. Ruang publik harus bersifat bebas, terbuka, transparan dan tidak ada intervensi pemerintah atau otonom di dalamnya. Ruang publik itu harus mudah di akses semua orang. Dari Ruang publik ini dapat terhimpun kekuatan solidaritas masyarakat atau warga untuk melawan mesin-mesin pasar/kapitalis dan mesin-mesin politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun