Mohon tunggu...
Jumari (Djoem)
Jumari (Djoem) Mohon Tunggu... Seniman - Obah mamah

Hidup bergerak, meski sekedar di duduk bersila.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku bukan Kamu

17 Mei 2011   00:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:34 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Melihat realitas yang ada dimanapun seakan semua berbunyi AKU BUKAN KAMU. Kata AKU adalah menunjuk diri kita masing-masing dan kata KAMU menunjuk orang kedua. Sedangkan kata BUKAN sudah berarti tidak. Tidak sama, tidak sederajat, tidak sekelas, dan aneka tidak lainnya. Dualitas kehidupan, hampir semua sendi kehidupan tersentuh. Dari fasilitas hingga yang paling asasi sekalipun.

Sungguh perlu diyakini benar bahwa negara ini memang sudah BERBHINEKA. Dari segi apapun, segala fasilitas yang terbaik hanya beruntukan bagi mereka yang berkantong tebal. "Lalu untuk saya mana?" tanya si miskin sembari gigit jari. Tidak perlu banyak alasan sebenarnya kenapa korupsi di negeri ini semakin menjadi dan semakin mengakar. Dari keluarga hingga para wakil rakyat. Sajian minuman yang istimewa adalah untuk bapak, sedangkan bagi anak-anak segelas kecil. Yang boleh merokok juga bapak, si boy tidak boleh karena masih kecil dan belum bisa mencari duit. Ada tetangga saya yang masih duduk di bangku SMP dia menulis status di FB "Aku itu anak ibu dan bukan pembantu, sudah disuruh seenaknya, tapi tidak dibayar." Memang anak bukan pembantu, tetapi anak adalah tanggungjawab orangtua untuk mendewasakannya. Memang orang tua berperan aktif dan punya wewenang, tetapi toh juga tidak semena-mena.

Anak kecil sudah kenal uang, semakin tambah usia tambah juga minta belanjanya. Dewasa jadi pecandu uang, dan pengkolektor duit. Sebenarnya siapa yang salah? Memang aku bukan kamu ya, jadi semua sah-sah saja. Toh Tuhan juga tidak marah dengan apa yang kita lakukan di tiap detiknya. Kenyataan kita enjoy saja ditiap melakukan dosa, ditiap melakukan korupsi, ditiap melakukan kriminal, sex dan lain sebagainya. Mungkin sudah saatnyalah perubahan dimulai dari keluarga. Toh semua sudah tertulis rapi dalam perundang-undangan di tiap agama, bagaimana merawat anak dan lain sebagainya.

Kembali ke perbedaan si kantong tebal. Memang sepantasnya orang yang punya duit bisa menikmati segala sesuatu yang wah. Bisa jadi dia beli celana di Texas, terus makannya di Amerika dan buang air besarnya di Thailand. Itu juga sah-sah saja kan, tidak ada yang melarang. Karena fasilitas, karena punya uang, karena kantong tebal. Berbeda yang mengemis di pinggir jalan, mau makan saja kadang dia harus berpanas-panas ria menengadahkan tangan, bisa jadi sehari tidak makan atau bahkan sehari semalam tidak makan. Itu baru persoalan makan, belum pakaian, belum tempat berteduh, belum tempat mandi, buang air besar dan lain sebagainya.

So sudah pastilah AKU BUKAN KAMU akan semakin merajalela, berlomba cari duit dan berlomba meraih impian. Masa bodoh dengan yang lain, masa bodoh dengan alam, masa bodoh dengan hujatan dan masa bodoh dengan kritik atau bahkan masa bodoh dengan semuanya. Selama ada uang semua terbeli, semua bisa dinikmati, dan kamu silahkan cari sendiri dengan caramu sendiri dan belilah barang atau jasa sesuai kemampuan. Kalau sudah demikian selamat tinggal kemanusiaan, selamat tinggal kebersamaan dan selamat tinggal alam. Dan sambutlah kriminalitas dan aneka bencana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun